Kumpulan Puisi Rianda Akbari
Kumpulan Puisi Rianda Akbari

kita kami

kita bukan kami
kami bukan kita.
aku dia kami
aku kau dia kita.

kami bukan kita
kita bukan kami
aku dia, bukan kau
itu kami
aku kau, bukan dia
itu kita

aku kau dia kita
aku dia kami
kami bukan kita.
kita bukan kami.

Karya Rianda Akbari

tarik benang

lusuh kuyup tubuh serampangan
pikul mimpi dan harap, ia kelimpungan
balutan hitam putih itu kian kekuningan
mengempit lamaran tanda tuntas kejuruan

hari ini, babak pertaruhan
Mengaduh. Apakah tahun menahun adalah kesia-siaan?
di Gelanggang Timur penantian
telunjuk-telunjuk menggedor tabir harapan

para pion muda berbaris tak karuan
menyikut, terjepit di keramaian
nasib mu diadu di pilitan benang.
kutuk serapah tercekat di kerongkongan. 

lamat lamat dari langkan.
Mendesau di rongga ingatan,
“Semoga kamu masuk nak!”.

Karya Rianda Akbari

keringat malam

terapung di Selat Malaka
Batu ampa
tiada fajar menyingsing.
tiada lembayung senja.
tiada desiran kelapa.

hanya angka
hanya terlambat
hanya cepat

pusaran Nagoya
mereka lupa
terkulai larut
keringat bercucur deras
dengusan panas pemilik malam

Karya Rianda Akbari

kinasih papandayan

kepungan dinding Papandayan
desis belerang menusuk hidung
hutan mati berdenging
menggelitik tungkai yang lengah
merayu lalu terhenti.

terkelu kepakan layang-layang kecil.
terbang dan menukik
debum kerikil terlontar bebas ke muara langit.
membidik hutan hidup.

O… Hutan mati dan hidup.
ia terperanjat, berdegup.
daun itu belum gugur
Ia ulangi, sekali lagi ia hidup

pesisir menghitam
ikan gembung mengambang
gembur mengeras
tertungging kemajuan
digilas pusaran.

Karya Rianda Akbari

legi rangkapan

empat lelaki tertawa girang
terampul-ampul di tengah lapang
saling menepuk mengusir kebosanan
merajut giliran ke tanah seberang
penat berbulan-bulan
dicekok rayuan gombal

di bawah tandon
si keriting bertopang dagu
menenteng ember dan menyampir handuk
mengantri toilet yang penuh sesak.
mata sebam memberungut. 

si ceking terpekur dekat tong sampah
berjurai lapar memilit usus
sebab bekal seminggu tak berbiak
terpacak, hanya tujuh ribu perak
menanti iba dari ibu.

di beranda teras
empat perempuan bersila
mengupas, mengiris sayur seikat
sedari asar bersolek tepung terigu
gelak letupan minyak kuali
katanya…
untuk jamuan alakadar para peniti kitab
di Rangkapan memekik berkat.

Karya Rianda Akbari

telusur

di tepian Kali Besar
ketumpulan ku melenguh
bersulih asap bajaj
kemana amarah itu?
ia leleh melindap

Karya Rianda Akbari

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here