Malang, 19 Juli 2024 – Dalam rangkaian roadshow Festival Literasi, salah satu kegiatan yang menyita perhatian adalah orasi pendidikan yang membahas isu komersialisasi pendidikan dan akses menuju pendidikan gratis. Kegiatan ini dipandu langsung oleh Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., yang telah dikenal luas di dunia pendidikan.
Sebagai seorang profesor dengan pengalaman selama 15 tahun, Prof. Dr. Djoko Saryono tidak asing dengan tantangan yang dihadapi dalam pendidikan. Dalam orasinya, beliau mengajak peserta untuk merenungkan berbagai aspek penting terkait komersialisasi pendidikan dan akses pendidikan gratis.
Prof. Djoko mengungkapkan, “Apakah kita akan terus berbicara tema ini? Tema ini bagi teman-teman semua, baik media, aktivis, atau kelompok-kelompok kritis di Indonesia, sudah bagaikan serigala melolong di padang sabana pada malam hari. Setiap tahun lolongan tentang biaya pendidikan yang mahal, biaya pendidikan yang tidak terjangkau, dan komersialisasi terus bergema.”
Beliau juga mengkritik janji politik populisme masa setelah Reformasi yang menyatakan pendidikan gratis, yang ternyata tidak didukung oleh hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. “Dalam hak-hak ekonomi dan sosial budaya, tidak ada jaminan bahwa pendidikan tinggi itu gratis,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, Prof. Djoko juga mempertanyakan prioritas antara ekonomi dan pendidikan, “Apakah lebih penting ekonomi dulu baru pendidikan, atau pendidikan dulu baru ekonomi?” Menurutnya, ekonomi harus diprioritaskan terlebih dahulu sebelum pendidikan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan. Pendidikan yang baik akan berdampak positif pada ekonomi dan keuangan.
Beliau menambahkan bahwa ada dua pandangan umum mengenai pendidikan di dunia, yaitu pendidikan sebagai penentu utama perkembangan bangsa dan sebagai kebutuhan wajib. “Apakah pendidikan kita sekarang dipandang sebagai dewa, sebagai pusaran yang akan menekankan segalanya?” tanya Prof. Djoko.
Beliau mengamati bahwa saat ini kita berada pada fase masifikasi, di mana pendidikan semakin menjadi barang dagangan. “Dulu orang sekolah untuk mencari ilmu, sekarang orang sekolah untuk mendapatkan ijazah demi bekerja. Tujuannya sudah berbeda,” jelasnya.
Orasi ini mengundang refleksi mendalam mengenai bagaimana pendidikan seharusnya diperlakukan dan apa yang perlu diubah untuk memastikan akses pendidikan yang lebih baik di masa depan.