Pernahkah kalian merasa sudah mendaras atau membaca buku, tapi lupa seluruh isinya atau bahkan hanya mengingat judul bukunya saja tanpa mengingat apa pun? Bahkan, kadang kala kita hanya mengingat intinya saja. Benar, bukan?
Kasus tersebut adakalanya terjadi di kehidupan kita. Namun biasanya, hal tersebut paling sering dialami oleh pelajar yang menerapkan ‘SKS’ atau sistem kebut semalam, terutama menjelang ujian datang. Membaca buku sebelum hari-H dengan buru-buru, bukannya menyicil jauh hari sebelumnya. Ini adalah tindakan yang salah, ya.
Tak dipungkiri pula kasus tersebut juga terjadi pada orang-orang yang berniat ambisius, membaca buku semalam sebelum materi disampaikan oleh pengajar. Namun, sayangnya keberuntungan tidak menyertai usaha mereka. Pasalnya, materi yang telah dibaca hilang dalam sekejap ketika pembelajaran dimulai. Naas sekali.
Kasus tersebut tak heran membuat keresahan tersendiri. Membaca buku jadi terkesan sia-sia. Sepercik tekad untuk giat membaca pun jadi ikut sirna lantaran dikhianati oleh kerja keras sendiri. Kendati begitu, persoalan ini sebenarnya dapat diatasi.
Pembahasan ini sebenarnya pernah diulas sebelumnya,terkait esensi dari membaca buku. Namun, kali ini akan mengulas tema yang berbeda, namun tak jauh-jauh dari itu, tentang tiga hal penting yang diperlukan ketika membaca buku.
Lalu, apa sajakah itu? Berikut penjelasannya.
Dr. Barbara Oakley, seorang professor teknik di Universitas Oakland, menjelaskan beberapa hal bahwa kita terkadang tidak benar-benar paham. Kita juga kadang kala sulit menjelaskan kembali setelah melihat informasi yang ada di depan, mendengar seseorang memberikan arugumen, ataupun menemukan sesuatu di internet. Dr. Oakley menyebut itu sebagai illusions of competence.
Dalam bukunya berjudul How To Learn, Dr. Oakley menjelaskan tiga kunci utama dalam mendaras buku dengan baik.
Pertama, jangan membaca buku halaman demi halaman. Mulailah dengan melihat gambar-gambar, diagram, judul, ringkasan, dan pertanyaan. Tujuannya adalah untuk memberi otak kode tentang informasi yang akan datang. Sama halnya ketika akan membeli sebuah buku, kadang kala kita melihat sampul buku, judul, selanjutnya ringkasan pada buku yang masih terbungkus plastik.
Sebagai penguat argumen di atas, terdapat penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Lowa, Amerika, yang bereksperimen untuk membuktikan kemampuan manusia dalam mengingat apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil penelitian dari percobaan yang dilakukan terhadap 100 mahasiswa menunjukkan, otak manusia lemah dalam mengingat hal-hal yang didengar ketimbang mengingat apa yang dilihat dan dirasakan, seperti yang dilansir dalam detik.health.com.
Kedua, membacalah dengan kepedulian. Rasa kepedulian memberi solusi agar waktu tidak terbuang sia-siang hanya untuk membaca buku yang tidak pernah kita ingat. Dengan perasaan seperti itu, kita dapat menghemat waktu tanpa harus membaca berulang kali. Paling penting, jangan menjunjung tinggi kuantitas daripada kualitas. Kuantitas dapat dicari, tapi kualitas tak akan terganti.
Ketiga, mengingat kembali apa yang sudah dibaca agar dapat kembali ke pikiran. Pastikan apakah sesudah membaca kita benar-benar paham atau belum. Uji diri sendiri tentang inti dari apa yang telah dibaca. Hal ini disebut oleh Dr. Oakley dengan active recall. Ada kalanya cara sederhana ini sangat penting dilakukan untuk memperkuat pembelajaran.
Selain ketiga kunci tersebut, Dr. Oakley juga menyarankan proses dalam mempelajari sesuatu. Pertama, survei dan priming, yaitu memindai buku atau materi yang didapatkan dari mana pun untuk mendapatkan gambaran besar. Kedua, amati sebuah contoh dan praktekkan. Ketiga, lakukan berulang kali dengan konsisten.
Itulah asas-asas dari mendaras buku yang dapat diterapkan agar esensi dari apa yang telah dibaca dapat tersimpan dengan baik di otak dalam jangka panjang. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.