NH Dini
NH Dini

Pada tanggal 29 Februari 2020, Google merayakan kehidupan dan karya NH Dini dengan menghadirkan Google Doodle yang menggambarkan sosok NH Dini sedang menulis dengan latar belakang kaca bulat, seolah ia berada di dalam kapal. Doodle ini merupakan karya ilustrator Indonesia, Kathrin Honesta, yang berusaha menangkap esensi dari perjalanan hidup dan kontribusi besar NH Dini dalam dunia sastra.

Perjalanan Awal dan Latar Belakang Keluarga 

Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, lebih dikenal dengan nama pena NH Dini, lahir pada 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah putri bungsu dari pasangan Salyowijiyo, seorang pegawai perusahaan kereta api, dan Kusaminah. NH Dini juga memiliki darah Bugis dari ibunya. Dalam keluarga, Dini sangat dekat dengan ayahnya, yang menanamkan kecintaan pada seni, serta kakaknya, Teguh Asmar, yang sama-sama memiliki bakat seni. Ayahnya, sebelum meninggal, berpesan agar Dini belajar menari dan memukul gamelan untuk memahami kelembutan dalam kehidupan. Pesan ini tampaknya sangat mempengaruhi karakter tokoh utama wanita dalam novel-novelnya yang sering kali digambarkan dengan sifat yang lembut.

Bakat Menulis yang Tumbuh Sejak Kecil 

Bakat menulis NH Dini sudah terlihat sejak usia dini. Pada usia sembilan tahun, ia menulis karangan berjudul “Merdeka dan Merah Putih” yang dianggap membahayakan oleh pihak Belanda. Tulisan itu bahkan sempat membuat ayahnya berurusan dengan Belanda, namun setelah mengetahui penulisnya adalah seorang anak, Belanda akhirnya mengalah. Karya-karya Dini kemudian terus berkembang, dan ia sering mengisi majalah dinding di sekolahnya dengan esai dan sajak.

Karya dan Kontribusi di Dunia Sastra 

Sebagai sastrawan, NH Dini dikenal luas melalui novel-novelnya yang sering berlatar belakang di luar negeri. Meskipun ia juga menulis puisi, cerita pendek, dan drama, Dini lebih dikenal sebagai novelis. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain “Pada Sebuah Kapal” (1972), “La Barka” (1975), dan “Namaku Hiroko” (1977). Keahliannya dalam menggambarkan latar dan suasana yang detail membuat pembaca merasa seperti berada di tempat yang sama dengan tokoh-tokohnya.

NH Dini telah melahirkan lebih dari 40 judul buku sepanjang kariernya. Beberapa karya penting yang patut disebutkan di antaranya adalah:

  • Puisi: “Bagi Seorang yang Menerima” (1954), “Penggalan” (1954), “Kematian” (1958).
  • Kumpulan Cerita Pendek: “Dua Dunia” (1956), “Tuileries” (1982), “Segi dan Garis” (1983).
  • Novel: “Hati yang Damai” (1961), “Pada Sebuah Kapal” (1972), “La Barka” (1975), “Namaku Hiroko” (1977), “Langit dan Bumi Sahabat Kami” (1979), “Pertemuan Dua Hati” (1986), dan “Jepun Negerinya Hiroko” (2000).

NH Dini selalu melakukan riset mendalam sebelum menulis, yang membuat ceritanya terasa nyata dan mendalam. Hal ini diungkapkan oleh Murti, seorang penulis sastra anak, yang menyatakan bahwa saat mengunjungi daerah yang menjadi latar cerita, pembaca akan langsung teringat pada karya-karyanya.

Kehidupan Pribadi dan Perjuangan 

Pada tahun 1960, NH Dini menikah dengan seorang diplomat Prancis, Yves Coffin. Setelah menikah, mereka pindah ke Jepang, di mana anak pertama mereka, Marie Glaire Lintang, lahir pada tahun 1961. Kemudian mereka pindah ke Kamboja, sebelum akhirnya menetap di Prancis. Rumah tangga mereka bertahan selama hampir dua puluh tahun sebelum akhirnya bercerai pada tahun 1980. Setelah perceraian, ia kembali ke Indonesia dalam keadaan sakit kanker. Namun, setelah kesehatannya pulih, ia kembali aktif menulis dan membimbing anak-anak di desa Kedung Pani, Semarang.

Pengaruh dan Warisan 

NH Dini merupakan salah satu pengarang prosa Indonesia yang paling berpengaruh. Karyanya tidak hanya membahas isu-isu sosial, tetapi juga secara intens mengangkat masalah perempuan. Dia sangat menghindari penggunaan kata perintah dalam cerita anak-anak, karena ia tidak ingin membentuk perilaku dan pemikiran yang seragam. Sebaliknya, ia lebih memilih menyajikan kisah penuh makna yang memungkinkan anak-anak membuat keputusan sendiri.

Kepiawaian NH Dini dalam menulis tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Pada tahun 2003, ia menerima penghargaan SEA Write Award dari Pemerintah Thailand, sebuah penghargaan bergengsi di bidang sastra. Penghargaan ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu sastrawan terbesar Indonesia.

Kesetaraan Gender dan Pengaruh Pancasila 

Selain sebagai penulis, NH Dini juga dikenal sebagai seorang ibu yang memperjuangkan kesetaraan gender dan hak anak melalui karya-karyanya. Perjuangan ini dapat dilihat sebagai bentuk pengamalan nilai Pancasila, terutama dalam upaya menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan sosial. Dengan mengangkat isu-isu ini dalam tulisannya, telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk pemikiran yang lebih inklusif dan adil di masyarakat.

Peninggalan yang Abadi 

Meskipun NH Dini telah meninggal dunia pada 4 Desember 2018, karya-karyanya tetap hidup dan memberikan inspirasi bagi generasi berikutnya. Melalui tulisan-tulisannya, Dini mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, refleksi sosial, dan kebijaksanaan yang relevan sepanjang masa. Google Doodle yang menghormati NH Dini pada tahun 2020 adalah bukti bahwa warisannya terus dikenang dan dihargai, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Dengan lebih dari 40 judul buku, termasuk novel, cerita pendek, dan puisi, NH Dini telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam dunia sastra Indonesia. Kisah hidupnya, mulai dari perjuangan pribadi hingga kontribusinya dalam sastra dan kesetaraan gender, menjadikan sebagai sosok yang patut dihormati dan dikenang sepanjang masa.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here