Mas, produk Saya ini bakalan laku nggak ya kalau dijual? Jawabannya tentu saja yang paling pas adalah : YNTKTS.
“Ya Ndak Tau, Kok Tanya Saya”
Ini adalah salah satu pengalaman unik yang Saya alami langsung saat menjalani profesi sebagai konsultan, dianggap lebih tahu, lebih ngerti, lebih paham, dan punya beragam jawaban atas berbagai pertanyaan. Kalau berpikiran sempit, memang lebih mudah untuk menjawab : nggak tahu, karena lebih : singkat, padat, minggat.
Namun, tentu ada tanggung jawab yang diemban ketika Kita diberi anugerah berupa pemahaman, kemampuan, dan pengalaman, yang dalam tempat dan waktu yang tepat, akan sangat berguna dan bermanfaat bagi orang lain, dan seorang konsultan kudu membiasakan diri bahkan menyediakan diri untuk dimanfaatkan, karena memang jalan rezeki yang dipilih dari jalur itu.
Kembali ke pertanyaan, apakah sebuah produk potensi atau tidak? Bisa laku apa enggak? Sungguh, dengan segala kejujuran dan kesungguhan, asline seorang konsultan jago dan pengalaman, juga tidak langsung punya jawaban.
Sependek dan sedangkal pengalaman Saya, konsultan berpikir dan bekerja sesuai dengan metode yang dimiliki sesuai bidang keilmuan yang didalami. Dalam kasus pertanyaan potensi apa tidak, bakalan laris atau tidak, metode yang dapat digunakan sebagai jalur berpikir adalah metode : riset.
Cara berpikir riset, selaras dan nyambung dengan ekosistem digital marketing yang memang mendukung dengan adanya data, fakta, angka, yang dapat diakses dan disajikan.
Salah satu inti penting dalam digital marketing adalah : jika tidak ada datanya, jika tidak tersedia angkanya, maka ya memang tidak ada peluang dan potensinya. Bahasa kerennya : speak by data.
Ada berapa riset yang dapat dipertimbangkan, jika Kita punya produk baru, program baru, arau konsep baru? Minimal ada 3 riset yang perlu ditempuh :
Pertama, riset yang dilakukan pada konsumen yang sudah ada. Asumsinya, bahwa usaha yang dijalankan tidak benar-benar baru dan tidak mulai dari nol tapi sudah jalan, sehingga secara otomatis sudah ada konsumen yang dilayani. Riset pada konsumen ini perlu dan penting, karena mereka pada dasarnya manusia juga, yang dapat diajak bicara, dapat dilibatkan dalam percakapan, dan merupakan bibit unggul yang perlu didalami secara seksama.
Apa sih riset konsumen yang perlu dilakukan? Biasanya Saya ungkap 3 hal pokok yang diwakili oleh pertanyaan : Tahu dari mana? Beli karena apa? Dan sebelum memutuskan beli ke Kita, mereka mempertimbangkan beli ke opsi lain mana? Kalau cermat dan jeli, 3 pertanyaan ini nampak sepele, tapi mengungkap 3 hal penting yakni : channel, added value, dan competitor, nyadar nggak?
Kedua, riset pada kompetitor, ini penting untuk membuat Kita tetap relevan dan kompetitif. Sekarang lebih enak, misalnya jika Kita jualan di marketplace, di toko kita satu barang laku berapa, sementara barang yang sama di toko yang lain, laku berapa? Akan nampak jelas, lugas, transparan, dan terang benderang. Kalau spek dan harga sama, disana laku keras dan disini gerak lemas, maka pasti ada yang Kita lewatkan, ada kebodohan yang Kita lakukan dan kepintaran yang Mereka lakukan. Hal yang sama dapat dilakukan jika Kita jualan makanan, dan dijual lewat ojek online misalnya. Cara berpikir riset ini akan mudah membuat Kita membuka mata dan membongkar pikiran, bahwa jika awalnya seolah Kita jumawa, ternyata saat melihat pemain di liga lain di atasnya, Kita masuh belum jadi apa apa.
Ketiga, riset pada prospek calon konsumen. Ini juga merupakan cara menarik dan seru untuk jualan pada calon konsumen baru, tapi tidak terasa jualan. Kita dapat menggunakan metode kreatof seperti polling atau voting atas opsi tertentu, sebagai strategi Kita untuk secara halus membaca dan mengidentifikasi preferensi atau minat dari prospek calon konsumen. Bagaimana detail cara menerapkannya?
Kita akan bahas di tulisan berikutnya.
[…] riset kompetitor ini agar Kita nggak berpikiran sempit bahwa kalau kena goyang atau kalah saing sama […]