Dee Lestari, nama pena yang sudah akrab terdengar di kesusastraan Indonesia. Perempuan kelahiran Bandung ini telah melahirkan karya yang banyak digemari berkat ide-idenya yang out of the box. Tak heran jika banyak orang yang penasaran terkait bagaimana kiat menulis Dee Lestari.
Menulis memang diperlukan teknik yang tak sembarangan. Meski tulis-menulis seringkali dianggap sebagai hal yang gamblang, tetapi kegiatan ini juga perlu tekniknya. Takk jarang penulis pemula juga merasa kesulitan ketika menulis.
Padahal hanya tinggal menulis saja, bukan? Eits, jangan salah! Bagi mereka yang berprofesi sebagai penulis, menulis tidak serta merta begitu saja. Hal ini lantaran, adanya keinginan penulis agar tulisan dapat dinikmati oleh pembaca melalui kata yang enak dibaca.
Bagaimana sih menghasilkan tulisan yang bisa dinikmati pembaca? Pertanyaan itu kerap dilontarkan oleh penulis pemula. Sebenarnya banyak kiat yang bisa dicontoh, salah satunya kiat-kiat menulis ala Dee Lestari berikut ini.
Pertama, rancang dan lukiskan ide. Sebelum menulis, penulis perlu merencanakan dan menggambarkan ide terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar tulisan lebih terarah. Ide juga tidak akan berhenti di tengah jalan. Menurut Dee Lestari, kadang kala ide tidak mengalir dengan lancar, terutama ketika menulis tulisan yang panjang. Maka dari itu, perlunya membuat draft dan poin-poin tulisan, sehingga lebih memudahkan dalam menulis.
Kedua, membuat pembuka tulisan yang kuat. Kalimat pembuka menjadi anak kunci dalam sebuah tulisan. Jika pembuka dirasa menarik, kesan yang baik akan tertoreh dalam benak pembaca. Hal ini dapar menarik perhatian pembaca untuk membaca hingga akhir tulisan.
Menurut Dee, pembuka dapat berisi pokok atau inti dari tulisan, memiliki unsur yang ringkas dan menarik. Pembuka kadang kala juga menjadi tengarai gaya penulisan seseorang. Tak heran jika di portal media besar serupa tempo.co, kompas.com, dan lain-lain bisa mengenal gaya penulisan jurnalisnya.
Ketiga, menulis dengan emosi atau perasaan. Apa perlunya menulis dengan emosi atau perasaan? Hal ini bertujuan agar tulisan tampak lebih hidup. Menulis dengan emosi dapat memantik deskripsi lebih lengkap terhadap apa yang ingin disampaikan.
Menurut Dee Lestari, emosi dapat memancing pembaca untuk membaca tulisan kita. Apalagi menulis fiksi, hal yang dicari tentu berkaitan dengan emosi. Hal ini juga berlaku pada tulisan non-fiksi, emosi merangsang penulis agar tulisan yang dibuat mudah dipahami oleh pembaca.
Keempat, menggunakan kalimat yang bervariasi. Kalimat yang hanya dibuat berulang-ulang tidak indah ketika dibaca. Penulis perlu membuat kalimat yang kreatif sehingga pembaca tidak merasa jenuh atau bosan.
Menurut Dee, perlunya melihat variasi kalimat mulai dari panjang-pendeknya dan kalimat induktif-deduktif. Variasi ini akan membentuk ritme dan irama yang menarik bagi pembaca. Selain kalimat, variasi diksi juga perlu diperhatikan.
Kelima, menulis dengan mengalir. Bagaimana caranya untuk mulai menulis? Pertanyaan-pertanyaan itu masih terus mampir dipersoalkan. Ketakutan-ketakutan kadang sering muncul ketika menulis sebab ekspektasi pembaca yang selalu membayangi penulis. Ini tidak benar, ya.
Banyak yang menuturkan jika hal seperti itu bisa menjadi penghambat ketika mulai menulis sebab merasa takut salah. Padahal, menulis perlu kebiasaan dan pengalaman. Dengan begitu, standar tertentu dapat tercapai lewat kesulitan dan tantangan yang pernah dihadapi.
Keenam, membuat kerangka sesuai dengan kebutuhan. Bagi Dee, kerangka itu opsional. Seseorang bisa saja tidak memerlukan membuat kerangka atau outline untuk menulis suatu karya. Dee perlu membuat kerangka ketika hendak menulis novel yang memiliki banyak jumlah kata.
Kerangka memang sangat diperlukan ketika menulis sesuatu, terlebih lagi seperti menulis sebuah novel. Namun, hal itu bukan menjadi aturan ketika menulis sebab setiap orang pasti memiliki pikiran yang berbeda. Menulis tidak menggunakan kerangka dapat dilakukan, asal tulisan dapat diterima baik oleh pembaca.
Ketujuh, melakukan riset. Dee Lestari dikenal sebagai periset yang handal, terlihat dari karya-karyanya yang melukiskan sesuatu secara detail. Tak heran jika banyak menjadikannya sebagai model perihal riset sebelum menulis. Untuk menulis, penulis memerlukan riset data yang lengkap.
Baginya, riset merupakan kebutuhan sekunder sebab semua bergantung pada bagaimana penulis menyajikan tulisan tersebut. Kendatipun begitu, riset juga perlu dilakukan demi memastikan kebenaran akan fakta. Data yang digunakan juga harus relevan dengan tema tulisan.
Nah, itu dia kiat-kiat menulis versi Dee Lestari. Beberapa tips dirangkum dari tulisan blog (https://deelestari.com/ ) Dee terkait hal tulis-menulis. Kalian bisa betanya terkait tulis-menulis secara langsung kepada Dee. Semoga bermanfaat.
[…] sesi ini, Dee Lestari berbagi pengalaman dan wawasannya tentang dunia menulis. Ia membuka kesempatan bagi peserta untuk […]