Budaya
Potret Taman Krida Budaya Jawa Timur yang berlokasi di Kota Malang/Foto: Gema Sulawesi

Suatu ironi kembali kita temukan kala mendengar berita tentang rencana Taman Krida Budaya Jatim (TKBJ) di Malang di Jalan Sukarno-Hatta yang akan dijadikan hotel seperti yang disampaikan oleh Arif Tri Sastyawan, kepala Disnaker-PMTSP. Rencana itu berkaitan dengan isu makin gencarnya investor memasuki Malang sebagai wilayah pariwisata. Yang menjadi pertanyaan sejumlah seniman, budayawan, dan akademisi Malang yang konsen terhadap kehidupan kebudayaan, bahwa TKBJ yang menjadi aset Pemda Jatim yang dibangun sejak 20-an tahun lalu merupakan ruang publik kebudayaan, dan pernah mengalami masa kejayaan melalui berbagai festival seni tradisi dan modern yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Pemda Jatim sebagai upaya Pemda untuk melestarikan dan mengembangkan apresiasi seni kepada masyarakat.

Isu tentang TKBJ yang akan dijadikan hotel terasa pahit dan terasa bertentangan dengan policy kebudayaan yang diselenggarakana oleh Kemendibudristek melalui Dirjenbud dalam
program pembenahan tata kelola kelembagaan beserta pengembangannya yang kini kian gencar dan melibatkan berbagai stakeholder di dalam masyarakat.

Taman Krida Budaya Jawa Timur sebagai aset ruang publik kebudayaan merupakan sarana yang sangat kuat kaitannya dengan pengembangan daya tarik kepariwisataan. Tentu saja masalah ini berkaitan dengan sejauh mana program kesenian bisa
dikembangkan. Dalam konteks inilah kita menemukan suatu ironi bahwa Pemda Jatim yang memiliki aset demikian penting di suatu kota dengan daya tarik yang tinggi dalam pariwisata justru tak memiliki program pengembangan kesenian seperti pada awal didirikannya TKBJ.

Kaum seniman, budayawan, akademisi di Malang merasa perlu untuk mempertanyakan sejauh mana politik tata ruang perkotaan diterapkan oleh Pemkot Malang dan Pemda Jatim. Sebab, komodifikasi ruang publik yang terjadi di Malang kini kian merajalela dan menciptakan penyusutan ruang-ruang publik bagi warga untuk berekspresi.

“Politik tata ruang Pemkot Malang yang lebih mementingkan investasi ekonomi ketimbang kehidupan seni-budaya merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak warga.”

Kita tidak ingin berprasangka buruk tentang permainan politik ekonomi dalam kaitannya dengan pilkada di Jatim dan khususnya di Malang yang menjadi kepentingan sejumlah elite politik dengan kaum investor. Tapi realitas tidak adanya politik tata ruang publik dan menjadikan ruang publik kebudayaan sebagai hotel merupakan tindakan yang menyalahi prinsip.

Sehubungan dengan hal itulah, kaum seniman, budayawan, akademi, apresian kebudayaan di Malang serta Dewan Kesenian Jatim akan menyelenggarakan rembuk kebudayaan untuk menyusun petisi penolakan terhadap rencana menjadikan TKBJ menjadi hotel.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here