Frédéric François Chopin sebagaimana Mozart, sama-sama dijuluki ‘anak ajaib’ dari masih bocah, kendati keduanya hidup pada abad yang berbeda. Chopin, Lahir di Warsawa, Polandia, pada 1 Maret tahun 1810, kurang lebih 8 bulan sejak keluarganya boyong dari Perancis. Sejak kecil Chopin sudah pandai bermain piano. Ia sangat mencintai kegiatan bermain piano—bahkan dalam tidurnya, ia masih tak mau melepas alat perenggang jari tangannya sewaktu pertumbuhan tulangnya tidak sempurna sebagaimana anak-anak pada umumnya.

Chopin tumbuh di dalam lingkungan yang mencintai musik. Ayahnya yang bekerja sebagai guru Bahasa Perancis—ternyata lincah menggesek biola. Sementara ibunya merupakan pianis yang berbakat. Lingkungan dan ketekunan berlatih yang saban hari dijalankannya, ditambah bakat alamiah dalam diri, menjadikan Chopin sebagai pianis virtuoso yang berhasil menelurkan karya-karya luar biasa.

Cara dirinya berlatih dan bermain piano pun terbilang unik, Chopin kerap berada di hadapan piano dalam keadaan yang mutlak gelap. Dalam kegelapan, katanya, inspirasi begitu cepat mendatanginya. Terkadang ketika bermain di depan orang banyak, ia sering mengajukan permintaan untuk meredupkan cahaya yang ada pada ruangan.

Masa kecil Chopin dihabiskannya dengan bergulat pada tuts. Ketika usianya menginjak 5 tahun, Chopin telah tampil di sebuah pesta. Usia 7 tahun ia berguru kepada pianis ternama Polandia bernama Wojciech Zhivny. Secara beriringan juga, Chopin menempuh pembelajaran komposisi piano tambahan dari komposer Josef Elsner. Elsner melihat betapa Chopin kecil memiliki imajinasi yang tinggi dalam pengembaraannya terhadap bunyi. Dan tepat ketika Chopin berumur 15 tahun, Rondo in C minor gubahannya tercatat sebagai karya pertamanya yang terkenal. Awal mula keterampilannya menyeret perhatian banyak orang.

Hampir keseluruhan gubahannya melepas diri dari cengkraman aturan-aturan masa sebelumnya. Musik gubahannya menjadi gebrakan yang keluar dari tradisi era klasik. Chopin, dalam ciri khasnya, memiliki ragam warna—terkadang juga tanpa warna. Musiknya banyak memuat corak musik rakyat Mazovian dan irama Polandia yang padu. Sehingga terasa kental dan orisinil. Opus-opus Etudes yang digubah oleh Chopin, sering dijadikan dasar bermain piano oleh banyak tutor piano di seluruh dunia.

Sebagai pianis virtuoso, Chopin mendapatkan perhatian banyak dari 30 lebih penampilan publiknya—dan selebihnya, ia bermain bagi para aristokrat. Persahabatannya dengan piano membuka kemungkinan-kemungkinan yang begitu lapang—begitu luas baginya dalam mengeksplorasi inovasi serta kreasi dalam mengeruk sumber daya tuts. Dari kecerkasannya menggabungkan teknis dan pelbagai ornamen komposisi itulah, Chopin, menanggalkan namanya sebagai pianis teratas era romantik—barangkali sampai saat ini. Nocturne Op. 09 No. 2 terbukti merupakan gubahannya yang paling terkenal.

Dari Prelude sampai Ballade

Tetapi tak hanya itu. Di luar dari karyanya yang terkenal, Chopin memiliki beberapa kumpulan karya yang menembus banyak batas dan menyimpan ragam latar belakang yang sarat kesedihan dan keriangan melalui improvisasi yang lugas. Chopin juga banyak melahirkan ragam instrumen. Ia pernah menggubah musik bercorak mazurka, polonaise, impromptu, scherzo, waltz, sampai dengan fantasia. Dan semua itu, diperuntukkan untuk permainan pianonya saja. Ia jarang sekali, bahkan barangkali tak pernah, menjadi konduktor seperti Beethoven atau Mozart.

Dari Prelude, gubahan nakalnya. Chopin, secara sadar menciptakan Prelude dengan nada-nada rendah yang dapat berdiri sendiri—suatu komposisi yang independen. Tercatat telah ada 26 Prelude darinya yang terdapat di beberapa opus. Padahal Prelude, pada dasarnya merupakan semacam penyebutan untuk sebuah irama pembuka dalam suatu komposisi musik. Namun dalam hal ini Chopin memisahkannya. Ia merusak sebuah batas yang seharusnya tak dilewati oleh para pianis. Namun kenekatan (atau kreativitas?) itu menegaskan bahwa ia memang ‘anak ajaib’. Ia mengkonstruksi Prelude menjadi satu bangunan utuh dengan sentuhan ajaibnya.

Salah satu Prelude-nya, yaitu Prelude E minor Op. 28 No. 4, yang barangkali bagi kebanyakan pengamat memang bukan Prelude yang terbaik dari Chopin. Tapi dari gubahan ini—di mana alunan dan tempo lambannya yang mayoritas singkup berada dalam kontemplasi yang sama—Chopin berhasil menumbuhkan impresi kepada pendengarnya bahwa ada kepingan-kepingan kesedihan yang tak pernah selesai.

Kemudian ada Ballade yang digubahnya dan dibagi menjadi 4 pembabakan. Masing-masing pembabakan selalu pasti membawa tunggangan di sampingnya. Ballade no. 1, ditunggangi bermacam-macam kesulitan teknis tingkat tinggi—Chopin membikin komposisi di dalamnya sangat kompleks dan berbobot. Ballade no. 2 adalah aransemen piano yang ditulis oleh Chopin ketika berada di pulau Majorca—ketika ia menghabiskan waktu bersama Sand, kekasihnya.

Sementara Ballade no. 3 dikatakan sebagai pusat keriangan di antara komposisi Ballade Chopin. Iramanya banyak memasuki tuts-tuts yang lengking, untuk berupaya membentuk suasana seriang mungkin–intensitas yang fluktuatif. Dan yang terakhir ada Ballade no. 4. Dalam Ballade ini, Chopin seakan-akan mempertegas-yakinkan kembali segala kesedihan yang ada pada Prelude—itu masihlah berlanjut, dalam wujud emosional yang mencekam di kumpulan nada-nada genting yang mengawang-awang dari Ballade terakhirnya.

Karya-karya piano soloisnya yang hebat membuktikan sesuatu, bahwa kita tak usah repot-repot mengajukan sebuah pertanyaan yang menjurus pada keterampilannya—itu malah akan menghinanya. Chopin, pada era romantik, layaknya Vivaldi pada era Barok. Ia imam dan seorang musikus yang berpengaruh. Chopin, pada era romantik, juga layaknya Mozart pada era klasik. Ia ‘anak ajaib’ yang dipuji-puji—yang mati muda dengan karya-karya yang sangat gemilang.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here