Kalau sudah siap dirancang program marketingnya, iMARKS juga siap mendampingi.
Seorang kawan di Lamongan, Abah Mustiko Adi Wibowo, dalam satu kesempatan, memperkenalkan Saya dengan Kaji Deni. Pertemuan diagendakan di lokasi kantor, bertempat di lantai 2, bersebelahan dengan masjid, kawasan perumahan Grand Zam Zam Residence. Kalau berurusan dengan developer yang berjualan rumah, Saya ada beberapa pengalaman, namun kebanyakan berlokasi di Malang. Panjang urusan Saya dengan Primaland, milik Haji Rendra, atau penanganan yang pernah Saya lakukan dalam pemasaran Turen Indah Property nya Haji Makhrus Sholeh.
Bab baru disambung dengan Grand Zam Zam Property, karena berada di luar kota, biasanya Saya inap di beberapa hotel, pindah pindah, dan sempat lama juga NU alias nunut urip di rumahnya Mas Afiyan juragan bakso terminal Lamongan.
Saat mulai mengolah Grand Zam Zam Residence Lamongan, Saya jadi punya lokasi transit atau shelter baru, karena sama Kaji Deni Saya boleh numpang tinggal, milih unit, nyoba menginap di rumah yang mana, karena rumahnya banyak.
Dalam satu sesi pertemuan, tim sales Grand Zam Zam Residence dikumpulkan, ada belasan orang yang seperti biasa, di agenda rutinnya, mempresentasikan hasil maupun proses pekerjaan yang dilakukan, beserta analisis faktor yang disimpulkan, baik faktor pendukung maupun faktor kendala.
Namanya sales, jualan rumah, tentu menemui berbagai macam respon. Ada yang mau, ada yang nolak, ada yang curiga, ada yang macem macem lah respon yang didapatkan. Lalu Saya melemparkan sebuah pertanyaan :
“Orang yang menolak saat Kita berikan penawaran, itu bagus apa jelek sih?”
Belasan orang mendengar, kemudian mencerna, karena mereka paham, Saya menantikan jawaban yang merupakan pendapat dari masing-masing orang.
Tentu, rata-rata menjawab, bahwa orang yang menolak penawaran Kita, adalah orang yang tidak baik, orang yang kasar, bahkan orang yang diasosiasikan jahat kepada kita. Lha bagaimana tidak, ditawari baik-baik, eh, responnya kok tidak baik? Sungguh jahat bukan?
Kemudian, coba saya bahas fenomena ini.
Ada seorang pemuda, naksir berat jatuh hati pada seorang gadis jelita, kembang desa yang rupawan dan menawan. Saat sang pemuda mencoba mendekati dan menunjukkan ketertarikannya, sang gadis samar-samar memberikan respon seolah memberi pertanda bahwa sang pemuda ada kesempatan dan mulai tumbuh harapan. Diberi hadiah diterima, diajak ngobrol bersedia, candaan dibalas dengan senyuman, sang pemuda yakin, inilah jalan dan kesempatannya.
Hingga pada satu titik, terkumpullah segala keyakinan sang pemuda, dan dengan kepercayaan diri tinggi, meminang sang gadis, lalu kemudian, yang didapatkan adalah respon : penolakan.
Salahkah sang gadis? Naifkah sang pemuda? Entah siapa yang salah, namun jika Anda jadi sang pemuda, hendaknya bagaimana? Atau jika Anda jadi sang gadis, harusnya bagaimana?
Maka Saya pribadi punya pemikiran, bahwa :
“Orang yang menolak penawaran Kita, adalah orang baik.”
Lho kok bisa?
Sederhana saja, orang yang sedari awal menolak ketika diberikan sebuah penawaran, adalah orang yang tegas dan jelas. Tegas menolak, jelas menolak, terang benderang tidak abu-abu, tanpa remang-remang.
Lha orang jahatnya mana? Menurut saya yang tidak baik itu adalah memberi harapan, membalut kepalsuan, mengulur waktu, memainkan penundaan, tapi ujungnya kemudian tetap saja : melakukan penolakan.
Kok jadi ingat kisah pemuda dan gadis kembang desa tadi ya?
Orang yang memberikan penolakan, itu orang baik, karena dengan ketegasan dan kejelasan dia, kita jadi tidak buang buang waktu dengan harapan palsu. Jadi kalau sedari awal jalan buntu, maka kita akan jelas mencari jalan lain yang dapat dilalui.
Capek banget kan kalau dapat harapan ada jalan, muter sana sini, kesana kemari, tapi akhirnya ternyata ya memang beneran buntu.
Tugas kita ya menawari, apakah diterima apa ditolak, nggak usah Kita atur-atur, suka suka dari si calon konsumennya.
Jadi, mending teh apa kopi?
Mending tidak kenal dari awal, jadi tidak dibuai dengan ekspektasi, yang berujung pada kecewa di hati.
Jadi Team Grand Zam Zam Residence kemudian ada yang nyeletuk : jadi kalau ada yang Kita tawari lalu memberi penolakan, kita harusnya malah terimakasih ya?
Cerdas, no hurt feeling!
Tapi kalau ada yang kita tawari dan langsung beli, terimakasihnya kudu lebih to the max, karena itu tanda hilal yang nampak, bahwa komisi dan fee, akan cair secara seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Kalau nggak nolak, tapi juga belum benar-benar menerima, sikap Kita bagaimana?
Kita bahas di tulisan berikutnya.