Kejadiannya di Garut, sebuah kota yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Bandung. Saya meeting dengan tim dari Ciomy, sebuah perusahaan penyedia makanan halal yang dimiliki oleh pasangan Pak Yadi dan Bu Dian Aryanti. Saya menempuh perjalanan 780 kilometer dari Malang ke Garut untuk pelaksanaan sesi pertemuan rutin, review dan checkpoint perkembangan proses marketing yang dijalankan.
Saya meeting dengan team yang dipimpin oleh Pak Oky Prasetya, sebuah sesi yang cair dan gayeng, membahas masalah tanpa perlu dibumbui suasana panas. Karena kalau di Garut, urusan panas-panas, diurus nanti malamnya, sambil berendam di Drajat Pass, di Cipanas.
Pembahasan hari itu tentang konsumen, karena Saat iMARKS diamanahi ikut bantu-bantu mikir di Ciomy, saat itu posisi Ciomy sudah berjalan dan bertumbuh, sudah ada konsumen loyal, yang beli lagi dan beli terus. Saya dan Pak Oky diskusi tentang konsumen, yang Saya analogikan dengan peran seorang “Peternak”
Ciomy itu apa sih? Kalau biasa naik kereta api di jalur Jawa, dan sering memesan makanan selama perjalanan di kereta api, pasti sekali dua kali pernah ketemu Ciomy. Ada nasi goreng, nasi rames, nasi rendang, pop mie, dan pastinya ketemu Ciomy.
Pak Oky Saya ajak mendongeng perkara peternak. Saya analogikan tentang omzet. Jika di bulan ini Kita mendapat omzet sebesar X, maka sebenarnya di bulan depan, omzet minimal Kita adalah sama dengan X, dengan catatan semua konsumen yang belanja di bulan ini, belanja lagi di bulan depan, dengan perilaku, jenis, dan besaran belanja yang sama. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya bisnis Kita aman dan dapat survive, bertahan dengan tingkat penjualan yang sama. Ah, itu sih kalimat teori, pasti yang punya bisnis jualan handphone, atau spring bed, akan protes, kan konsumen yang beli, tidak membeli ulang setiap bulan? Nah, ada ilmu bisa Kita rumuskan disini.
A. Repeat rate, yang memantau berapa banyak sih konsumen yang awalnya beli sekali, untuk kemudian beli lagi, lebih mudah dituangkan dalam prosentase, misal yang beli 100, yang beli lagi 70, berarti repeat rate 70%.
B. Repeat period, yang memantau, dari satu pembelian ke pembelian berikutnya, jeda waktunya berapa lama? Kalau Ciomy tadi bisa seminggu sekali, nongkrong ke kafe bisa sebulan sekali, beli HP atau koper bisa setahun sekali, beli kasur mungkin 3 tahun sekali.
Nah, sama Pak Oky, Kami membahas tentang bagaimana Kita sebagai penjual, ini benar-benar mampu menjadi peternak yang baik. Kami paham sepenuhnya, bahwa mendapatkan konsumen, itu tidak mudah. Perlu waktu, pikiran, tenaga, biaya, darah dan air mata. Maka sekalinya dapat konsumen, sebisa mungkin dijerat dan diikat kuat, agar awet dan berkelanjutan, sustain, atau bahasa jawa nya lumintu. Maka jika punya konsumen, Kita yang jualan kudu mendalami dan menghayati janji sang peternak. Apa saja itu?
1. Ternak tidak boleh mati. Kalau punya konsumen, wajib kenal, hapal, tau berapa jumlah konsumennya, sehingga jika ada yang tiba-tiba hilang, tidak telat menyadari, dan tidak sampai terjadi kematian massal pada ternak yang dimiliki.
2. Ternak tidak boleh kabur. Kalau punya konsumen, ada keluhan dan komplain, didengar, dipahami, dan dicarikan solusi. Ternak yang kabur adalah analogi dari konsumen yang komplain, dan tidak dapat penanganan memadai, akhirnya pergi, pindah ke kandang lain, alias menyeberang ke kompetitor.
3. Ternak berkembang biak. Kalau punya konsumen, buat konsumen happy, sehingga merasa senang, bersyukur beli dan belanja ke Kita, belanja lebih banyak, belanja lebih sering, dan bahkan ajak-ajak orang di sekitar atau jaringannya, ikut belanja ke Kita.
Konsumen yang sudah beli, adalah aset berharga, dan semudah-mudahnya jalan untuk dapat perulangan pembelian. Nyari konsumen tidak mudah, sekalinya dapat jangan sampai abai dan gegabah. Karena konsumen yang tidak Kita rawat, sedang diintip oleh kompetitor untuk mereka sikat.
Kita bahas di tulisan berikutnya.
[…] sudah ketemu Tipe Konsumen Ideal, jerat, ikat, dan rawat. Jangan sampai lelah dan lengah, karena kalau dia kecewa karena tidak […]