Perempuan Bercerita: Saya dan Pembalut Kain
Perempuan Bercerita: Saya dan Pembalut Kain

Saya adalah seorang mahasiswa di Jogja, medan tempat saya banyak mendengar wacana dan isu-isu lingkungan dari seluruh penjuru Indonesia. Bahkan di Jogja sendiri, isu krisis lingkungan seperti penuhnya tempat pembuangan sampah (TPS) seringkali kita dengar. Secara umum, memang wacana krisis lingkungan akhir-akhir ini kerap berlalu lalang di sekitar kita, mulai dari perubahan iklim hingga problem sampah yang tak kunjung selesai.  Hal ini diperkuat dengan adanya data lapangan tentang timbulan sampah di Indonesia total mencapai 40.202.261.24 ton per tahunnya–angka yang membuat kita membelalakkan mata.

Fakta jika pembalut wanita menjadi salah satu jenis sampah yang menyumbang banyak dalam angka krisis lingkungan di atas. Meskipun,dalam beberapa penelitian, disebutkan bahwa tingkat kepedulian perempuan terhadap masalah lingkungan lebih besar dibanding laki-laki—terlepas dari pengaruh budaya patriarki dan subordinasi perempuan—tak dapat dinafikan bahwa salah satu yang menyumbang dari krisis tersebut ialah perempuan dengan pembalut sekali pakainya. Pada tahun 2018, bahkan European Commission mengumumkan bahwa sampah produk menstruasi sekali pakai menduduki peringkat no. 5 dengan total 9.493 item sampah di Eropa.

Sejak beberapa tahun silam, perempuan Indonesia telah terbiasa menggunakan pembalut sekali pakai yang banyak disediakan oleh toko-toko swalayan. Padahal, dampaknya sangat signifikan bagi krisis lingkungan. Butuh waktu kurang lebih 500-800 tahun untuk mendaur ulang sampah pembalut hingga terurai. Selain itu, di dalamnya juga terdapat beberapa elemen yang berbahaya bagi tubuh dan lingkungan, seperti polimer sintetik, phthalates, chlorine. Karena itulah kemudian pembalut wanita sekali pakai akan tergolong pada jenis sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Dampak lainnya yang bisa ditimbulkan adalah kontaminasi pada air dan tanah. Komponen lainnya ialah bahan plastik yang berupa polyethylene juga tidak akan bisa diuraikan oleh mikroorganisme, dan jalan satu-satunya pembalut akan berakhir di lautan dan akan menjadi santapan ikan-ikan—yang nantinya akan dikonsumsi ulang oleh manusia. Sebagaimana yang sudah marak kita dengar tentang penemuan mikroplastik di perut ikan-ikan laut.

Sangat disayangkan mengingat penelitian yang dilakukan oleh Fatkhu Rohmatin dkk tentang Women Perception on The Environmental Effect of Menstrual Product Waste mengatakan bahwa 38 dari 40 partisipan perempuan di Indonesia memilih menggunakan pembalut sekali pakai (disposable menstrual pads) dengan alasan lebih praktis, nyaman, dan lebih murah—padahal jika memakai pembalut kain bisa lebih menghemat uang untuk jangka waktu yang lebih lama. Tentunya hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya ketersediaan dan media iklan yang mempengaruhi keputusan dan pilihan individu. 

Dalam hal ini perlu kesadaran pada setiap individu untuk mulai merubah keadaan dimulai dari diri sendiri. Saya telah menggunakan pembalut kain yang dapat dicuci dan dipakai ulang (reusable sanitary pads) selama kurang lebih 3 tahun. Dalam jangka waktu tiga tahun tersebut, bayangkan jika saya tetap memakai pembalut sekali pakai. Tentu akan banyak sampah yang akan dihasilkan. Setelah saya melakukan mini riset, jika dalam satu kali masa menstruasi saya menghabiskan 20 buah pembalut sekali pakai, tentu dalam satu tahun saya akan menghabiskan kurang lebih 240 buah pembalut. Dengan angka tersebut saya membayangkan jika seluruh perempuan di Indonesia menggunakan pembalut sekali pakai tersebut, seminimalnya akan ada penumpukan sampah pembalut wanita kira-kira sebanyak 31.200.000.000 ton (240 dikalikan 130.000.000 atau jumlah populasi wanita di Indonesia). 

Sebenarnya saya yakin bahwa setiap dari kita setuju dan menyadari bahwa produk pembalut yang kita gunakan (dalam hal ini pembalut sekali pakai) ialah berkontribusi memperburuk pencemaran lingkungan. Sejalan dengan hal itu, penelitian yang dilakukan oleh Fatkhu Rohmatin dkk tentang Women Perception on The Environmental Effect of Menstrual Product Waste juga menegaskan tentang kesadaran perempuan terhadap lingkungan belum bisa dikatakan menentukan dan berbanding lurus dengan proses pemilihan jenis produk pembalut yang akan digunakan saat menstruasi. Namun, hal ini berseberangan dengan pendapat Annisa & Wijaya bahwa konsumen dengan pengetahuan yang baik dan tinggi tentang suatu produk akan memiliki daya ingat, pengenalan, dan kemampuan logis untuk mempertimbangkan konsumsinya. Maka kesimpulannya ialah, sebagai perempuan alangkah baiknya jika kita banyak mencari tahu perihal kualitas dan komposisi pembalut yang kita pakai secara mendalam, menjadi konsumen bukan hanya karena ikut trend atau kebiasaan.

Maka dari itulah, sudah selayaknya saya mengajak teman-teman untuk mulai merealisasikan kesadaran itu. Tidak hanya mengetahui tentang impact-nya namun juga berani untuk bertindak dan merencanakan. Karena setiap perempuan punya hak atas tubuh mereka dan juga lingkungan tempat mereka hidup. Hal yang membuat saya bersemangat untuk menulis topik ini ialah tidak lain hanya untuk mendukung wacana ini dibaca oleh banyak orang, karena sejauh ini pemerintah masih belum mengadakan regulasi untuk mengaturnya dan bagi perempuan sendiri soal bercerita tentang masalah menstruasi masih terasa tabu—apalagi kepada lawan jenis. Namun, terlepas dari itu tidak ada salahnya perempuan untuk terus bercerita.

Daftar Bacaan

Fikri, Elanda, Irmawartini Irmawartini, Bambang Suwerda, Wiwin Wiryanti, Nany Djuhriah, Neneng Yetty Hanurawaty, and others, “Penerapan Metode Daur Ulang Sampah B3 Rumah Tangga Infeksius Dengan Pendekatan Life Cycle Assessment Melalui Pemberdayaan Masyarakat,” Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 8.3 (2023) https://doi.org/10.30604/jika.v8i3.981 

Habsari, SK, WOMEN PERCEPTION ON THE ENVIRONMENTAL EFFECT OF MENSTRUAL PRODUCT WASTE

Nurul, dkk, Pengaruh Kesadaran Kesehatan dan Pengetahuan Produk Terhadap Minat Beli Pada Produk Menstrual Pad, PPIMAN VOL 1(4), 2023. Hlm 43-57

Wanita, Pemberdayaan, Melalui Pelatihan, Pembuatan Pembalut, Ramah Lingkungan, Di Dusun, Jambu Muhammad Habibie, and others, “Prosiding Konferensi Pengabdian Masyarakat” www.menlh.go.id 

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here