Haruki Murakami

Orang Pertama Tunggal merupakan karya mutakhir penulis asal Jepang, Haruki Murakami, yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku dengan delapan cerita pendek ini akan membuat pembaca menggelengkan kepala atas imajinasi Murakami. Secara keseluruhan, cerpen-cerpen di dalamnya menggunakan sudut pandang orang pertama. Tema-tema yang diangkat seputar identitas, eksistensi, dan memori. Gaya tutur detail membuat cerpen-cerpen di dalamnya terasa lambat. 

Penggunaan sudut pandang narator tunggal menjadi benang merah yang mengarah kepada memoar Murakami sendiri. Teknik tersebut merupakan bentuk permainan penulis. Murakami secara implisit mengundang pembaca turut berpartisipasi dalam cerita. Buku ini terdiri atas cerpen “Di Bantal Batu”, “Krim”, “Charlie Parker Berperan sebagai Bossa Nova”, “With The Beatles”, “Kumpulan Puisi Yakult Swallows”, “Carnaval”, “Pengakuan Monyet Shinagawa”, dan “Orang Pertama Tunggal”.

“Krim” merupakan kisah realisme magis di mana aku narator tiba-tiba menerima undangan resital piano dari seorang kenalan lamanya. Pada suatu Minggu sore bulan November, ia pergi ke aula resital yang berada di puncak gunung di Kobe. Setibanya di sana ia tidak mendapati adanya resital, bahkan tidak bertemu satu orang pun. Bergegaslah ia dari tempat itu menuju taman kecil di sekitar tersebut. Pada akhirnya ia berjumpa seorang kakek yang memintanya memvisualkan sebuah lingkaran yang memiliki banyak pusat, tetapi tidak memiliki keliling. “Lingkaran yang punya banyak pusat, bukan, kadang pusatnya enggak terhitung, bahkan enggak punya keliling,” tutur sang kakek dengan memperdalam kerut dahinya. “Apa bisa kaubayangkan lingkaran seperti itu?”

Ketakbedayaan aku narator membuatnya merenungkan pertanyaan sang kakek yang kira-kira berusia 60-an. Saat aku narator hendak menyapa sang kakek, tiba-tiba orang tua itu hilang dari pandangannya. Irasionalitas muncul dalam cerpen ini karena selain pertanyaan sang kakek tidak terjawab, kemunculan dan hilangnya tidak dapat dijangkau nalar. 

Dalam “With The Beatles“, aku narator mengisahkan bagaimana seorang gadis cantik yang dijumpainya sekali di lorong sekolah menengahnya pada tahun 1964 menggengam album Eponymous.  Kemudian ia bertemu gadis yang menjadi pacar pertamanya itu setahun kemudian. Akan tetapi, akhirnya ia putus cinta. Bertahun-tahun kemudian tokoh aku bertemu dengan kakak laki-laki mantan pacarnya. Si kakak menceritakan nasib sang mantan kekasih.

Gadis itu bernama Sayoko. Ia mati bunuh diri dan meninggalkan dua anak yang masih kecil. Tidak ada kepastian apa penyebab Sayoko bunuh diri. “Sampai sekarang nggak ada yang tahu alasannya. Saat itu pun kelihatannya ia nggak terganggu oleh sesuatu, nggak depresi atau apa pun semacamnya. Nggak ada masalah kesehatan, hubungan dengan suaminya pun sepertinya nggak buruk, ia juga menyayangi anak-anaknya.”

Penggunaan plot kilas balik dan latar SMA di gunung Kobe pada “With The Beatles” bisa jadi berangkat dari pengalaman pribadi penulis. Dari beberapa sumber juga disebutkan bahwa Murakami tidak hanya menulis. Ia juga berprofesi mengelola sebuah klub jazz kecil di Tokyo. Agaknya, itu pula yang mungkin menjadi sebab lahirnya cerpen “With The Beatles”. 

Adapun “Pengakuan Monyet Shinagawa” merupakan karya menonjol yang menarik pembaca dengan belokan surealis, mengaburkan batas mimpi dan kenyataan. Narator mengenang lima tahun sebelumnya, ketika ia berjumpa dengan sosok monyet tua yang tinggal di penginapan bergaya Jepang di kota pemandian air panas Prefektur Gunma. Monyet yang dapat berbicara itu bekerja di penginapan bobrok, menggosok punggung para tamu. Selain melayani tamu, monyet itu juga penikmat bir dan musik Bruckner. Suatu ketika si narator mengundang monyet itu ke kamarnya, tempat monyet memulai pengakuannya. Monyet itu berkata bahwa ia dibesarkan oleh seorang professor perguruan tinggi di Shinagawa. 

Setelah lama berbincang-bincang, akhirnya si monyet juga mengakui bahwa namanya mencuri dari wanita yang ia sukai.“Mungkin bapak tidak percaya,” kata si monyet. “Tepatnya saya kira mungkin bapak takkan percaya, tapi saya mulai mencuri nama wanita yang saya cintai …. Ya. Saya tidak tahu kenapa, tapi sepertinya saya memiliki kemampuan pembawaan untuk itu. Kalau saya ingin, saya bisa mencuri nama seseorang dan menguasainya.”

Sementara itu, cerpen terkahir, “Orang Pertama Tunggal” menjadi gong kumpulan cerita ini. Cerpen tersebut menarik pembaca untuk masuk ke dalam situasi psikis aku narator.“Saya hampir tak pernah memakai jas, hanya untuk melihat tampilannya.” Pada suatu malam musim semi, meskipun merasa agak tidak nyaman, seolah-olah “di suatu tempat saya telah mengambil jalan yang salah dalam hidup”, ia memutuskan berjalan-jalan dengan jas dan dasi yang rapi. Ia berhenti minum koktail, tetapi merasa terganggu karena sebuah pantulan di cermin belakang bar. Ia “tampak seperti orang asing” dan karena itu membuatnya merasa seperti “orang pertama tunggal.” 

Cerpen terakhir Orang Pertama Tunggal menggemakan kisah seseorang yang mengalami kesendirian. Konflik sosial membuat dirinya terasingkan. Perselisihannya dengan seorang wanita yang ingin berkelahi semakin meningkatkan rasa keterasingannya.  

Penggunaan tokoh aku narator di semua cerpen membuat kita curiga. Apakah kumpulan cerpen tersebut hanya diperankan satu tokoh yang sama? Penulisnya sendiri? Sebab tokoh aku dalam cerpen-cerpen tersebut merupakan laki-laki paruh baya penggemar jazz dan bisbol  yang juga digemari Murakami.

Penggunaan bahasa yang ringan membuat cerpen-cerpen Orang Pertama Tunggal mudah dinikmati. Namun, potensi rasa jenuh pembaca bisa muncul karena alurnya yang bertele-tele.


orang pertama tunggalJudul : Orang Pertama Tunggal

Penulis : Haruki Murakami

Penerjemah : Ribeka Ota

Penerbit : Kepustakaan popular Gramedia

Tahun : Maret, 2023

Tebal : v + 180 halaman

ISBN : 978-602-481-990-3

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here