Senin, 12 Desember 2022, Japi Panda Abdiel Tambajong menghembuskan nafas terakhirnya. Lelaki yang lebih dikenal dengan nama Remy Sylado tersebut berpulang di kediamannya, pada usia 77 tahun.
Banyak ucapan belasungkawa yang datang dari dunia kesusastraan maupun hiburan. Sebab Remy Sylado adalah orang yang bergiat di kedua lini tersebut. Ia adalah penggagas puisi mbeling, dan sempat bermain dalam beberapa film—bahkan pernah meletakkan namanya ke dalam daftar nominasi Aktor Pendukung Terbaik pada Festival Film Indonesia.
Sebelum menjemput kematiannya, Remy mogok makan. Perutnya bengkak dan ia mengeluh sakit pada setiap bagian tubuhnya. Ia mengerang, melawan remuk sepanjang malam. Sampai saat pagi datang, Emmy sang istri, menghubungi ambulans yang tak kunjung muncul sirinenya—Remy enggan makan. Cuma kopi susu yang dibuatkan istrinya—yang barangkali diteguk Remy. Ketika itu, Remy masih aktif berbicara, meski samar kejelasan ucapannya. Tetapi setelah itu, napasnya menciut. Emmy panik dan sigap menuju letak telepon genggam—meminta pertolongan, menghubungi lagi rumah sakit.
Namun Remy Sylado, pelopor puisi mbeling itu, telah sempurna diam dan terpejam, tubuhnya terbujur entah lemas entah kaku. Sementara Emmy, istri tercintanya, seakan merasa semuanya telah terlambat. Ia melingkarkan lengannya di tubuh Remy, yang dingin, yang tak bernyawa, sambil menangis.
Remy Sylado mendapati serangan stroke ketika pada Oktober 2022. Serangan stroke pertama ia lewati pada tahun 2011, sementara serangan yang kedua ia hadapi pada tahun 2020 lalu. Pada serangan yang ketiga kalinya, kondisi Remy sudah sangat melemah. Ditambah beberapa penyakit selain stroke yang bersarang di tubuhnya—dan menyerang kedua matanya. Remy Sylado meninggalkan keluarga dan karya-karyanya yang memukau, seperti Cau Bau Kan, Kerudung Merah Kirmizi, sampai Malaikat Lereng Tidar.
Penggagas Puisi Mbeling
Dilahirkan di Malino, Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Juli 1945, Remy Sylado mempunyai nama lengkap yang lumayan panjang, yakni Yusbal Anak Perang Panda Abdiel Tambayong. Di masa kecilnya, Remy menyukai permainan lakon di atas panggung—ia sempat berperan dalam drama gerejanya ketika umurnya baru sampai empat tahun—sebagai seekor domba di kandang natal. Ia juga pernah berperan pada drama karya Shakespeare yang berjudul “Midsummber Night’s Dream”.
Tahun 1963, Remy bekerja sebagai wartawan pada surat kabar Sinar Haarapan. Namun tak sampai lama bekerja di sana—2 tahun kemudian Remy pindah ke Harian Tempo Semarang sebagai redaktur. Masuk dekade 70, Remy yang sebelumnya di Tempo Semarang, pindah menjadi redaktur di Majalah Aktuil Bandung. Di titik inilah ia dikenal sebagai seniman serba bisa—bisa menulis, berperan, bahkan menyanyi. Sebelum menempuh dunia tulis-menulis, Remy memanfaatkan masa mudanya dengan membentuk grup band semasa SMA.
Semenjak menjadi redaktur di Majalah Aktuil Bandung itu juga Remy semakin mencatatkan namanya ke dalam konstelasi kepenyairan Indonesia. Di Majalah Aktuil Bandung, ia membuka sebuah kolom yang bernamakan Mbeling. Dibukanya kolom tersebut diorientasikan untuk anak-anak muda yang gemar menulis puisi di luar puisi yang berpatokan pada konvensi-konvensi pakem.

Puisi mbeling adalah bentuk perlawanan dari penyair-penyair muda generasi saat itu yang geram menengok adanya semacam estetika tetap yang tanpa sadar disepakati secara kolektif—oleh penyair-penyair terkemuka pada saat itu. Mbeling hadir secara tidak langsung untuk bersanding dengan anasir-anasir terkemuka tersebut. Pada umumnya, puisi selalu memuat kata-kata yang serius dan terkesan enak didengar. Mbeling, dikhususkan untuk puisi yang berlawanan dari itu semua.
Struktur puisi mbeling kadang tidak beraturan, dibentuk dengan tipografi yang jelas dan selaras akan tema—meloloskan diri dari aturan-aturan yang jamak. Terkadang juga tipografinya menciptakan perwajahan estetika dengan sendirinya. Namun ciri yang paling menonjol dalam menandai sebuah puisi sebagai ‘mbeling’, adalah pada baitnya yang memuat sifat humoris, cuman main-main, dan tak jarang satir yang telanjang kepada karya puisi lainnya. Kata-kata yang digunakan sering kali kata yang yang asing diikutsertakan dalam puisi, seperti dalam puisi-puisi Remy yang berjudul Biarin, Olahraga, sampai Presiden.
Sejak keberadaan kolom Mbeling yang diinisiasi oleh Remy, ketika menjabat sebagai redaktur di Majalah Aktuil Bandung itulah banyak bermunculan penyair-penyair yang melepas diri dari estetika pakem, yang terbentuk sebelumnya-sebelumnya. Dan sebab hal yang demikian, Remy Sylado disebut sebagai penggagas puisi mbeling di Indonesia.
PRESIDEN
Presiden pertama
bermain mata dengan
komunis.
Presiden kedua
bermain mata dengan
kapitalis.
Presiden ketiga
bermain mata dengan
presiden kedua.
Presiden keempat
tidak mungkin
main mata.
– Remy Sylado
Kata ‘mbeling’ diambil dari bahasa jawa yang berarti ‘nakal’, ‘kurang ajar’, ‘sukar diatur’, ‘berantakan’. Di sini, berlandaskan arti yang demikian, puisi mbeling mengedepankan unsur humor dan kenakalan dalam setiap larik maupun baitnya—tanpa ada unsur yang berupaya dinampakkan secara tersirat.