Rahasia Up Selling: Strategi Kecil, Omzet Melejit!
Rahasia Up Selling: Strategi Kecil, Omzet Melejit!

Kebetulan Saya ada pekerjaan di Lamongan. Kalau membahas Lamongan, ada banyak urusan makanan yang dapat dibahas. Ada penyetan, ada tahu campur, dan tentu saja : Soto Lamongan. Ada beberapa tempat makan soto yang biasanya direkomendasikan saat jelajah rasa di Lamongan.

Dari soto, Kita bisa mempelajari beberapa teknik di marketing. Kalau beli soto, maka akan ada opsi : soto campur dan soto pisah. Pemisahan mangkok ini bukanlah praktek devide-et-impera, atau strategi pemisahan dan adu domba ala VOC Belanda, karena soto campur dan soto pisah, beda spek dan berdampak beda harga.

Konsumen yang sudah mempertimbangkan dan memilih order soto campur, dipersuasi dan di gocek untuk beralih pilihan menjadi soto pisah. Misalnya soto campur harganya Rp 15.000, dan soto pisah harganya Rp 20.000, maka ada selisih pembayaran Rp 5.000. Sebuah angka yang kecil dan sedikit? Enggak juga, karena jika omzet hari itu 15.000.000 jika jual soto campur, maka bisa jadi 20.000.000 jika pada mau digeser untuk upgrade ke soto pisah. Selisih sebesar 25% ini yang diseriusi dan diperjuangkan, dipikirkan dan dipraktekkan, dengan nama : up selling.

Pada dasarnya up selling adalah upaya 2 tahap, untuk yang pertama mengidentifikasi kebutuhan konsumen sampai tiba pada satu solusi, lalu kemudian melakukan persuasi kedua, agar konsumen upgrade, upsize, naik volume, naik kapasitas, dari keputusan awalnya.

Penjual martabak menanyakan, mau tambah ekstra 1 apa 2 telur?

Penjual beras nanya ke pembeli 5kg apa mau naik ke beli 10kg?

Penjual nasi goreng menggoda pembeli untuk upgrade ke nasi goreng spesial.

Up selling ini biasanya secara sekilas, selintas, sambil lalu, diharapkan dilakukan oleh kasir atau sales di bisnis Kita, namun selama pengalaman Saya dalam beberapa proses marketing, up selling ini dapat dibuat standar, sistem, dan dikontrol dengan membuat marketing brief dan bahkan membuatkan tabel upselling yang rapi, dengan konsep dari order apa menjadi order apa?

Syarat dasar dari up selling, adalah kemampuan identifikasi yang bagus atas kebutuhan konsumen, sehingga baik tahap satu penawaran maupun tahap dua upgrade, berujung pada konsumen yang happy, karena mendapatkan better solution. Proses upselling akan terasa maksa dan culas saat identifikasi masalah gagal, dan penjual memaksakan upgrade yang pragmatis, hanya untung sepihak, tanpa peduli apakah upselling yang dilakukan, akan menambah nilai dan meningkatkan manfaat dari produk yang diperjualbelikan.

Lumayan lho kalau up selling yang intensif dilakukan, bisa menambah 10% – 20% omzet dari jumlah konsumen yang sama, karena berdampak pada peningkatan basket size atau besaran belanja per konsumen.

Apa penyakit up selling? Kasir atau sales akan memberikan laporan :

“Saat ditawari, banyak yang tidak mau upgrade.”

Ini pernyataan yang benar, namun tidak sepenuhnya produktif. Kenapa begitu? Logikanya, jika ada 100 orang yang ditawari up selling, dan hanya 10 orang yang bersedia, wajar dong kalau kasir atau sales bilang : banyak yang tidak mau. Karena dari 100, ada 90 menolak, hanya 10 yang mau, maka memang benar, banyak yang tidak mau.

Serunya, fokusnya bukan disitu, karena justru yang 10 itu yang Kita cari! Masalahnya, Kita nggak tahu, diantara 100 ini, mana yang 10 ini, jadi, ya explore dan jelajahi, tawarkan semua ke 100 orang, maka akan ketahuan 10 yang bawa ekstra hasil yang mana.

Kalau upgrade tapi barang yang sama, namanya up selling, nah kalau menawarkan barang lain sebagai pelengkap?

Kita bahas di tulisan berikutnya.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here