Cross Selling: Rahasia Jitu Tingkatkan Omzet dengan Strategi Cerdas!
Cross Selling: Rahasia Jitu Tingkatkan Omzet dengan Strategi Cerdas!

Kalau ada sebuah toko mainan, kira-kira barang yang best seller, produk apa? Apakah mainan cowok, apa mainan cewek? Apakah mobil mobilan, apa boneka? Tentu, ada banyak kemungkinan yang dapat Kita pertimbangkan tentang jenis mainan mana yang best-seller, sampai kemudian Kita buka data, lihat angka, baca peringkat, dan menemukan fakta bahwa produk yang best seller adalah : baterai.

Lho, kok bisa? Emang boleh se menggocek itu? Sengaja memang, studi kasus ini Saya pilih dan jadikan contoh untuk penjelasan mengenai konsep : cross selling.

Singkat, padat, melekat, cross selling adalah sebuah metode untuk membuat konsumen yang telah memutuskan untuk membeli sebuah produk, diedukasi dan dipersuasi agar melengkapi pembelian dengan menambah produk lain yang masih ada hubungan dan ada keterkaitan.

Mudah dipahami kemudian, kenapa kok baterai yang jadi item produk best seller, karena setiap mainan yang BO alias battery-operated, sama petugas di toko mainan, di cross selling untuk beli baterai, nggak cuma satu set untuk menyalakan mainan, masih pula di persuasi untuk membeli baterai ekstra sebagai cadangan agar nanti pada saat baterai habis, tidak kebingungan.

Cross selling sama menariknya dengan up selling. Jika up selling mendorong pembelian lebih banyak di barang yang sama, cross selling menyasar barang kedua yang masih ada hubungan urusan dengan barang pertama.

Maka tidak heran jika Kita ke minimarket,

Beli mie instan ditawari telur,

Beli roti ditawari selai, margarin, dan meses,

Beli rokok ditawari korek,

Beli sereal ditawari susu,

Dan beli apapun, ditawari pulsa.

Cross selling yang kuat dan tepat, tentu membawa potensi tambahan omzet yang greget untuk jumlah konsumen yang sama. Pembeli soto ayam ditawari kerupuk, soto 10rb ditambah minum 3rb masih ditambah pula kerupuk 2rb, lumayan, 10 ke 15 maka ada peningkatan signifikan sampai 50%.

Cross selling akan jadi motor penggerak omzet jika mampu menyambungkan relevansi atau keterkaitan antara barang satu dengan barang dua. Contoh relevansi adalah ketika beli barang A dan kemudian ditanya “Sekalian nambah barang B-nya?” lalu di kepala Kita ada inner-voice, dukungan pemikiran “Bener juga ya?” kemudian mulut Kita nyeletuk “Ya Deh”, “Ya Wes”, atau “Boleh Deh.” disitulah cross-selling menjadi sumber omzet gemerincing.

Tapi jangan salah, kalau Kita gagal konteks, dan salah menerapkan atau memberikan pilihan barang yang di cross selling, konsumen justru akan merasa dijebak, dipaksa, dieksploitasi, dan tentu saja yang tidak kalah menjengkelkan, konsumen akan merasa dianggap bodoh.

Pssst, satu hal yang penting juga menjadi catatan, cross selling akan semakin relevan dan masuk akal, saat barang pertama memiliki harga lebih tinggi, dan barang kedua harganya lebih rendah, karena konsepnya adalah beli barang A, sekalian nambah dikit dilengkapi barang B. Ingat dengan konsep beli soto, diajak nambah kerupuk. Konsumen tentu akan naik alisnya, sekaligus naik darahnya kalau penerapan Kita terbalik, misalnya orang beli TV untuk dipasang di ruang keluarga, lalu Kita tawari :

“Udah beli TV baru, nggak sekalian nambah beli rumahnya?”

Boleh aja sih, nggak salah dan sah-sah saja, namun sang konsumen juga boleh saja respon balik dengan kocak :

“Udah beli TV, Saya nggak ada rencana sekalian beli rumah, sama-sama nawari, nggak sekalian Sampean tawari Saya nambah beli keluarga baru?”

Hati-hati saja, karena saling jual beli barang, bisa-bisa berlanjut jual beli pukulan itu nanti.

Berarti penting ya mengetahui dan mendeteksi, siapa yang berpotensi untuk jadi calon pembeli produk Kita, dan seberapa besar potensinya.

Kita bahas di tulisan berikutnya.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here