Apa yang paling mungkin dilakukan seseorang saat ia mengalami situasi terjepit, mempertaruhkan nyawanya sendiri, serta disergap kenangan secara bersamaan? Gentur menghadapinya dengan rileks, tak pernah melepaskan senyum dari mulutnya.
Bahkan, Gentur tak lagi mendapati dirinya di sana, jiwanya sudah entah di mana, hanya tubuhnya yang tertinggal. Suasana demikian dialami Gentur saat ia hendak dieksekusi oleh enam orang di tempat gelap dekat pantai.
Novel Jalan Lain ke Tulehu dibangun dengan premis dasar bahwa hidup tidak bergerak dari waktu ke waktu, tetapi bergerak dari satu suasana ke suasana lain. Premis itu mengandung satu hal yang teramat jarang dipersoalkan oleh kebanyakan dari kita.
Bahwa roda tak mesti berputar, sah-sah saja menjalani hidup di luar sesuatu yang ajeg. Keajegan dengan intensitas tertentu mendekatkan seseorang pada situasi alpa, kondisi menyebalkan saat seseorang tak mampu berdamai dengan kenangan.
Gentur datang ke tengah konflik Maluku sebagai seorang jurnalis dari Jakarta. Novel ini menggunakan dua elemen utama, konflik antaragama dan sepakbola, untuk mengetengahkan ketegangan-ketegangan yang terjadi ketika manusia dihadap-hadapkan dengan ingatan dan kenangan.
Ketegangan-ketegangan itu dihadirkan Zen RS pada aras individu dan kelompok.
Konflik di Maluku yang bermula tahun 1999 diungkapkan dalam novel sebagai konflik yang dipicu salah duanya oleh kekerasan terhadap ingatan dan kenangan bersama. Kekerasan terdahap ingatan dan kenangan bekerja melalui cara berpikir pukul rata, semena-mena.
Cara berpikir itu bergerak dengan cara penyembunyian, penonjolan ingatan-ingatan tertentu, “… konflik berdarah selalu melibatkan ingatan yang disunting, kenangan yang diedit, juga memori yang dihapus,” tulis Zen RS dalam novel.
Konsekuensi logis dari cara berpikir demikian ialah hidup yang serba hitam-putih. Pelangi tak boleh lagi hadir di tengah-tengah kehidupan yang boleh jadi sangat menyenangkan ini.
Konflik di Ambon dan Maluku digerakkan oleh mesin utama berupa agama. Di situ ada asumsi dikotomis yang dibangun melalui pelalaian akan sejarah.
Saat konflik menyeruak, Republik Maluku Selatan (RMS) selalu diidentikkan dengan Belanda dan Kristen. Padahal, rapat pertama RMS diselenggarakan di Tulehu, salah satu negeri Islam terbesar di Maluku, atas izin dan dukungan Bapa Raja Tulehu, Ibrahim Ohorella.
Begitupun dengan Partai Indonesia Merdeka, partai pro-Indonesia di tahun 1946, yang dipimpin oleh dua orang Kristen bernama Pupella dan Reawaru.
Tak semua orang Kristen pro-RMS atau Belanda, dan tak semua muslim sudah pasti pro-Indonesia. Cara berpikir pukul rata sengaja menghapuskan begitu saja keberbagaian fakta sejarah.
Elemen sepakbola dinarasikan sebagai realitas mental, simbolik, kesadaran sejarah orang-orang Tulehu. Jukstaposisi sepakbola mampu memberikan gema secara penuh-seluruh.
Sepakbola dihadirkan untuk melengkapi keutuhan manusia. Elemen itu bisa menjelaskan suasana senang, harapan, kebanggaan, identitas, sekaligus suasana muram, gelisah, sedih, lirih, dan getir.
Di satu persimpangan sepakbola menjadi kegiatan amat menyenangkan bagi orang-orang Tulehu dan Gentur. Saat bermain sepakbola di Lapangan Matawaru, Gentur, Said, dan anak-anak Tulehu sejenak melepaskan semua beban yang sedang meyelimuti mereka.
Mereka hanya bersenang-senang di lapangan sembari bermain bola. Meski sejenak, kesenangan-kesenangan kecil itu yang mampu mengalihkan perhatian mereka terhadap konflik.
Tak lagi diliputi perasaan takut dan cemas. Bahkan boleh dikata mereka sedang menciptakan kenangan akan kesenangan-kesenangan kecil yang, kelak, akan mereka rindukan.
Mereka sedang berusaha bergumul dengan kenangan yang tak bisa dikendalikan. Sering kali kenangan datang semena-mena dipicu oleh hal-hal di sekitar kita. Sekali picu kenangan meletup, maka bermunculan kenangan-kenangan lainnya.
Dari situ bolehlah anggapan bahwa hidup bergerak dari satu suasana ke suasana lain menemukan fondasinya. Ingatan dan kenangan yang datang menyerbu memang memiliki batas agak sumir, tapi hal itu pula yang mampu menjelaskan betapa Gentur terus tersenyum saat menghadapi eksekusinya.
Identitas Buku
Judul : Jalan Lain ke Tulehu: Sepakbola dan Ingatan yang Mengejar
Penulis : Zen RS
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Mei 2014
Tebal hal : viii + 304 hal