Arifin C. Noer
Arifin C. Noer

Arifin C. Noer , seorang sutradara, dramawan, dan penulis skenario asal Indonesia, dikenal sebagai salah satu seniman paling berpengaruh di dunia teater dan sinematografi Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga mendapatkan penghargaan internasional. Salah satu filmnya yang paling kontroversial dan terkenal adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984), sebuah film yang diwajibkan oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar setiap tahun pada 30 September untuk memperingati peristiwa Gerakan 30 September 1965. Fakta menarik ini menyoroti salah satu momen penting dalam karier Arifin C. Noer, dan bagaimana karyanya mampu memengaruhi masyarakat Indonesia.

Masa Kecil dan Pendidikan

Arifin Chairin Noer, yang lebih dikenal sebagai Arifin C. Noer, lahir di Cirebon, Jawa Barat pada 10 Maret 1941. Ia adalah anak kedua dari delapan bersaudara dalam keluarga sederhana. Ayahnya, Mohammad Adnan, adalah seorang penjagal kambing yang juga ahli dalam memasak daging kambing menjadi sate dan gulai. Meskipun berasal dari keluarga yang sederhana, Arifin tidak terhambat dalam pendidikannya. Ia memulai pendidikan formalnya di SD Taman Siswa dan SMP Muhammadiyah di Cirebon sebelum melanjutkan ke SMA Negeri di Cirebon.

Namun, Arifin  C. Noer tidak menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri. Ia memilih untuk melanjutkan perjalanan hidupnya ke Surakarta dan masuk ke SMA Jurnalistik. Di kota Solo inilah, Arifin mulai terjun ke dunia kesenian, terutama teater dan penulisan. Ia beruntung dapat berkenalan dengan seniman-seniman besar Indonesia seperti Sapardi Djoko Damono, Dedy Sutomo, dan W.S. Rendra. Setelah lulus dari SMA Jurnalistik, Arifin melanjutkan studi ke Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Tjokroaminoto, Surakarta.

Awal Karier di Dunia Teater

Kiprah Arifin di dunia teater dimulai ketika ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra di Surakarta. Dalam kelompok ini, Arifin C. Noer tidak hanya berperan sebagai aktor, tetapi juga menulis dan menyutradarai lakon-lakon teaternya sendiri. Beberapa karya awalnya yang terkenal antara lain Kapai-Kapai (1970), Tengul (1973), dan Umang-Umang (1976). Lakon-lakon ini memperlihatkan kecerdasan Arifin dalam menyampaikan isu-isu sosial, politik, dan religius melalui bahasa teater yang unik dan penuh makna.

Pada tahun 1968, Arifin C. Noer pindah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil, yang kemudian menjadi laboratorium seni tempat ia mengembangkan berbagai eksperimen kesenian. Teater Kecil menjadi wadah kreatifitasnya dan salah satu kelompok teater yang paling dikenal di Indonesia. Di sinilah, karya-karya teaternya seperti Sandek Pemuda Pekerja dan Sumur Tanpa Dasar mendapatkan perhatian nasional dan internasional.

Pindah ke Dunia Film

Tidak puas hanya berkarya di panggung teater, Arifin C. Noer merambah ke dunia film. Debut filmnya sebagai penulis skenario adalah melalui film Pemberang pada tahun 1972, yang membuatnya memenangkan penghargaan skenario terbaik di Festival Film Asia. Arifin mulai aktif di dunia film pada tahun 1976 ketika Wim Umboh mengajaknya bekerja untuk film Kugapai Cintamu. Film ini menjadi tonggak awal karier Arifin di dunia sinematografi, dan setelahnya ia terus berkarya dengan menulis dan menyutradarai berbagai film layar lebar.

Film perdana yang ia sutradarai adalah Suci Sang Primadona (1977). Film ini sukses besar dan membuat aktris Joice Erna memenangkan Piala Citra sebagai Aktris Terbaik dalam Festival Film Indonesia 1978. Arifin juga dikenal sebagai sutradara film Serangan Fajar (1981), yang menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Namun, film yang paling kontroversial dan menjadi ikon dari karier sinematografinya adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film ini diproduksi oleh pemerintah Orde Baru dan wajib diputar setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Penghargaan dan Pengakuan

Arifin C. Noer merupakan salah satu seniman yang paling dihargai di Indonesia. Selain berbagai penghargaan yang ia dapatkan di bidang sinematografi, ia juga menerima Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1972 atas jasanya dalam mengembangkan seni teater di Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga mendapatkan penghargaan internasional. Drama Kapai-Kapai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dengan judul Moths dan dipentaskan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Belgia, dan Australia.

Selain itu, pada tahun 1990, Arifin menerima Hadiah Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atas drama Sumur Tanpa Dasar. Penghargaan ini mengantarkannya untuk menerima Sea Write Award dari Putra Mahkota Kerajaan Thailand. Karyanya yang religius, humanis, dan absurd menjadikan Arifin sebagai salah satu seniman paling berpengaruh di Indonesia.

Akhir Kehidupan

Sayangnya, di puncak kariernya, Arifin harus berjuang melawan penyakit kanker hati. Setelah menjalani operasi di Singapura, Arifin dirawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, pada 23 Mei 1995. Lima hari kemudian, pada 28 Mei 1995, Arifin C. Noer meninggal dunia, meninggalkan warisan seni yang luar biasa untuk Indonesia. Karya-karyanya di bidang teater dan film terus dikenang sebagai salah satu sumbangsih terbesar dalam perkembangan seni di Indonesia.

Warisan Arifin C. Noer dalam dunia kesenian Indonesia tetap hidup hingga kini. Lakon-lakon teaternya terus dipentaskan, dan film-filmnya menjadi bagian penting dari sejarah sinematografi Indonesia. Semangat dan dedikasinya dalam mengembangkan seni menjadikan Arifin sebagai ikon yang tak tergantikan dalam panggung seni Indonesia.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here