ilustrasi: Pengawasan media sosial
Kominfo Menerabas Privasi, Netizen Bereaksi

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat. Hal itu karena kebijakan Kominfo yang mengancam akan memblokir aplikasi yang tidak mendaftarkan dirinya di PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) Indonesia. Sontak kabar itu pun berjibun respon netizen. Sebab ruang gerak para netizen diganggu. Tak pelak langsung menjadi trending di media massa maupun media sosial.

Para netizen Indonesia yang sat set sat set wet wet langsung mengkritisi kebijakan Kominfo dengan beragam perspektif, dari nilai agama, hukum hingga dari sudut pandang guyon. Begitulah situasi dunia maya kita hari ini. Bagai pedang bermata dua, Medsos bisa mempermudah komunikasi sekaligus juga mewadahi pertikaian online. Tentu menghadapi fenomena ini kita perlu bertindak arif dan bijaksana, termasuk dalam merespon kebijakan Kominfo.

Salah satu aplikasi yang terancam diblokir adalah Whatsaap. Seperti kita ketahui, selama ini Whatsaap menjadi wadah komunikasi online masyarakat banyak. Bisa dibayangkan jika jadi diblokir?? Tentunya ini merupakan kabar buruk  bagi yang punya gebetan, sebab tak bisa mengabari pasangan setiap waktu bahkan setiap detiknya. Mulai dari pertanyaan sudah makan apa belum hingga pertanyaan nanti malam mau ke mana ya jadi terhambat. Namun berbanding terbalik barangkali, pemblokiran Whatsapp ini jadi sebuah anugerah bagi mereka yang Whatsapp-nya sepi notifikkasi pesan masuk. Hehe.. kasian deh lu..!!! Tapi santai kita senasib kok hahaha

Lebih dari soal hubungan sepasang kekasih, kebijakan Kominfo tersebut juga harus dilihat sebagai upaya pembatasan ruang ekspresi publik. Dari rentetan kehebohan itu, terbaru ada hal sepertinya yang lagi hangat-hangat juga mengenai data privasi pengguna aplikasi. Mengingat Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, dalam Pasal 9, 14 dan 36 disebut bisa membongkar sampai melihat isi pesan Whatsapp seseorang, meski  dengan dalih keperluan penyelidikan. Tentunya ini menjadi warning bagi penggunanya. Terlebih kecenderungan penggunaan whatsapp di Indonesia tak hanya menggunakan platfoam tersebut sebagai media komunikasi, akan tetapi juga sebagai tempat berbagi foto, video bahkan juga sebagai wadah berbagi tautan link 19 detik. Bicara bahaya, tentunya ini sangat berbahaya, karena pemerintah dapat mendeteksi dan mengetahui secara gamblang pergerakan isi konten pengguna applikasi tersebut.

Ancaman Bagi Gerakan Sosial

Masa kini tak dapat dipungkiri, bahwasanya media sosial memiliki peranan penting dalam salah satu unsur Gerakan sosial. Dimana  Salah duanya sebagai media agitasi dan propaganda baik bersifat seruan maupun edukasi. Sebab, dengan melalui media sosial ini, sebuah informasi akan sangat cepat tersampaikan pada khalayak umum. Ditambah sangat efisien dari segi biayanya (alias gratis) sehingga sangat cocok untuk digunakan semua kalangan. Namun  bisa dibayangkan (Tapi ingat: jangan membayangan yang tidak-tidak) belum ada ramai-ramainya aturan tersebut saja, banyak akun media sosial organisasi maupun akun media sosial pribadi para pegiat Gerakan Sosial yang di take down, ntah siapa yang melakukan hal itu dan untuk apa hal itu dilakukan, tentunya kalian semua tidak bisa menjawabnya apalagi saya (Penulis). Wajar sih sebab kita bukan orang-orang yang bisa dan kuat untuk melakukan itu! (apa daya tangan tak sampai memeluk semeru)

Namun menariknya media sosial yang semestinya sebagai media kebebasan baik berisi curhat, canda tawa, berbagi link, hingga yang paling esktream ialah mengekspresikan kesedihan. Kini kebebasan itu sedikit banyak mulai di tata sedini mungkin. Belum lagi jika dikaitakan dengan UU ITE, huh rasa-rasanya negari api akan datang kembali. Tapi tenang, tetap sabar dan berbesar hati barangkali jika teman-teman punya keluh kesah silahkan dijadikan sebuah narasi dalam bentuk tulisan, semilir.co siap memberikan ruang untuk kalian berbagi keluh kesah dan membagikannya ke ranah publik.

Apakah Aturan Tersebut Sudah Tepat?

Tepat dan tidaknya aturan tersebut sudah barang tentu tergantung pada subjektivitas masing-masing. Banyak pula yang menyetujui aturan itu dan tak sedikit pula yang tidak menyetujuinya. Tapi poinnya, semoga kita semua berada di dua pilihan itu, baik tidak setuju maupun setuju, sehingga kita berada di jalur komitmen dengan tidak berada dijalur tengah, karena bermain dua kaki itu seolah menjadi menjadi insan yang tidak mempunyai arah yang jelas. hehe..

Kembali ke laptop, jika memang akses pengawasan dan monitoring berkenaan ruang privat penggunaan sosial digunakan untuk kepentingan hukum, saya kira semua pihak mengamini hal itu. Akan tetapi tentunya ada dasar rujukan yang jelas, misalnya ada putusan/atau izin dari pengadilan. Namun berbeda hal jika pengawasan itu dilakukan tanpa seijin pengadilan, atau dengan kata lain pemerintah tanpa harus mendapat izin dari pengadilan terlebih dahulu dapat  mengawasi ruang privat media sosial seseorang. Tentunya ini, yang sangat tidak dikehendaki pengguna media sosial. Karena cenderung membatasi ruang gerak untuk bebas berekspresi. mengapa demikian karena ruang lingkup privasinya dapat di awasi oleh orang lain. Lalu bagaimana tanggapan anda?

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here