Ahmad Tohari
Ahmad Tohari

Ahmad Tohari, sering dipanggil Pak AT, adalah salah satu pengarang Indonesia yang namanya tak asing lagi bagi pecinta sastra. Terkenal lewat trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, ia menjadi ikon dalam dunia sastra Indonesia dengan karyanya yang kental akan nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan masyarakat kelas bawah. Ahmad Tohari tidak hanya sekadar menulis, ia menyajikan realitas kehidupan pedesaan dengan sentuhan yang sangat mendalam, membuat karya-karyanya tetap relevan dan bermakna hingga hari ini.

Perjalanan Hidup Ahmad Tohari

Lahir pada 13 Juni 1948 di desa kecil Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, Ahmad Tohari berasal dari keluarga santri. Ayahnya adalah seorang kiai yang juga bekerja sebagai pegawai Kantor Urusan Agama (KUA), sementara ibunya adalah seorang pedagang kain. Kondisi keluarga yang sederhana dan kental dengan ajaran agama Islam membentuk pandangan hidup Ahmad Tohari sejak kecil.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMAN II Purwokerto, Ahmad Tohari melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman (UNSUD) pada tahun 1974—1975, sebelum akhirnya pindah ke Fakultas Sosial Politik (1975—1976). Ia juga sempat belajar di Fakultas Kedokteran YARSI, Jakarta pada tahun 1967—1970, meskipun tidak sampai selesai. Meski memiliki kesempatan untuk meniti karier akademik, Tohari memilih untuk kembali ke desanya dan mengabdikan hidupnya dengan mengasuh Pondok Pesantren NU Al Falah.

Karya-Karya Ahmad Tohari yang Ikonik

Ahmad Tohari mulai menulis sejak masa SMA, namun karya-karyanya baru dikenal publik pada awal tahun 1970-an. Salah satu cerita pendeknya, “Jasa-Jasa buat Sanwirya”, meraih penghargaan di Sayembara Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep pada tahun 1977. Pencapaian ini menjadi titik balik yang memotivasinya untuk terus berkarya.

Salah satu karya paling terkenalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, diterbitkan pada tahun 1982 dan langsung mencuri perhatian publik. Novel ini menjadi bagian pertama dari trilogi yang menggambarkan kehidupan seorang penari ronggeng di desa miskin. Dua novel lainnya yang melengkapi trilogi ini adalah Lintang Kemukus Dinihari (1985) dan Jantera Bianglala (1986). Trilogi ini mendapatkan perhatian luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri setelah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Versi bahasa Inggris trilogi ini diterbitkan dengan judul The Dancer oleh Yayasan Lontar pada tahun 2002.

Selain Ronggeng Dukuh Paruk, karya lain Ahmad Tohari yang juga patut diperhitungkan adalah Di Kaki Bukit Cibalak (1979), Kubah (1980), dan Bekisar Merah (1995). Novel Kubah sendiri menerima penghargaan sebagai bacaan terbaik di bidang fiksi dari Yayasan Buku Utama pada tahun 1980. Bekisar Merah, sebuah novel yang mengangkat isu-isu sosial, berhasil membawa Ahmad Tohari meraih Hadiah Sastra ASEAN pada tahun 1995.

Mengangkat Isu-isu Kemanusiaan dan Wong Cilik

Salah satu kekuatan Ahmad Tohari sebagai pengarang adalah kemampuannya menggambarkan kehidupan masyarakat pedesaan, terutama mereka yang berada di kelas sosial bawah. Ia kerap menyentuh isu-isu kemanusiaan melalui tokoh-tokoh yang hidup di pinggiran masyarakat, seperti gelandangan, pelacur, dan pengemis. Melalui deskripsi yang penuh empati, Tohari berhasil menghidupkan realitas kehidupan wong cilik (masyarakat kecil) dalam setiap karyanya.

Karya-karyanya mencerminkan keprihatinan yang mendalam terhadap nasib kaum miskin di desa, terpisah dari gemerlap kehidupan kota. Misalnya, dalam Ronggeng Dukuh Paruk, Tohari menceritakan kisah tragis Srintil, seorang gadis desa yang terjebak dalam tradisi sebagai ronggeng. Srintil menjadi simbol dari nasib perempuan desa yang terpinggirkan dan diobjektifikasi oleh tradisi yang patriarkal. Tohari menggunakan karakter ini untuk mengkritik struktur sosial yang tidak adil, tetapi tetap membingkainya dalam cerita yang sangat manusiawi dan menyentuh.

Penghargaan dan Pengakuan Internasional

Karya-karya Ahmad Tohari telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris. Bahkan, pada tahun 1990, ia diundang untuk mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat, selama tiga bulan. Penghargaan ini menjadi bukti pengakuan internasional terhadap kualitas dan kedalaman karya-karya Tohari.

Ronggeng Dukuh Paruk juga telah diadaptasi menjadi film dengan judul Darah Mahkota Ronggeng, yang disutradarai oleh Yazman Yazid. Film ini menampilkan aktris Enny Beatrice dan aktor Ray Sahetapy sebagai pemeran utama. Adaptasi ini membawa cerita klasik Tohari ke layar lebar, meskipun tidak semua detail dalam novel dapat diakomodasi dalam versi film.

Gaya Penulisan dan Konsep Realisme Ahmad Tohari

Ahmad Tohari memiliki ciri khas dalam gaya penulisannya. Ia menganut prinsip realisme dalam karya-karyanya, di mana imajinasi bukanlah satu-satunya elemen dalam proses kreatifnya. Ia banyak menggunakan fenomena sosial yang benar-benar terjadi sebagai dasar cerita, menghidupkan realitas melalui karakter-karakter yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Tohari percaya bahwa menjadi penulis realisme adalah panggilan hatinya yang tidak bisa ditawar.

Melalui karyanya, Tohari mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan kemanusiaan yang ada di sekitar mereka. Ia mengemas ceritanya dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, sehingga dapat dinikmati oleh pembaca dari berbagai kalangan. Pesan-pesan yang disampaikan dalam karya-karyanya terasa kuat dan mudah dipahami, menjadikan Tohari salah satu pengarang yang karya-karyanya tak lekang oleh waktu.

Ahmad Tohari bukan hanya sekadar penulis, ia adalah pencerita kehidupan yang memotret realitas masyarakat bawah dengan sangat tajam dan mendalam. Dengan ciri khas realisme yang kental, ia berhasil menciptakan karya-karya yang menggugah hati dan pikiran pembaca. Melalui tokoh-tokoh yang hidup di dalam cerita-ceritanya, Tohari memberikan kita pandangan yang lebih luas tentang kemanusiaan, keadilan sosial, dan kehidupan desa yang penuh kesederhanaan namun sarat makna

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here