Sejak pandemi Covid-19 melanda, penggunaan internet di kalangan masyarakat semakin meningkat. Pemerintah menerapkan berbagai pembatasan untuk mengurangi mobilitas warganya ke luar rumah. Akibatnya, pola kehidupan masyarakat global, termasuk Indonesia, mengalami perubahan signifikan. Berbagai aktivitas yang biasanya dilakukan secara langsung, seperti mencari informasi, bekerja, belajar, hingga konsultasi kesehatan, kini beralih ke platform online.
Perubahan yang paling terasa adalah gaya hidup yang kini lebih mengarah pada home centered lifestyle, di mana setiap orang, baik suka maupun tidak, harus tinggal di rumah demi melindungi diri dan keluarga dari potensi penularan virus. Perubahan ini juga membawa dampak pada gaya hidup lainnya, yaitu segala hal harus dilakukan secara digital. Belajar, mencari informasi, berkomunikasi, hingga berbelanja kini bergantung pada teknologi digital, menggantikan banyak ruang fisik dan sosial dengan ruang berbasis internet.
Sebelum melanjutkan pembahasan lebih lanjut, penting untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan literasi. Berjalannya waktu, makna literasi telah berkembang, literasi yang hanya diartikan sebagai kemampuan dasar untuk membaca dan menulis. Namun kini, literasi lebih dipahami sebagai kemampuan untuk mengolah dan menyaring informasi selama proses membaca dan menulis. Berbagai jenis literasi telah muncul untuk menanggapi tuntutan dan perkembangan zaman.
Literasi tidak hanya terbatas pada membaca dan menulis, tetapi juga mencakup berbagai kemampuan lain seperti literasi media, literasi sains, literasi finansial, dan yang sangat relevan dengan era digital saat ini, literasi digital. Literasi digital merujuk pada kemampuan untuk menggunakan teknologi digital secara efektif dan bertanggung jawab, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi melalui perangkat digital dan internet.
Fokus literasi digital adalah pada pemahaman bagaimana teknologi dan internet dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat, serta bagaimana mengelola data dan melindungi diri dari risiko di dunia maya. Dengan semakin berkembangnya teknologi, literasi digital menjadi keterampilan yang sangat penting, baik untuk individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Hal ini karena teknologi digital tidak hanya menawarkan kemudahan akses informasi, tetapi juga membawa tantangan baru berupa informasi yang berlebihan, hoaks, penipuan online, dan masalah keamanan digital lainnya. Oleh karena itu, literasi digital tidak hanya mencakup keterampilan teknis dalam menggunakan perangkat atau aplikasi digital, tetapi juga kemampuan untuk berpikir kritis, mengevaluasi sumber informasi, dan berperilaku etis dalam berinteraksi di dunia maya.
Survei yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, tingkat pemanfaatan internet di Indonesia mencapai 78,19 persen, atau sekitar 215.626.156 orang dari total penduduk sebanyak 275.773.901 jiwa. Ini menunjukkan peningkatan sebesar 1,17 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan ini kemungkinan besar dipicu oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan internet, meskipun pandemi Covid-19 dan berbagai pembatasan sosial telah berakhir. Dari sisi gender, perempuan menyumbang 48,81% dalam penetrasi internet di Indonesia, yang menunjukkan bahwa perempuan kini diakui memiliki kemampuan dan kreativitas yang signifikan.
Perempuan menjadi salah satu pihak yang memiliki keterlibatan dalam keterampilan literasi digital, terutama karena mereka memegang peran sentral dalam keluarga. Sebagai pengelola rumah tangga dan pengasuh anak, perempuan sering kali bertanggung jawab dalam proses penyebaran informasi di lingkungan keluarga dan sosial. Keterampilan literasi digital yang mumpuni sangat penting bagi mereka untuk memilah dan memilih informasi yang benar, terutama dengan banyaknya informasi yang beredar di dunia maya, yang tidak semuanya akurat atau bermanfaat.
Perempuan yang memiliki literasi digital yang baik akan mampu mengarahkan keluarga mereka dalam menggunakan teknologi secara bijak dan aman. Mereka dapat memanfaatkan internet untuk mencari informasi yang bermanfaat, seperti edukasi anak, kesehatan, atau peluang ekonomi, sambil menjaga anak-anak dan anggota keluarga lainnya agar tidak terjebak dalam hoaks, konten negatif, atau penyalahgunaan teknologi. Peran perempuan dalam berbagi informasi menjadi sangat vital, karena mereka sering kali menjadi filter pertama dalam keluarga, terutama dalam memberikan edukasi terkait keamanan digital, privasi, dan etika dalam dunia maya.
Ibu, sebagai pengasuh utama, memainkan peran krusial dalam mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi di rumah. Namun, tanpa literasi digital yang memadai, ibu tidak hanya kehilangan kontrol atas apa yang anak-anak mereka akses, tetapi juga terjebak dalam ketidaktahuan tentang risiko yang ada di dunia maya. Tanpa pemahaman yang cukup, ibu mungkin tidak menyadari adanya konten yang dapat membahayakan perkembangan anak-anak mereka, seperti materi kekerasan, pornografi, atau informasi yang menyesatkan yang dapat dengan mudah ditemukan di internet.
Rendahnya literasi digital juga menyulitkan ibu dalam mengatur waktu penggunaan perangkat digital. Kecanduan gawai, yang kini semakin meresahkan, tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik anak, tetapi juga memengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka. Keterbatasan pengetahuan ibu dalam mengidentifikasi gejala kecanduan atau mengatur waktu layar anak-anak dapat memperburuk situasi ini.
Ketidaktahuan mengenai literasi digital dapat membawa dampak jangka panjang yang merugikan. Di luar kecanduan gawai, anak-anak yang tidak mendapat pengawasan yang memadai mungkin juga rentan terhadap perundungan siber atau terpapar pada informasi yang berpotensi merusak perkembangan psikologis mereka. Selain itu, tanpa keterampilan literasi digital yang cukup, ibu kesulitan dalam memanfaatkan potensi teknologi untuk mendukung pendidikan anak.
Banyak aplikasi edukatif yang dapat membantu anak berkembang, namun tanpa pemahaman digital yang kuat, ibu mungkin tidak mengetahui sumber daya ini atau bagaimana cara mengaksesnya dengan aman. Tidak hanya itu, perempuan yang kurang terampil dalam literasi digital sering kali terpinggirkan dalam kesempatan untuk mendidik diri mereka sendiri atau membimbing anak-anak mereka dalam mengeksplorasi potensi dunia digital. Misalnya, perempuan yang tidak teredukasi dengan baik mengenai teknologi cenderung kesulitan untuk mengakses peluang-peluang pendidikan online, pelatihan keterampilan, atau informasi penting mengenai kesehatan dan perkembangan anak.
Upaya untuk meningkatkan literasi digital di kalangan perempuan, khususnya ibu, menjadi hal yang sangat mendesak. Program pelatihan yang menargetkan perempuan untuk mengembangkan keterampilan literasi digital sangat penting untuk memberdayakan mereka dalam mengawasi penggunaan teknologi di rumah. Dengan keterampilan yang lebih baik, ibu dapat secara aktif mengontrol dan mengarahkan penggunaan teknologi oleh anak-anak mereka, serta memberikan pendidikan yang lebih relevan tentang cara berselancar di dunia maya dengan aman.
Di samping itu, ibu yang terampil dalam literasi digital akan lebih mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung pengembangan anak, baik dari sisi pendidikan maupun kesejahteraan sosial mereka. Selain itu, perempuan yang memiliki literasi digital juga dapat lebih proaktif dalam mencegah dampak negatif teknologi, seperti kecanduan gawai atau paparan konten berbahaya. Ibu yang terlatih dalam literasi digital dapat mengatur waktu layar anak, membatasi akses ke aplikasi atau situs yang tidak sesuai, serta memberikan arahan yang lebih baik tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung tujuan positif.
Selain pentingnya literasi digital untuk perempuan dalam mengakses dan memproduksi pengetahuan, peran perempuan dalam dunia digital harus dilihat lebih luas, terutama dalam konteks pengembangan kapasitas mereka dalam berkreasi dan berinovasi. Perempuan dengan keterampilan literasi digital yang baik tidak hanya dapat menghindari dampak negatif dunia maya, tetapi mereka juga dapat memanfaatkan teknologi untuk menciptakan peluang baru, baik untuk diri mereka sendiri maupun komunitas mereka.
Misalnya, banyak perempuan yang telah membuktikan kemampuan mereka dalam memanfaatkan platform digital untuk menjalankan usaha kecil atau menengah (UKM), menjadi influencer, atau menciptakan konten edukatif yang bermanfaat bagi banyak orang. Kemampuan untuk berinovasi melalui teknologi ini tidak hanya memberikan mereka kemandirian ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada ekonomi digital secara keseluruhan.
Akhirnya, literasi digital bukan hanya soal mengakses teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa lebih bijak dalam menggunakan teknologi tersebut. Oleh karena itu, pendidikan literasi digital yang menyeluruh harus mencakup aspek etika, privasi, dan keamanan online. Perempuan yang memiliki pemahaman tentang hal ini akan lebih mampu melindungi diri dan keluarga mereka dari ancaman yang ada di dunia maya, seperti penyalahgunaan data pribadi, konten negatif, dan kekerasan siber. Dengan demikian, literasi digital bagi perempuan adalah langkah penting dalam membangun masyarakat yang tidak hanya cerdas digital, tetapi juga aman dan bertanggung jawab dalam berinteraksi di dunia maya.
Peningkatan literasi digital di kalangan perempuan menjadi salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan gender yang ada di masyarakat dan memberikan mereka kesempatan yang lebih besar dalam meraih potensi mereka di era digital ini. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bersama-sama bergerak untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan akses yang setara dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan digital, serta mendukung mereka untuk dapat berperan aktif dalam mengakses, memproduksi, dan menyebarkan pengetahuan di dunia maya.
[…] Dur: Ketika Filsafat dan Agama Menyatu Peran Penting Literasi Digital bagi Perempuan di Era Teknologi Kenapa Rambutan Indonesia Laku Rp500 Ribu/Kg di Amerika? Konflik Identitas Muslim […]