Sejarah lahirnya literasi bisa ditelusuri jauh ke masa lalu, saat manusia mulai mengembangkan sistem simbol dan tulisan untuk berkomunikasi serta menyimpan pengetahuan. Di dunia, literasi awalnya muncul melalui penggunaan aksara paku di Mesopotamia sekitar 3000 SM, kemudian berkembang dengan penggunaan hieroglif di Mesir kuno dan aksara lainnya di berbagai peradaban. Literasi pada awalnya terbatas pada kaum elit, seperti bangsawan, imam, dan juru tulis, yang menggunakan kemampuan membaca dan menulis untuk mengelola administrasi pemerintahan, agama, dan perdagangan. Namun, seiring berkembangnya peradaban, penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg pada abad ke-15 menjadi momen penting yang memperluas akses terhadap literasi. Buku-buku mulai diproduksi secara massal, memungkinkan pengetahuan dan informasi tersebar lebih luas, termasuk pada masyarakat umum yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap tulisan. Perkembangan ini menjadi landasan munculnya budaya literasi modern, di mana kemampuan membaca dan menulis menjadi keterampilan mendasar yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, sejarah literasi dimulai dengan ditemukannya aksara-aksara kuno, seperti aksara Pallawa, Kawi, dan Jawi yang dipengaruhi oleh interaksi dengan budaya India. Penggunaan aksara ini terabadikan dalam berbagai prasasti yang ditemukan di wilayah kerajaan-kerajaan nusantara, seperti Kerajaan Kutai, Sriwijaya, dan Majapahit. Literasi pada masa itu masih terbatas di lingkungan istana dan kalangan terpelajar, terutama dalam konteks keagamaan dan administrasi pemerintahan. Kedatangan agama Islam di abad ke-13 membawa pengaruh baru terhadap literasi, dengan meluasnya penggunaan aksara Arab (pegon) untuk penulisan teks-teks keagamaan. Pada masa kolonial Belanda, literasi mulai berkembang di kalangan masyarakat lebih luas seiring didirikannya sekolah-sekolah oleh pemerintah kolonial. Namun, akses terhadap pendidikan formal dan literasi masih terbatas pada kalangan pribumi elit. Setelah kemerdekaan, Indonesia mulai merintis upaya besar-besaran untuk meningkatkan literasi di seluruh negeri melalui program wajib belajar dan pendirian sekolah-sekolah dasar.

Kemajuan literasi di Indonesia terus berkembang pesat sejak awal kemerdekaan. Salah satu momen penting dalam sejarah literasi Indonesia adalah ketika program “Pemberantasan Buta Huruf” (PBH) diluncurkan oleh pemerintah di era 1950-an hingga 1960-an. Program ini bertujuan untuk memberantas buta aksara di pedesaan dan wilayah terpencil. Keberhasilan program ini ditandai dengan meningkatnya angka melek huruf di kalangan penduduk Indonesia, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Pada era berikutnya, terutama di zaman Orde Baru, pendidikan dasar mulai diwajibkan bagi semua anak-anak di Indonesia, sehingga tingkat literasi semakin meningkat. Selain itu, perkembangan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi, juga mendorong budaya literasi semakin meresap di masyarakat.

Pada abad ke-21, literasi di Indonesia menghadapi tantangan dan peluang baru dengan berkembangnya teknologi digital. Literasi tidak lagi hanya berarti kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga meliputi kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi di berbagai media digital. Kemunculan internet dan media sosial telah mengubah cara masyarakat Indonesia mengakses dan menyebarkan informasi. Di satu sisi, akses ke informasi menjadi lebih mudah dan cepat, sehingga memberikan peluang bagi masyarakat untuk terus belajar dan berkembang. Namun, di sisi lain, tantangan baru muncul, seperti maraknya berita palsu (hoaks) dan informasi yang menyesatkan, yang memerlukan peningkatan literasi digital di kalangan masyarakat.

Pemerintah Indonesia dan berbagai organisasi non-pemerintah terus berupaya meningkatkan literasi di kalangan masyarakat melalui berbagai program dan inisiatif. Salah satu program yang signifikan adalah Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016. Program ini bertujuan untuk membangun budaya literasi di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari sekolah hingga keluarga dan masyarakat umum. Selain itu, perpustakaan-perpustakaan daerah juga berperan penting dalam menyediakan akses ke buku dan materi bacaan bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil.

Secara keseluruhan, meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam meningkatkan literasi, tantangan masih ada, terutama dalam memperluas akses terhadap pendidikan berkualitas di seluruh daerah dan meningkatkan literasi digital di era teknologi. Namun, dengan upaya yang terus menerus dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai lembaga, Indonesia terus bergerak maju dalam menciptakan generasi yang lebih literat dan siap menghadapi tantangan global.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here