Filsafat Epistomologi Islam
Filsafat Epistomologi Islam

Kelas filsafat pada hari Sabtu 28 September 2024 yang berada Togamas Dieng setiap hari sabtu sukses dilaksanakan pada hari keempat di mana tema pada kelas filsafat Akademi Lektura pada minggu keempat membahas tentang “Epistemologi  Filsafat Islam” yang pandu oleh Fikri Yusfillah dengan pemateri Ach. Khoiron Nafis. Sebelum memasuki topik, beliau sendiri  merupakan seorang penerjemah buku-buku mushaflawat islam selain itu beliau merupakan seorang penulis banyak karya yang sudah dilahirkan dari bapak Ach. Khoiron Nafis diantaranya: Kaidah-Kaidah Ilmu Mantik dan Semesta Hidayah.

Pada pembukaan materi hari Sabtu 28 September 2024 membahas materi point yang sangat penting tentang “Keraguan Soal Pemikiran Tanpa Kita Memahaminya”. Bapak Ach. Khoiron Nafis membuka makna umum surah An-Nahl ayat 78 yang menjadi sebuah pijakan filsof muslim baik yang cllasic atau kontemporer untuk menjelaskan epistomologi  dalam pandangan islam. Dalam surah (QS. An-Nahl ayat 78) yang memiliki arti: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Pada ayat ini sering dikutip oleh filosof untuk menjelaskan tentang epistomologi.

Dalam hal ini secara umum beliau menyatakan bahwasanya para filsuf muslim ada yang tidak sepakat bahwa untuk menerima pengetahuan bawaan memang pengetahuan bawaan memang memiliki problem jadi para-para filsuf ini dan ayat ini menyatakan bahwasanya “Manusia itu lahir itu tidak tahu apapun” maka hal ini ada pengetahuan dalam pemikirannya hal tersebut bukan pengetahuan baru tetapi pengetahuan bawaan. namun beliau menyatakan bahwasanya dalam sebagian pendapat ini tolak sebagian kalangan filsuf dengan menyatakan di dalam al-quran manusia itu sepenuhnya dikendalikan oleh kita sebagai anggota tubuh tetapi memang ada fitrah yang Tuhan titipkan kedalam diri manusia hal itulah yang menjadi dasar bahwa manusia punya kemampuan bawaan di antaranya kemampuan bawaan untuk mengenal hakikat atau eksistensi iman yang dimana sesuatu yang sudah include di dalam diri manusia tanpa perlu belajar mereka dapat mengetahuinya akan tetapi bapak Ach. Khoiron Nafis menyatakan tidak sepakat dalam pandangan tersebut dalam hal ini pemateri lebih memilih mayoritas filsuf muslim yang menyatakan bahwa, Manusia itu dasaranya tidak tahu apapun dan dia punya pengetahuan karena ada daya instrumen.

Penegasan posisi awal beliau menyatakan bahwa dalam filsafat islam secara umum dikatakan bahwa “manusia itu tidak tahu apapun” hal ini sangat sepakat dengan pendapat aristoteles yang dimana aristoteles menyatakan terkait epistomologi.

Sebenanrya apa saja pertanyaan dasar dalam epistomologi?

Kalau kita tidak mempunyai pengetahuan apapun?

Dalam kesempatan ini beliau menjawab dari pertanyaan tersebut beliau menegaskan bahwasanya beliau menyatakan tidak lain dan tidak bukan dalam hal ini karena Tuhan menciptakan indra eksternal dan indra internal ke dalam diri manusia karena Tuhan menciptakan panca indra lebih dari lima. Karena panca indra dalam pernyataan beliau menyatakan bahwasanya sebenarnya pemandangan yang belum sempat diverifikasi oleh sains jadi dalam pandangan Aristoteles yang juga menyatakan sejalan dengan pernyataan beliau bahwasanya manusia itu  hanya memiliki lima panca indra secara umum untuk secara eksternal aristoteles menyatakan bahwa indra mata kemudian ada berupa telinga sebagai pendengaran, penciuman seperti hidung, kemudian lidah sebagai pengecap,  kemudian tangan sebagai peraba.

Lantas dari mana kita bisa mengetahui sesuatu?

Padahal dalam ada hal ini hal-hal yang sebenarnya kita ketahui bersama itu tidak berasal dari panca indra misalnya saat kita mengetahui berat satu benda, mengetahui berat satu benda tidak di peroleh berdasarkan panca indra ala aristoteles. misalkan salah satu buku berat 1/2 kilogram itu sebenanrya kalau kita merenungi dari mana kita tahu beratnya buku tersebut lebih berat daripada bulpoint, tidak memahami panca indra jika tidak mungkin dengan penglihatan kita bisa mengetahui melalui pendengaran, tidak mungkin dengan pengecap dan seterusnya alhasil ada indra lain dalam hal ini sebagai otot misalnya. begitu juga dengan sensitivitas di masalah ini sebenarnya tidak sama dengan kulit, sisi sensitivitas kulit itu tidak sama dengan telapak tangan sebagai hal digunakan sebagai peraba. Karena kalau indra peraba berupa telapak tangan karena tangan lebih sensitif terhadap tekstur seperti kasar bagian lain lembut di banding dengan punggung tangan akan tetapi kekencengan kulit justru terhadap suhu panas dan suhu dingin hal itu justru lebih peka terpada telapak tangan, jadi telapak tangan ini justru terlalu peka untuk rasa.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahawasannya epistomologi islam  mengakui bahwa manusia dilahirkan tanpa pengetahuan dan memperoleh pengetahuan melalui instrumen yang diberikan oleh Tuhan, seperti panca indra dan akal. Meskipun ada perbedaan pandangan di antara para filsuf Muslim mengenai pengetahuan bawaan, mayoritas sepakat bahwa manusia pada dasarnya tidak tahu apapun dan memperoleh pengetahuan melalui proses belajar dan pengalaman. Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Aristoteles yang menekankan pentingnya dunia nyata dan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here