WS Rendra
WS Rendra

WS Rendra, yang dikenal dengan julukan “Si Burung Merak,” adalah salah satu sastrawan dan dramawan terbesar Indonesia. Julukan ini ia dapatkan karena setiap penampilannya selalu memikat, penuh dengan pesona seperti seekor merak. Selain dikenal di Indonesia, karya-karya Rendra juga diakui di luar negeri, dengan banyak yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, hingga India.

Kehidupan Awal dan Latar Belakang

WS Rendra lahir dengan nama lengkap Willibrordus Surendra Broto di Surakarta, Jawa Tengah, pada 7 November 1935. Dia adalah putra dari Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo, seorang guru Bahasa Indonesia dan Jawa, sekaligus dramawan tradisional di Solo. Ibunya, Raden Ayu Catharina Ismadillah, adalah seorang penari serimpi di Keraton Surakarta. Dari keluarga yang kental dengan seni dan budaya, tak heran jika sejak kecil Rendra sudah menunjukkan minat dan bakat besar dalam dunia sastra dan seni pertunjukan.

Pendidikan dan Awal Karier

WS Rendra memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 1942. Ia kemudian melanjutkan sekolah dasar (SD), menengah pertama (SMP), hingga menamatkan pendidikan menengah atas (SMA) di sebuah sekolah Katolik di Solo pada tahun 1952. Setelah lulus SMA, Rendra sempat berencana melanjutkan pendidikan di Akademi Luar Negeri di Jakarta, namun sayangnya akademi tersebut telah ditutup. Tidak putus asa, ia kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Meskipun tidak menyelesaikan kuliahnya hingga gelar sarjana, Rendra terus memperkaya ilmunya di bidang sastra dan drama.

Tahun 1954 menjadi titik penting dalam karier Rendra. Ia mendapatkan beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan tari di Amerika Serikat. Selain itu, WS Rendra juga diundang menghadiri seminar sastra di Universitas Harvard, yang memberinya wawasan mendalam tentang dunia sastra di Amerika.

Karier di Dunia Sastra dan Teater

Rendra sudah mulai menulis sejak di bangku SMP. Saat itu, ia sudah aktif menulis puisi, cerita pendek, dan naskah drama untuk kegiatan sekolah. Namun, debut besar WS Rendra di dunia sastra terjadi pada tahun 1952 ketika puisinya pertama kali diterbitkan di majalah Siasat. Sepanjang tahun 1950-an hingga 1960-an, karyanya banyak dimuat di berbagai majalah seperti Kisah, Seni, Basis, dan Horison. Beberapa kumpulan puisi terbesarnya antara lain Balada Orang-Orang Tercinta (1957), Blues untuk Bonnie (1971), dan Nyanyian Orang Urakan (1985).

Selain berpuisi, WS Rendra juga dikenal sebagai penulis drama yang produktif. Pada tahun 1954, naskah dramanya yang berjudul Orang-Orang di Tikungan Jalan memenangkan lomba penulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Mastodon dan Burung Kondor (1972), Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), dan Panembahan Reso (1986). Rendra juga terkenal dengan teater eksperimentalnya yang disebut Teater Mini Kata, di mana pementasan lebih mengutamakan gerak dan musik daripada dialog.

Pendiri Bengkel Teater dan Pengaruhnya di Dunia Teater

Pada tahun 1967, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta, sebuah kelompok teater yang kemudian menjadi sangat terkenal di Indonesia. Melalui Bengkel Teater, WS Rendra melahirkan banyak seniman besar seperti Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, dan Adi Kurdi. Bengkel Teater menjadi tempat berkumpulnya seniman-seniman muda yang tertarik pada seni pertunjukan dan eksplorasi teater modern.

Namun, perjalanan WS Rendra di dunia teater tidak selalu mulus. Tekanan politik pada tahun 1985 menyebabkan Bengkel Teater harus dipindahkan ke Depok. Kendati demikian, semangat Rendra untuk terus berkarya tidak surut. Meskipun beberapa kali dihadapkan pada sensor pemerintah, Rendra tetap konsisten menyuarakan kritik sosial melalui pementasan dramanya.

Perjuangan dan Rintangan dalam Berkarya

WS Rendra adalah seniman yang tidak hanya berkutat pada estetika seni, tetapi juga kerap menyuarakan kritik terhadap ketidakadilan sosial dan politik. Karena karya-karyanya yang berani, Rendra pernah ditahan selama 9 bulan tanpa diadili di Pusat Penahanan Polisi Militer Guntur. Setelah bebas, ia dilarang menggelar pementasan hingga tahun 1986.

Penghargaan dan Pengakuan Internasional

Sebagai seorang seniman, WS Rendra telah meraih banyak penghargaan bergengsi. Di antaranya adalah Hadiah Sastra Nasional BMKN tahun 1957, Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1970, dan SEA Write Award pada tahun 1996. Selain itu, ia juga kerap diundang untuk tampil di berbagai festival puisi internasional, seperti Festival Puisi Internasional Rotterdam (1971) dan Festival Dunia Puisi Vagarth di Bhopal (1989).

Warisan dan Pengaruh WS Rendra

Hingga akhir hayatnya pada 6 Agustus 2009, Rendra tetap dikenang sebagai salah satu ikon sastra dan teater Indonesia. Karya-karyanya yang penuh dengan kritik sosial, serta kemampuan pementasannya yang memikat, membuatnya tetap relevan di dunia seni hingga kini. Tidak hanya itu, banyak karya-karyanya yang menjadi inspirasi bagi generasi muda, baik di Indonesia maupun di dunia internasional.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here