5 Strategi Bangkit Saat Kalah dari Kompetitor: Jangan Panik, Ini Solusinya!
5 Strategi Bangkit Saat Kalah dari Kompetitor: Jangan Panik, Ini Solusinya!

Gak usah ribet sama kompetitor, fokus aja pada diri sendiri, perbaiki produk dan kualitas, kompetitor itu tidak ada, kompetisi itu tidak relevan. Rezeki sudah ditakar dan tidak akan tertukar, rezeki tidak akan nyasar, rezeki sudah hafal alamatmu, dan sudah hafal nomer rekeningmu.

Kompetitor, perlu dianggap apa tidak?

“Jika tidak beli ke Kita, belinya ke Dia, maka itulah kompetitor.”

Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, terpaksa tidak terpaksa, kompetitor akan selalu ada dan ada. Saat ada kompetitor yang mati, akan ada kompetitor yang lahir, dan semakin seru saat kompetitor yang gencar mencecar, adalah alumni atau lulusan dari perusahaan Kita, serangan dari sang mantan.

Membaca dan mempola kompetitor, menjadi sebuah tahapan riset penting agar brand, perusahaan, dan produk Kita tetap relevan sekaligus kompetitif. Dalam beberapa studi kasus yang Saya terlibat langsung, observasi dan analisis pada kompetitor ini dapat dilakukan dengan mendatangi langsung dan merasakan produk serta layanan dari kompetitor, misalnya di bidang F&B, destinasi wisata, transportasi, atau penginapan.

Untuk produk yang dapat digunakan atau dikonsumsi, Kita dapat memesan order langsung untuk tahu produknya dan merasakan pelayanannya. Ini penting agar Kita tidak kepedean dan tidak kehilangan kepekaan tentang touch point dan added value yang mungkin dimiliki oleh kompetitor, agar tidak terlewat dari pengamatan dan pertimbangan Kita. Ada beberapa cara yang dapat Kita lakukan untuk observasi dan analisis kompetitor :

1. Cek nomer Sales atau Hotline WA nya, lakukan chat dan komunikasi dengan Sales nya, cek responnya, katalognya, teks balas cepatnya, apa keunggulannya?

2. Cek di GMaps nya, periksa dan baca, rating berapa, jumlah ulasan berapa, ulasan bagus faktor apa, ulasan jelek dikomplain apa?

3. Cek di akun media sosialnya, ada Instagram, TikTok, Facebook, berapa followersnya, seberapa rajin atau jarang posting, bagaimana tingkat interaksinya, apa yang dibicarakan?

4. Jika berjualan online, cek di eCommerce, misalnya GoFood, GrabFood, Shopee Food jika makanan, Traveloka, TiketDotCom, dan Agoda jika destinasi wisata dan penginapan, Shopee, TikTok Shop, dan Tokopedia jika toko online, atau websitenya jika memang melayani online shopping, online order, atau online booking.

5. Beli produknya dan atau rasakan pelayanannya secara langsung, dan lakukan checklist, apa saja yang bagus dan apa saja yang kurang, serta cermati aneka gimmick yang diterapkan dan terbukti berhasil, misalnya bisa harganya miring karena tanpa fitur tertentu, atau momen momen tertentu.

Proses riset kompetitor ini agar Kita nggak berpikiran sempit bahwa kalau kena goyang atau kalah saing sama kompetitor, alasannya karena melulu perkara harga dan harga. Karena kalau cuman berjibaku masalah harga, akan terseret dan hanyut pada kompetisi perang harga yang pada akhirnya akan bikin semua kalah, karena bidang usaha di sektor tersebut sudah tidak lagi asyik dan jauh dari kreatif, karena cuman brutal banting-bantingan harga.

Filosofinya, jangan keder dengan murah atau mahal berdasar nominal.

Coba jika Kita ditawari, semangkok bakso biasa, dan dibanderol harga Rp 100.000, pasti sontak Kita bilang mahal. Orang kaya tajir melintir sekalipun pasti masih komen mahal jika ada bakso biasa semangkok seratus ribu, bahkan ketika ada fitur ekstra makannya sambil disuapin sama abang baksonya.

Beda cerita ketika Kita ditawari sebuah Vespa Matic, seri terbaru, warna limited edition, asli, resmi, garansi, dengan harga Rp 10.000.000, segera Kita akan bilang murah. Sekilas kan janggal, tadi seratus ribu dibilang mahal, sedangkan sepuluh juta dibilang murah, apa gak kebalik logika Kita?

Tentu saja, Kita nggak bisa sedangkal itu membandingkan seratus ribu dan sepuluh juta, karena kalau dipikir, sepuluh juta itu kan seratus kalinya seratus ribu, kok bisa uang besar dibanding uang kecil, lebih murah uang besar?

Karena sudut pandangnya bukan sekedar nominal uangnya, tapi, juga dikaitkan dengan uang tersebut, ditukar dengan nilai apa? Menjadi penting mengedukasi konsumen Kita, atas value yang mereka peroleh ketika membeli produk Kita, karena mereka akan merasa mendapat barang mahal atau murah, ditimbang dengan value apa yang didapatkan. Tentu saja dengan dibandingkan ketika mengeluarkan uang yang sama ke kompetitor, Kita menang dan senang, atau kalah dan nyerah?

Kalau posisi kalah bagaimana?

Nah, Itu Kita bahas di tulisan berikutnya.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here