hari lingkungan hidup

Lima Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup se-dunia. Ini mengacu pada konferensi PBB tentang lingkungan hidup yang berlangsung pada 5 – 16 juni 1972 di Stockholm. Ini mendorong negara-negara di berbagai belahan bumi turut merayakan dengan berbagai aksi pelestarian dan penyelamatan lingkungan.

Tak terlewatkan di Indonesia, dengan berbagai agenda, baik diskusi, aksi, serta bentuk lainnya seperti festival rakyat dan kampanye kreatif. Konten dan narasi yang disajikan pun dapat beragam,  seperti lingkungan hidup secara umum, krisis iklim, problem sampah, pencemaran air dan udara, hingga narasi perampasan dan penghancuran ruang hidup. Narasi ini menempatkan negara dan korporat sebagai biang dari serangkaian konflik sosial ekologis.

Nyaris, tak ada cerita tentang pembangunan tanpa konflik sosial ekologis. Dari jalan tol, bendungan, hingga proyek jalan dan perumahan sarat dengan perampasan dan pengusiran. Demikian halnya investasi, secara khusus di sektor sumber daya alam.

Selain merentan retakan ekosistem alam, eksploitasi juga memiliki tujuan spesifik yakni akumulasi kekayaan tanpa batas. Konsentrasi penguasaan sumberdaya alam yang didukung oleh negara melalui bentuk-bentuk pelegalan bisnis para oligark, telah memperlebar jurang  ketimpangan.

Pertumbuhan ekonomi dan Kemajuan Pembangunan adalah narasi yang seringkali digunakan untuk membenarkan aksi perampasan dan pengerukan sumber daya alam. Meski seringkali gagal, narasi tersebut terus dibacakan untuk membangun fantasi kesejahteraan.

Melalui skema investasi dan proyek infrastruktur skala massif, wujud-wujud pertumbuhan ekonomi tersebut justru menjadi momok menyeramkan bagi masyarakat, terutama bagi warga negara yang dipaksa pergi tatkala ruang hidup mereka ditetapkan sebagai area eksploitasi. Demikian juga mereka yang rumahnya siap digusur guna memenuhi tuntutan proyek nasional. Proyek yang menciptakan trauma sosial berkepanjangan serta kerugian lainnya yang tak dapat dibayar hanya dengan ganti rugi.

Candu pertumbuhan ekonomi dan fantasi peradaban modern telah menjadi dogma bagi negara. Padahal, modernitas, seperti kata Gidden, adalah “layaknya mesin-mesin raksasa (juggernaut) yang bergerak begitu cepat hingga tidak dapat dikontrol dan menyebabkan masyarakat tersingkir dari arus perubahan”

Upaya Baik Mempertahankan Bumi Sepanjang Perayaan

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sebuah organisasi masyarakat sipil yang konsen terhadap isu penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup kembali menggelar Pekan Rakyat di Jambi. Agenda ini adalah ajang refleksi dan ajakan bagi setiap individu untuk terlibat dalam gerakan kolektif penyelamatan ekologis. Kegiatan tersebut berlangsung selama lima hari (dari tanggal 1-5 Juni) di Jambi. Tema yang diusung dalam pekan rakyat kali ini adalah “Memperkuat Wilayah Kelola Rakyat”.

Menurut Abdul, Direktur Eksekutif WALHI Jambi, dalam media briefing di Kantor WALHI Jambi pada 30 Mei, menjelaskan bahwa, “Masyarakat bersama WALHI Jambi secara konsisten mengingatkan dan mengajak publik dan para pemangku keputusan di daerah dan nasional atas hak lingkungan hidup baik dan sehat yang harus terus diperjuangkan.” Untuk menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak sekedar seremonial dan euforia belaka, Puspa Dewy, Perwakilan Steering Committee (Panitia Pengarah) Pekan Rakyat menyatakan bahwa, “Lingkungan Hidup bukan hanya seremoni, tetapi wujud ekspresi terbuka dari masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan mempertahankan alam dan lingkungan hidupnya.”

Salah satu output dari agenda Pekan Rakyat lingkungan hidup tersebut adalah peluncuran portal sistem informasi WKR, sebuah platform yang terintegrasi dengan potensi wilayah yang dikelola, diproduksi dan dilindungi oleh masyarakat sendiri. Dikutip dari laman Walhi.or.id, terobosan ini diharapkan dapat memperluas jangkauan masyarakat untuk menjadi bagian pendukung dan pelindung sumber-sumber penghidupan sebagai jalan mewujudkan keadilan ekologis.

Aksi dan refleksi yang sama juga digelar di beberapa daerah lain, diantaranya di Kupang, NTT dan Malang Raya Jawa Timur. Di kota Karang, Nusa Cendana, aksi dan kampanye lingkungan hidup digelar sejak 19 mei hingga 10 juni. Kegiatan tersebut meliputi roadshow komunitas, media dan sekolah, diskusi publik, lomba menulis, aksi dan audiensi bersama DPRD, Mimbar Bebas, Diskusi Media, Pemutaran Film hingga Konferensi Pers. Kegiatan tersebut melibatkan beberapa elemen diantaranya lembaga pendidikan, media massa, organisasi masyarakat sipil, maupun masyarakat umum.

Narasi yang diusung perayaan tersebut adalah pendidikan dan penyadaran publik tentang lingkungan hidup, mendorong kebijakan dan tindakan pemerintah menindak para pengusaha perusak lingkungan, serta perlindungan terhadap lingkungan dan pemenuhan HAM serta hak ekologis masyarakat. Mengingat, konflik sosial ekologis di Kepulauan NTT selama lima tahun terakhir kian massif. Data Walhi NTT menyebut ada 41 (empat puluh satu) kasus konflik Sumber Daya Alam (SDA) di NTT. Konflik tersebut terjadi antara kelompok masyarakat melawan investor dan Negara. Terhitung sebanyak 17 orang masyarakat dikriminalisasi karena dianggap mengganggu aktivitas pembangunan, dan 1 (satu) orang meninggal ditembak oknum kepolisian karena dianggap menghalang-halangi pembangunan.

Dalam perayaan yang sama, sekumpulan anak muda di Malang Raya bersama Walhi Jawa Timur dan aliansi Selamatkan Malang Raya menggelar beberapa kegiatan kampanye sebagai wujud dari perjuangan terhadap penyelamatan dan pelestarian lingkungan.

Kegiatan tersebut digelar di beberapa tempat selama tiga hari sejak tanggal 5-7 Juni 2022. Beberapa kegiatan tersebut antara lain adalah panggung rakyat, jagongan bersama warga, serta diskusi dan deklarasi anak muda.

Jagongan rakyat bersama warga Alas Kasinan adalah salah satu agenda penting. Selain berbagi cerita tentang kondisi kerusakan ekologis di Malang Raya, pertemuan tersebut juga adalah pra-konsolidasi menuju agenda perjuangan selanjutnya. Beberapa alasan penting yang melatari konsolidasi di tapak Kasinan mesti dilakukan adalah ancaman Proyek Kereta Gantung dan Proyek Panas Bumi yang dalam peta perencanaan menempatkan hutan kasinan sebagai salah satu area sasarannya.

Panggung rakyat yang digelar di taman Singha Merjosari, Kota Malang, juga penting. Sebab, meski diklaim sebagai ruang terbuka hijau, tetapi tempat tersebut selalu tergenang kala hujan. Selain itu, kawasan ini menjadi salah satu titik kemacetan dan polusi setiap sore di akhir pekan. Artinya, sebagai sebuah ruang, ia mesti dihidupkan dengan narasi pelestarian dan penyelamatan lingkungan, sebagai tempat yang tepat untuk refleksi. Agenda terakhir adalah Talkshow dan deklarasi anak muda peduli krisis lingkungan.

Pada kesempatan ini, para anak muda yang hadir menyajikan kisah perjuangan dan upaya-upaya praksis penyelamatan lingkungan di Malang Raya dan Surabaya. Mereka berkisah dari hal-hal yang mereka lakukan selama kampanye krisis lingkungan, riset, dan pendampingan, baik yang telah dilakukan maupun yang akan dikerjakan selanjutnya. Kisah tersebut merentang dari Waduk Sepat Surabaya, kampanye ruang kota di Malang, menyusuri rimba hutan Kasinan dan pemetaan sumber mata air di beberapa wilayah tapak di Kota Batu. Tak terlewatkan juga kritik dan penolakan atas kebijakan tata ruang Malang Raya yang kian mengancam kehidupan sosial ekologis masyarakat.

Beberapa kisah perayaan dan perlawanan di atas tak terlepas dari kondisi krisis lingkungan dan praktik perampasan dan peminggiran rakyat dari ruang hidupnya yang dipicu oleh kepentingan ekonomi dan politik para penguasa. Dalam konteks ini, perselingkuhan kekuasaan di antara para pelaku bisnis dengan elit pengatur kebijakan memainkan peran sentral yang berkontribusi terhadap kerusakan ekosistem alam.

Kerusakan lingkungan menjadi salah satu di antara beberapa faktor lain yang merentan kerusakan bumi. Maka sekecil apapun perjuangan terhadap penyelamatan lingkungan, termasuk beberapa kisah di atas adalah sebuah keharusan dari upaya menyelamatkan ibu bumi. Sebab “Tak Kan Ada Ibu Bumi Kedua”

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here