Latar belakang proses perumusan Pancasila merupakan hasil buah pikiran “founding father” dalam menetapkan arah perjuangan bangsa di tengah niat memerdekakan bangsa dari penjajah. Presiden pertama Indonesia Ir Soekarno ialah salah satu sosok di balik terciptanya ideologi negara bernama Pancasila.
1 juni 1945 merupakan hari lahir Pancasila yang titandai dengan pidato Bung Karno dalam rapat besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Hal yang menjadi menarik dari adanya pengesahan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah proses kontemplasi sang proklamator yang diasingkan belanda ke kota Ende, Flores, Nusa Tenggara timur (NTT).
Kota Ende didaulat menjadi kota rahim dari lima butir Pancasila. Tentu saja buah pemikiran Bung Karno akan Pancasila tidak muncul secara tiba-tiba. Pancasila hadir sebagai hasil dari proses perenungan diri selama empat tahun diasingkan.
Dikutip dari buku Bung Karno dan Pancasila: Ilham dari Flores untuk Nusantara, Soekarno jadi lebih banyak berpikir daripada sebelumnya. Dia mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam, hingga belajar pluralisme dengan bergaul bersama pastor di Ende. Selain itu, Soekarno juga berkebun dan membaca. Dia juga mulai melukis dan menulis naskah pementasan drama.
Di sekitar lokasi pengasingannya, terdapat sebuah taman. Dalam biografi yang ditulis Cindy Adam (Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia), “Di Pulau Flores yang sepi, di mana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku. merenungkan ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
Bung Karno menilai dirinya bukanlah menciptakan Pancasila, melainkan hanya sekadar lebih jauh ke dalam bumi Indonesia. Ia menyelami perih tradisi-tradisi yang ada di negeri seribu pulau ini. Dari pergumulannya, Soekarno menemukan lima mutiara indah yang dikenal dengan Pancasila.
Di sisi lain, Soekarno menggambarkan pohon sukun yang rindang di Pulau Ende sebagai favoritnya. Tempat itu dijadikan Soekarno sebagai tempat untuk melakukan perenungan.
Bahkan ketika sakit, ia masih datang ke pohon tersebut. Dirinya duduk berjam-jam memandangi pemandangan laut. Orator terbaik Indonesia menatap lautan dengan ombak besar yang berirama di tepi pantai.
Pria yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia itu tak henti-hentinya memikirkan bagaimana laut tidak bisa diam. Ada pasang surutnya, tapi ombaknya bergulung selamanya.
Saat ini, taman tersebut dikenal dengan nama Taman Refleksi Bung Karno atau sering disebut sebagai Taman Refleksi Pancasila. Lokasinya di Desa Lima Rukun.
Di taman, ada patung Soekarno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil memandang ke laut. Pohon sukun di Taman Refleksi Bung Karno disebut Pohon Pancasila.
Pohon yang ada saat ini merupakan pohon yang ditanam pada tahun 1981, karena pohon aslinya sudah tumbang sejak tahun 1960. Kini, kawasan Taman Refleksi Soekarno digunakan untuk kegiatan kreasi seni dan budaya, serta pariwisata bagi masyarakat setempat.
Meneguhkan Komitmen Bernegara
Pancasila adalah kemewahan ideologis dan kemajuan negara yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Oleh karena itu, Pancasila harus manunggal dan mewujud dalam setiap ruh warga negara Indonesia.
Tidak harus saling menunggu, tiap kelompok bangsa memiliki obligasi moral untuk mengkonversi nilai-nilai Pancasila yang telah kita sepakati menjadi wujud nyata dalam perilaku bernegara.
77 tahun sudah Pancasila lahir, yang kemudian menjadi cikal bakal peringatan hari lahir pancasila untuk mengabadikan ideologi. Lintasan sejarah berbangsa kita cukup kiranya membumikan Pancasila sebagai ideologi yang berisi nilai dan gagasan yang adiluhung sebagai guide bagi bangsa ini dalam merajut tenun kebangsaan yang guyup, harmonis, damai, dan toleran.
Sampai detik ini, kapal yang Bernama Indonesia tetap kokoh berlayar mengarungi samudera, bernama nusantara. Dalam cakupan domestik, reformasi 1998 telah membuka gerbang baru dalam arah perjalanan republik ini. Banyak perubahan mendasar setelah reformasi, utamanya dalam kehidupan berdemokrasi.
Di antara cirinya adalah kebebasan warga negara dalam menyalurkan pendapat dan aspirasi, pemilu yang lebih demokratis, serta adanya check and balances kepada penguasa. Namun, harus kita maklumi juga adanya ekses-ekses negatif pasca reformasi yang berpangkal pada penyalahgunaan kebebasan dalam iklim demokrasi sehingga mengakibatkan menjauhnya masyarakat dari nilai-nilai luhur Pancasila.
Hari ini masih banyak di antara kita mulai dari pemimpin sampai pada rakyat jelata, yang baru menjadikan Pancasila hanya sebatas lip service di bibir, tetapi belum menjadi roh dan spirit dalam bertindak dan bersikap.
Implementasi nilai-nilai Pancasila baru sebatas etalase naratif dan simbolik, belum dalam implementasi nyata dalam tata sikap. Sudah cukup bagi kita untuk mengembalikan Pancasila sebagai landmark yang berfungsi sebagai way of life bagi segenap warga bangsa. Pancasila tidak boleh di kavling-kavling oleh kelompok tertentu yang seolah-olah sebagai pemilik sahnya.
Untuk menjadi komitmen bangsa bahwa seharusnya menempatkan Pancasila pada sumber nilai (value) dan keutamaan (virtue). Maka dari itu, arah hukum, politik, ekonomi, serta sosial dan budaya kita digali dari nilai-nilai Pancasila. Pancasila adalah sebuah rumusan untuk mengitegrasi faksi-faksi yang berbeda secara ideologis. Pancasila sebagai ideologi yang bersifat moderat, sebuah jalan tengah.
Ibarat pendulum, ayunannya tidak terlalu ke kanan, tidak pula terlampau ke kiri. Ini merupakan konsekuensi logis dari karakter serta kemajemukan elemen negara. Akhir kata, Selamat Hari lahir Pancasila, 1 juni 2022.