Kertas, sebagai salah satu penemuan paling signifikan dalam sejarah manusia, telah menjadi medium yang memungkinkan penyebaran pengetahuan dan budaya lintas zaman. Perjalanannya dimulai ribuan tahun lalu, ketika manusia berusaha mencari bahan yang tahan lama dan praktis untuk menulis dan mendokumentasikan informasi. Dari papirus Mesir kuno hingga kertas elektronik modern, setiap bentuk kertas memiliki cerita tersendiri yang mencerminkan kondisi sosial, teknologi, dan ekonomi pada zamannya.
Pada sekitar tahun 3000 SM, bangsa Mesir Kuno menemukan papirus, yang terbuat dari batang tanaman papirus yang dipotong, direndam, dan ditekan untuk membentuk lembaran. Papirus ini menjadi material tulis pertama yang serupa dengan kertas dan digunakan untuk dokumen administratif, keagamaan, dan sastra. Proses pembuatannya sederhana namun efektif, menjadikan papirus salah satu bahan tulis yang paling dominan di dunia kuno selama berabad-abad. Namun, papirus memiliki kekurangan, yaitu tidak sekuat beberapa material lainnya, dan papirus mudah rapuh seiring waktu.
Selain papirus, dunia kuno juga mengenal perkamen yang berasal dari kulit binatang seperti domba, sapi, atau kambing. Diolah dengan cara merendam kulit dalam air kapur dan membersihkannya dari bulu, perkamen menawarkan keunggulan karena tahan lama dan dapat ditulis di kedua sisinya. Ini menjadi pilihan utama di Yunani, Romawi, dan Eropa Abad Pertengahan, terutama untuk manuskrip penting, dokumen hukum, dan buku keagamaan. Bahan ini, meskipun lebih kuat, juga lebih mahal dan tidak sepraktis papirus.
Lompatan besar dalam sejarah kertas terjadi di Tiongkok pada tahun 105 M ketika seorang pegawai istana bernama Cai Lun menciptakan kertas dari serat kulit pohon murbei, kain bekas, dan bahan lainnya. Proses ini menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan lebih efisien daripada papirus maupun perkamen. Penemuan kertas oleh Cai Lun tidak hanya menciptakan material baru untuk menulis, tetapi juga mengubah cara komunikasi dan penyebaran informasi di seluruh dunia. Dari Tiongkok, kertas menyebar melalui Jalur Sutra, terutama setelah Pertempuran Talas pada tahun 751 M, di mana para pengrajin Tiongkok yang tertawan memperkenalkan teknologi ini ke dunia Islam. Dunia Muslim kemudian meningkatkan teknik pembuatan kertas dan menyebarkannya ke Eropa melalui Andalusia.
Di sisi lain dunia, di Mesoamerika, bangsa Maya dan Aztec mengembangkan kertas amatl, yang terbuat dari kulit pohon fig yang diolah menjadi lembaran. Kertas ini digunakan untuk menulis kodeks, yaitu buku lipat yang berisi catatan sejarah dan keagamaan. Proses pembuatan amatl berbeda dengan kertas di Tiongkok atau Mesir, menunjukkan kreativitas lokal dalam memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menciptakan media tulis.
Tradisi pembuatan kertas juga tumbuh di Jepang sekitar abad ke-6, dengan washi, kertas halus yang terbuat dari serat tanaman kozo, mitsumata, atau gampi. Washi dikenal karena keindahan dan kekuatannya, dan digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari menulis hingga seni dan pengemasan. Sementara itu, di Nusantara, terutama di Bali dan Jawa, masyarakat mengembangkan lontar dan dluwang sebagai media tulis. Lontar dibuat dari daun pohon lontar, yang direbus dan dijemur hingga menjadi lembaran panjang, sedangkan dluwang terbuat dari kulit kayu pohon saeh yang diolah menjadi kertas. Kertas-kertas ini digunakan untuk mencatat teks-teks penting, termasuk hukum adat, cerita rakyat, dan teks keagamaan.
Dalam sejarah kertas di Nusantara, penggunaan lontar dan dluwang mencerminkan adaptasi lokal terhadap sumber daya alam yang tersedia. Tradisi ini bertahan selama berabad-abad, bahkan hingga saat ini di Bali, di mana lontar masih digunakan dalam upacara adat dan sebagai simbol warisan budaya yang berharga. Pengaruh perdagangan dan budaya dari India dan Tiongkok juga terlihat dalam perkembangan kertas di Nusantara, menunjukkan betapa pentingnya interaksi lintas budaya dalam sejarah pembuatan kertas.
Dengan melihat sejarah panjang dan beragam dari kertas, kita bisa memahami bagaimana manusia selalu berusaha mencari cara yang lebih baik untuk menyimpan dan menyebarkan informasi. Kertas tidak hanya menjadi alat untuk mencatat peristiwa, tetapi juga menjadi saksi dari perkembangan teknologi dan budaya manusia. Setiap jenis kertas, dari papirus Mesir hingga lontar Bali, mencerminkan kondisi geografis dan sosial yang unik dari masyarakat yang menggunakannya.