Hai, diri sendiri. Sudah lama, ya, kita tidak saling berbicara seperti ini. Terkadang, aku terlalu sibuk dengan urusan luar yang menyita waktu, sehingga kita jarang sekali berbicara sedalam ini. Terkadang, aku selalu meremehkan perjuangan kita dan mencap diri sebagai orang gagal, serta selalu membandingkan dengan kesuksesan orang lain.

Walau kita sebenarnya satu raga dan jiwa, rasanya kita terkadang begitu terpisah. Tidak saling memahami. Tidak saling menghargai. Tidak saling mengerti. Mulai saat ini, aku akan mencoba lebih baik lagi dalam memahami kita.

Maaf, jika selama ini aku sudah memberikan beban yang berat. Beban yang rasanya terlalu sulit ditanggung. Terkadang, aku lupa mencintai diri kita. Padahal, awal dari sebuah cinta adalah mencintai diri sendiri. Sebelum mencintai orang lain dan sekitar, terlebih dahulu dengan mencintai diri sendiri. Kita bisa memberikan cinta jika terlebih dahulu mencintai diri sendiri.

Terkadang, pada suatu malam yang begitu sunyi, aku masih tidak menerima tentang kondisi kita. Padahal, mencintai diri sendiri adalah menerima. Menerima apa pun yang ada pada diri ini. Walau terkadang terasa berat, secara perlahan, aku coba untuk membuka diri, menerima kelebihan dan kekurangan kita.

Terkadang, pada suatu hari yang melelahkan, aku sering mengeluh dalam menjalani hidup ini. Terlalu berat dan sangat melelahkan. Padahal, jika melihat orang lain, selalu terlihat bahagia dalam menjalani kehidupan. Aku seperti ingin mereka. Menikmati hari-hari yang menyenangkan.

Terkadang, pada suatu senja yang kelabu, aku sering ingin berhenti dan mengakhiri semua ini. Terlalu lelah menjalani hari-hari yang panjang dan suram. Namun, aku sadar bahwa lari dari semua ini tidak akan menyelesaikan masalah. Malah tambah membuat masalah kepada diri kita dan orang-orang sekitar.

Hai, diri sendiri. Maaf jika terkadang kita tidak bisa berdamai. Padahal, mencintai diri sendiri adalah berdamai dengan kondisi yang ada saat ini. Terkadang, aku mencoba memaksakan sesuatu yang dirasa tidak mampu. Sebenarnya, mencoba boleh, tetapi jangan memaksa. Memaksa hanya akan memberatkan kita. Memaksa hanya akan membuat sesak di dada.

Terkadang, aku sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Padahal, setiap orang punya porsi dan takaran dalam menjalani hidup ini. Sebenarnya, tidak perlu menyamakan. Tidak perlu membandingkan. Yang terpenting, sudah berusaha semaksimal dan semampu yang kita bisa. Yang terpenting, sudah melakukan yang terbaik menurut versi kita sendiri. Itu saja sudah cukup.

Terkadang, jika aku melihat orang memiliki suatu pencapaian, otomatis aku membandingkan dengan diri sendiri dan kemudian berujung dengan meremehkan yang sudah dilakukan. Mencap diri sebagai orang yang gagal. Padahal, setiap orang punya garis awal dan final. Tentu saja semua orang tidak akan sama. Aku adalah aku. Kita adalah kita. Namun, aku malah menjadikan orang lain patokan untuk diri sendiri. Seharusnya, aku tidak  menjadikan orang lain sebagai pembanding kesuksesan.

Cukup lakukan yang seharusnya dilakukan. Tidak perlu mengikuti dan membandingkan. Semoga, aku tetap berjalan pada jalan yang dipilih. Suatu saat, aku yakin akan tiba pada tujuan hidup yang diinginkan. Tanpa membandingkan. Tanpa mengikuti. Membandingkan hanya akan merebut kebahagiaan.

Maaf, jika sering lupa berterima kasih. Padahal, sudah ratusan kali mengucapkan terima kasih pada orang lain? Lalu, berapa kali mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri? Terkadang, berterima kasih kepada diri sendiri dapat meringankan pikiran. Terima kasih telah kuat. Terima kasih telah bertahan. Walau berat, kita harus kuat. Walau sakit, kita harus bangkit.

Tidak perlu lagi mencari validasi dari orang-orang. Terlalu sibuk mencari pengakuan dan validasi dari orang lain hanya akan memberikan beban berat pada diri. Diri kita sendiri tahu apa yang kita butuhkan dan inginkan. Jangan hanya ingin terlihat seperti yang ingin dilihat orang, kita malah mengabaikan keinginan diri sendiri. Kita sendiri saja sudah cukup. Tidak perlu membuktikan sesuatu kepada orang lain dan sekitar. Kita tidak perlu membuktikan apa-apa kepada siapa saja.

Tidak perlu kita menjadi sempurna. Cukup menjadi diri sendiri dan menghargai segala yang kita miliki, itu sudah lebih dari cukup. Kehidupan tidak meminta kita menjadi sempurna, tetapi meminta kita menjalani sebaik-baiknya. Sempurna hanyalah kata imajinasi belaka. Buang semua itu. Buang segala yang meminta menjadi sempurna. Kita hanya perlu menjadi sebaik-baiknya versi kita.

Mari sama-sama kita buang hal-hal negatif. Tidak perlu terlalu fokus dengan kekurangan kita. Lebih baik fokuskan pada kelebihan yang kita miliki. Maksimal sesuatu yang positif, sehingga yang negatif menjadi termaafkan.

Mari kita selalu memandang segala sesuatu dengan optimis. Tidak perlu memandang segala hal dengan kemungkinan paling buruk. Namun, pandangnya segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini dari sudut yang paling baik.

Hai, diri sendiri. Semoga selanjutnya kita lebih saling menghargai. Semoga kita selalu berdamai dengan keadaan. Saling menerima dan memahami. Kita kuat dan saling menguatkan. Pasti bisa menerima dan melewati ini semua.

Semoga kita selalu saling mencintai dan menghargai. Terima kasih sudah berjuang. Terima kasih sudah kuat. Terima kasih tidak pernah menyerah. Terima kasih karena terus mencoba. Terima kasih atas segalanya. Segala yang sudah kita lalui selama ini. Suka, duka, sedih, bahagia. Mari kita hadapi bersama-sama lagi.

Mari memeluk diri sendiri dengan cara menghargai diri kita, mencintai diri kita, memahami diri kita, merawat diri kita, mempercayai diri kita, menjaga diri kita, menerima diri kita, dan memaafkan diri kita.

Kita harus mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here