Hukum adalah lembah hitam, tak mencerminkan keadilan (Marjinal – Hukum Rimba)
Hukum selalu berpihak pada yang memiliki akses. Hukum selalu tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Hukum adalah, hukum adalah, sila daftarkan rentetan panjang tentang definisi hukum menurut pembaca. Saya memilih satu definisi tentang hukum. Hukum adalah wujud keterbatasan manusia, atas apa yang mereka rasa mampu lakukan secara maksimal, sempurna dan ideal. Dengan cara itu, mereka menyisihkan segala yang dianggap kurang. Membuat hukum, dan menerapkannya pada manusia. Siapa yang membentuk? Ya, mereka yang memiliki kuasa untuk menetapkan hukum. Dalam konteks negara, yang berhak adalah Mahkamah Konstitusi, antara lain.
Ada kisah menarik yang bicara tentang hukum. Seorang hakim memutuskan perkara, kepada terdakwa yang dianggap telah mencuri ayam tetangga. 3 tahun penjara. Setelah persidangan selesai, si hakim merasa, tugas selesai, apa yang terjadi esok, adalah esok karena hasil keputusan akan tampak ketika hari berakhir. Hakim keluar dari ruang persidangan, pulang ke rumah, dan duduk di halaman rumah. Di depan rumah, istrinya keluar membawakan the sambil berkata, tetangga kita masuk penjara akibat mencuri ayam pak Joko. Joko adalah tetangga terpisah 3 rumah dekat rumah si hakim itu. Si Tetangga yang masuk penjara, adalah orang dakwaan hakim, yang pernah menolong anak hakim dan si istri ketika mengalami kecelakaan di perjalanan pulang dari sekolah.
Hati si hakim gejolak, merasa dia telah berbuat tidak adil terhadap seorang yang telah membantu anak dan keluarganya dari kehilangan. Mengapa ia harus memutus dakwaan itu. Hakim lalu berpikir, bukankah setiap orang memiliki kesalahan, dan kemungkinan kesalahan diperbaiki akan selalu ada. Sementara itu hakim itu meyakini, memang kesalahan dan perbaikan tidak terelakkan. Hukum paling mungkin tetap harus ada, jadi Hakim menetralisir rasa bersalahanya. Kendati kejadian itu terus menghantui setiap malam. Di sana letak hukum, di antara tegangan harapan akan keadilan, dan ketidakmampuan manusia mengatasi segala permasalahan di muka bumi, kata Derrida.
Bagaimana memperlakukan Negara, pada akhirnya, jika hukum terus berlaku demikian. Jika hukum terus menerus memperpanjang kesenjangan dan ketimpangan. Nasional. Nasionalisme, atau perasaan merasa satu nasib, satu harapan, dan satu ikatan komune. Rakyat bertaruh pada keyakinan, yang juga entah akan terjadi atau tidak. Dalam hal ini, cara bernegara Indonesia memperlakukan hukum, tentu saja dengan perangkat Trias Politica. Apakah mungkin, barangkali sejarah yang akan menjawab. Seperti ulasan tentang perkembangan hukum dalam buku Menemukan Kembali Pembangunan Hukum Nasional. Buku yang menyajikan catatan ihwal pentingnya suatu haluan negara yang beralaskan pembagunan hukum nasional, dan diteliti berdasarkan rentang batasan momen yang ketat. Sejarah Hukum, adalah sejarah Belajar Mengubah Hukum Dari Lembah Hitam Menjadi Savana Subur.