yusri fajar

Nama Yusri Fajar mungkin lebih dikenal khalayak luas sejak terseret kontroversi dengan salah satu rumah produksi film di bawah naungan nama Angga Dwimas Sasongko. Dosen Sastra Inggris Universitas Brawijaya yang aktif sebagai penulis itu, pernah menerbitkan buku kumpulan cerpen dengan judul Surat dari Praha yang akhirnya dijadikan sebagai salah satu film oleh Visinema Pictures dengan judul yang sama. Ini menimbulkan konflik karena Visinema tidak mengonfirmasi Yusri sebagai penulis cerita Surat dari Praha.

Tak hanya Surat dari Praha saja yang membuat namanya dikenal, pria kelahiran Banyuwangi, 1977 ini juga dikenal melalui tulisan-tulisan esainya. Esai dan artikelnya dimuat di beberapa platform harian, seperti Horison, Kompas, The Jakarta Post, Media Indonesia, Jawa Pos, Republika, Koran Seputar Indonesia, Jurnal Literasi, Jurnal Atavisme, Harian Surya, Tribun Jabar, Radar Surabaya, Surabaya News, Radar Malang, Radar Banjarmasin, dan Malang Post.

yusri fajar

Esai dan artikelnya banyak berupa kritik sastra. Hal itu tidaklah mengherankan, mengingat ia telah menekuni sastra sejak duduk di bangku kuliah. Pengetahuan sastra Yusri tidak perlu diragukan lagi. Ia menyelami Sastra Indonesia, juga mendalami bidang Sastra Pasca kolonial, termasuk Sastra Diaspora/Eksil Asia dan berbagai isu di dalamnya terkait identitas serta negosiasi budaya antar bangsa, Kajian Sastra dan Lingkungan (Ecocriticism), Kajian Sastra dan Kuliner (Gastrocriticism), dan Adaptasi dari Sastra ke Media (film, lagu dan media lainnya).

Yusri Fajar mendapat gelar sarjananya setelah menempuh kuliah S1 Jurusan Sastra Inggris di Universitas Jember. Lalu, ia terbang ke Jerman untuk melanjutkan studi sastranya di Universitas Bayreuth Bayern pada tahun 2008 hingga tahun 2010 dengan sponsor Dinas Pertukaran Akademis Pemerintah Jerman (DAAD). Ia juga mengikuti program Short Course bidang Learning Community di Leeds University Inggris (2007), dan program visiting scholar dalam bidang Sastra Amerika Kontemporer di University of Louisville Kentucky USA (2016) dengan sponsor US State Government.

Namun, apakah hanya itu saja? Satra yang sudah bagaikan oksigen bagi Yusri membuatnya tak bosan berkeliling dunia, walaupun hanya sekadar untuk menambah ilmu dan pengalamannya tentang sastra. Selama di Amerika, Yusri aktif mengikuti berbagai program akademik di sana. Ia menghadiri kuliah tamu di University of Indiana, Bloomington, University of California Berkeley, Los Angeles dan Washington D.C. Selanjutnya, pada Agustus 2017, Yusri mengikuti Program Residency Asean Jepang dan Berbicara dalam Asean Literary Festival. Lalu, pada Desember 2018, Yusri berkunjung ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengikuti Program Muhibah Budaya: Creative Writing Program.

Yusri pun pernah menjadi pemakalah di berapa konferensi, antara lain pada konferensi humaniora (2011) Penang Malaysia, konferensi Cultural Studies (2012) Osaka Jepang, Temu Penyair Nusantara V Jambi (2013), dan Temu Sastrawan MPU di Kupang (2015).

Tak hanya mengikuti program akademik saja. Yusri juga sering bolak-balik ke luar negeri untuk menghadiri beberapa organisasi kebudayaan dan acara kesusastraan. Pada tahun 2014 hingga 2019 ia ditunjuk sebagai Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur dan bergiat di Komunitas Pelangi Sastra Malang. Ia juga bertandang ke Negeri Ginseng pada tahun 2015. Sementara pada tahun 2009, Yusri terbang ke Swiss untuk ikut serta dalam program baca sastra di James Joyce Foundation Zurich.

Kegiatan-kegiatannya menjelajah hingga antar benua tak menghambatnya dalam menulis. Dosen yang produktif menulis dan aktif menggeluti berbagai program kesusastraan ini telah menulis lebih dari 100 tulisan. Tulisannya mencakup buku, artikel, esai, resensi, cerpen dan puisi. Di sela-sela kesibukannya sebagai pengajar dan sebagai pemakalah di beberapa konferensi luar negeri dan dalam negeri ia juga menghasilkan banyak puisi dan cerpen.

Karya-karya puisi Yusri Fajar dimuat dalam Antologi bersama seperti Kamus Kecil tentang Cinta (Kedai Kreasi, 2016), Jejak Tak Berpasar (KSI 2015), Kata Cookies Pada Musim (Katakita, 2015), Akulah Musi (PPN V), Pesta Penyair Jawa Timur (DKJT 2010), Tanah Pilih (TSN Jambi 2008), Kenduri Puisi (2008, Ombak Yogyakarta), 128 Penyair Menuju Bulan (2007). Cerpen-cerpennya dimuat dalam antologi ‘Pledoi’ (Mozaik, 2009) dan antologi cerpen Festival Sastra Bulan Purnama Majapahit (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010).

Selain karyanya yang dimuat dalam antologi bersama, Yusri juga menerbitkan bukunya sendiri, berupa novel, kumpulan esai, kumpulan puisi, dan kumpulan cerpen. Buku-buku tersebut antara lain Jalan Kritik Sastra: Aplikasi Teori Poskolonial hingga Ekokritik (Kritik Sastra, Februari 2020), Tamu Kota Seoul (Novel, Desember 2019), Kepada Kamu yang Ditunggu Salju (Sehimpunan Puisi, Maret, 2017), Sastra yang Melintasi Batas dan Identitas (Sehimpunan Esai, April, 2017), dan Surat dari Praha (Kumpulan Cerpen, Februari, 2012) yang sempat terseret kontroversi.

Sepanjang karirnya di dunia sastra, tulisan-tulisan Yusri berhasil mejeng sebagai pemenang di berbagai perlombaan. Karya kritik sastranya yang berjudul “Wisata Bersama Amba: Jejak Tapol, Potensi Alam dan Budaya Pulau Buru” keluar sebagai Pemenang I Lomba Kritik Sastra HISKI dan Balai Bahasa Bali tahun 2020. Karyanya yang berjudul “Sastra yang Melintasi Batas dan Identitas” berhasil meraih predikat sebagai Kritik Sastra Terbaik Anugerah Sutasoma Balai Bahasa Jawa Timur, tahun 2017. Karya kritik sastra lainnya yang berjudul“Tragedi Lumpur Lapindo”: Penderitaan Manusia dan Kerusakan Alam dalam Puisi-Puisi Tanggulendut Karya F Azis Manna” berhasil ke luar sebagai juara 2 Lomba Kritik Sastra, Anugerah Sastra dan Seni UGM 2017. Pada tahun 2022 lalu ia juga mendapatkan juara 3 sayembara penulisan kritik sastra yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dengan judul tulisan “Chairil Anwar Tak Pedulikan Alam?”.

Selain karya kritik sastra, beberapa karya esainya juga berhasil meyabet penghargaan, antara lain pemenang ke-2 Lomba Esai Sastra “Penularan Jassin” yang diadakan Majalah BASIS dan Bilik Literasi Solo, 2017 dengan esai berjudul “Makanan, Relasi Sosial dan Identitas: Menikmati Puisi-Puisi dalam Dapur Ajaib Karya Alfian Dippahatang” dan pemenang Unggulan Lomba Esai Sastra “Penularan Jassin” yang diadakan Majalah BASIS dan Bilik Literasi Solo, 2017 dengan esai bertajuk “Indonesia di Mata Orang-Orang Belanda di Era Kolonial: Menyingkap Sejarah dalam Kumcer Semua untuk Hindia karya Iksaka Banu”.

Karya prosa dan puisi milik Yusri Fajar pun ikut andil meraih penghargaan untuknya. Cerpennya “Kota tanpa Bunga” terpilih sebagai cerpen terbaik bersama 9 cerpen Penulis lainnya dalam temu Sastrawan MPU DKI Jakarta 2014. Selain itu, Yusri juga pernah ke luar sebagai pemenang Harapan Lomba Cipta Puisi Dewan Kesenian Malang 2003, pemenang Ke-2 Lomba Cipta Puisi yang diadakan Harian Suara Indonesia, tahun 1998 di Surabaya dan pemenang utama lomba baca puisi Dewan Kesenian Malang 2003.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here