Travis Bickle : Maskulinitas dan Cinta Tanah Air (sumber foto: imdb.com)
Travis Bickle : Maskulinitas dan Cinta Tanah Air (sumber foto: imdb.com)

Travis Bickle adalah potret maskulinitas yang rapuh dari seseorang yang terjebak dalam tuntutan menjadi kuat, dominan, dan selalu tahu arah hidup. Dalam Taxi Driver, Travis bukan hanya kesepian, tetapi juga marah pada dunia yang terasa tak memberinya ruang. Travis mencoba bertahan di tengah keputusasaan akan kondisi sosial masyarakat, membangun dinding kekuatan semu yang akhirnya membawanya pada kehancuran. Potret maskulinitas yang dianggap sebagai gambaran menjadi seorang pria dan kondisi sosial masyarakat yang terbentur justru menimbulkan rasa muak untuk dilampiaskan.

Pada beberapa adegan dalam Taxi Driver kita ditunjukan bagaimana karakter Travis Bickle muak dengan kondisi lingkungan dan politik yang terjadi. Pada monolog di awal film “All the animals come out at night whores, skunk pussies, buggers, queens, fairies, dopers, junkies. Sick, venal. Someday a real rain will come and wash all this scum off the streets”. Ini menggambarkan Travis muak pada degradasi moral dan sosial, yang menurutnya tak pernah diperhatikan pemerintah.

Penggambaran karakter Travis Bickle denga jaket Army M-65 juga menunjukan makna simbolis yang kuat berkaitan dengan maskulinitas dan kesepian. Jaket Army M-65 merepresentasikan maskulinitas tradisional yakni kuat, tangguh, dan siap untuk menghadapi kekerasan. Travis menganggap mengenakan jaket ini adalah upaya untuk menunjukkan kekuatan dan kejantanan di dunia yang menurutnya penuh kekacauan. Jaket itu menjadi semacam armor yang membantunya membangun citra diri sebagai pahlawan kesepian yang ingin membersihkan kota dari kebusukan.

Fenomena serupa terlihat dalam realitas kita. Di Indonesia, tekanan sosial untuk tetap kuat terasa di setiap lapisan masyarakat. Ada kesan menjijikan pada standar maskulinitas di Indonesia yang dimana masih terjebak pada ekspektasi lama, laki-laki harus sukses, tahan banting, dan tidak menunjukkan kelemahan. Timbulnya kesan menjijikan karena tidak selaras dengan sistem politik dan ekonomi di Indonesia yang terus menekan dari segala sisi. Seolah tuntutan maskulinitas mudah digapai dengan kondisi yang ada.

- Poster Iklan -

Pada Taxi Driver kita ditunjukan bagaimana Travis Bickle melihat lingkungan sekitarnya dengan gelap, yang dimana Travis merasa terpisah dari lingkungan sekitarnya. Perasaan yang timbul karena rasa kurang puas dengan sistem pemerintah, yang dimana Travis menganggap bahwa pejabat-pejabat korup hanya pura-pura peduli pada masyarakat. Di tengah situasi yang berat, menyerah tampak seperti jalan yang mudah. Namun, seperti halnya Travis Bickle yang akhirnya tersesat dalam obsesinya, pelarian bukanlah jawaban.

Kembali lagi, fenomena yang sama terjadi di Indonesia. Dimana kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan pemerintahan kembali dipatahkan dengan kebijakan-kebijakan yang kurang bijak jika dicerna dengan akal sehat. Timbul protes sosial yang menyuarakan ketidakpuasaan pada sistem dan kebijakan yang ingin diterapkan.

Dibalik menyeruaknya tagar #Kaburajadulu ada satu ungkapan tentang nasionalisme dari seorang akademisi pengangguran “Cinta pada negara bukan hanya saat negara sedang baik-baik saja, akan tetapi rasa cinta diuji saat tantangan datang bertubi-tubi” ungkapan tersebut menimbulkan perasaan yang sama saat bapakmu mengajak saya bermain catur “Menenangkan”. Di saat frustrasi kolektif merayap di ruang-ruang digital, sindiran tajam bermunculan, dan godaan untuk menjauh dari sistem semakin besar, memilih bertahan menjadi sebuah keputusan yang berat tapi penuh makna. Bukan dengan ledakan destruktif seperti Travis, atau dengan meninggalkan semuanya, tapi dengan membangun ulang dari dasar, menolak standar usang, merangkul rasa lelah, dan tetap berjuang di tengah tekanan.

Sebagai pemuda Indonesia, ada rasa tanggung jawab yang muncul bukan hanya sebagai beban, tetapi sebagai panggilan moral untuk menyuarakan isu-isu sosial yang terus menggerogoti sistem yang rusak di masyarakat dan pemerintahan. Tanggung jawab ini bukan sekadar idealisme kosong atau semangat yang lahir dari rasa frustrasi semata, tetapi sebuah kesadaran bahwa perubahan tidak akan pernah terjadi jika generasi muda memilih diam atau bahkan menyerah pada keadaan.

Di tengah realitas sosial yang kompleks, di mana kebijakan sering kali terasa jauh dari kebutuhan rakyat, dan ketidakadilan menjadi pemandangan sehari-hari, muncul dorongan alami untuk berbicara, menolak, dan menuntut perbaikan. Setiap ketidakadilan yang terjadi bukanlah kejadian yang berdiri sendiri; semuanya terhubung dengan sistem yang telah lama dibiarkan pincang, menciptakan lingkaran setan ketidaksetaraan, korupsi, dan ketidakpedulian terhadap kebutuhan rakyat kecil.

Travis Bickle bukanlah sosok yang patut dijadikan standar maskulinitas. Ia bukan gambaran ideal tentang kekuatan, ketegasan, atau keberanian. Sebaliknya, Travis adalah potret dari kegagalan sistem. Seseorang yang terjebak dalam kesepian, kemarahan, dan rasa keterasingan yang dibiarkan tumbuh tanpa ruang untuk dipahami atau disembuhkan.

Dalam konteks pemerintahan, Travis Bickle mewakili individu yang merasa dikhianati oleh janji-janji yang tidak ditepati. Travis mencerminkan bagaimana kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil bisa melahirkan rasa frustrasi, keputusasaan, dan bahkan dorongan destruktif.

Kita perlu menciptakan ruang bagi orang-orang yang merasa terpinggirkan untuk didengar dan diperhatikan. Sebab, kegagalan sistem untuk memeluk warganya bukan hanya menghasilkan individu yang kesepian, tapi juga memperbesar potensi kehancuran baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi masyarakat luas. Sebagai bangsa, tantangan sejati adalah membangun sistem yang membuat orang merasa dimiliki, dihargai, dan diikutsertakan. Bukan membiarkan mereka terjebak dalam kesunyian, tetapi mengulurkan tangan sebelum rasa frustrasi berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here