Kesehatan Mental

Perkenalkan namaku Krisna Wahyu Yanuar, aku dulu adalah seorang yang mudah marah dan sering dibully. Ketika SD aku tidak punya teman. Bahkan, sampai banyaknya yang membully, aku sering diasingkan dan dikucilkan. Satu kelas sampai- sampai mengucilkan aku. Sampai sering aku ngobrol ke ibu, ingin pindah sekolah karena bullying. Tetapi ibu mengatakan kepadaku untuk tetap sabar dan ikhlas menjalaninya.

Hingga suatu saat aku ingin menenangkan diriku. Karena banyaknya hinaan, cemoohan, dan persekusi.  Perkelahian adalah hal umum yang terjadi di bangku sekolah dasar. Terkadang aku tidak terima dengan hinaan dan ocehan tersebut, dan akhirnya aku dan rekan yang membully diriku, sama-sama disidang di ruang kepala sekolah. Sampai akhirnya, dampak bullying tersebut membawaku menjadi pribadi yang mudah temperamen dan mudah emosian. Kemudian, SMP menjadi masa- masa kenakalanku paling puncak, dampak bullying menjadikan diriku apatis, dan keras kepala terhadap siapa pun. Aku sering membolos ke sekolah dan minum- minuman keras pada malam minggu adalah hal yang biasa pada masa itu, bahkan hampir sering ikut tawuran antar sekolah.

Hingga pada suatu saat kerumunan masalah dan kepribadian buruk berkumpul kepadaku, terjadi ledakan diri (self explosion). Ketika aku menyadari bahwa aku orang yang temperamen, mudah marah, keinginan untuk berubah mulai muncul ketika aku kehilangan kakek yang mengajariku kasih sayang dan keikhlasan. Kakekku adalah sosok yang sederhana, bersahaja, dan aku merasa bersalah karena telah berkata kasar kepadanya, hingga beliau wafat, aku belum meminta maaf kepadanya.  Aku menyadari bahwa aku berada dalam jalan yang salah. Aku tidak menerima diriku sepenuhnya, juga tidak bangga menjadi diriku. Puncaknya juga ketika aku ingin memutuskan kuliah di Universitas Islam, aku dihina dan direndahkan. Hingga aku buta memandang mana yang baik dan benar. Aku memiliki dosa yang sangat besar kepada diriku sendiri, yakni tidak mudah menerima diriku sendiri yang sebenarnya.

Setelah Ledakan Diri: Menerima dan Membentuk Pribadi yang Baru

Aku pernah baca dalam buku Filsafat Kata, tentang tragedi dan absurditas. Filsuf Prancis yang bernama Albert Camus yang mengajari saya, bahwa penderitaan, luka, tragedi disebabkan karena absurditas. Hidup adalah keabsurdan yang harus diterima sebagai fakta dan dijalani perlahan. Kehidupan adalah katastrofi(ledakan) yang dahsyat atau ketika seorang ilmuwan mengatakan Dentuman Agung (Big Bang)  (Reza A.A Wattimena, 2011: 24).

Ledakan itu memang benar adanya, artinya, setiap seseorang harus menerima kenyataan pahit dalam hidup, dari kesalahan, kekhilafan yang pernah ia jalani.  Banyaknya hinaan dan cacian, dan diskriminasi mengantarkanku untuk berubah dengan meledakan diri. Aku memilih meledakkannya, kemudian menganggap semua hal yang kualami adalah suatu rentetan kejadian ledakan yang pada akirnrya membentuk hidupku menjadi lebih teratur. Yang terbesit dari pikiranku saat itu hanyalah melanjutkan sekolah lagi dengan nuansa berbeda, yakni di nuansa pesantren. Walau hinaan dan cacian juga tetap terus ada disampingku.

Hingga perlahan demi perlahan, ledakan diriku itu mulai menata sendiri kehidupanku. Seperti alam semesta yang meledak lalu membentuk planet-planet, bintang-bintang, dan menjelma sebuah keindahan. Aku banyak belajar di pesantren, tentang cara menerima penderitaan, berkorban dengan ikhlas, berteman seadanya. Jalan spiritual mengarahkanku bahwasanya hidup yang ku jalani adalah anugerah untuk diriku sendiri. Aku menyadari semua tragedi, luka, kekecewaan adalah esensi dari kehidupan manusia itu sendiri. Aku membaca buku Man Searching for Meaning buku Viktor Frankl, seorang psikiatri dari Austria, ia mengatakan dalam bukunya: “Perhatian utama manusia bukan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesedihan. Tapi menemukan makna dalam hidupnya” (Frankl Viktor, 2017: 184).

Dan aku banyak menemukan makna-makna baru di pesantren. Belajar dari kehidupanku, cacian dan hinaan adalah hal eksternal dari hidup kita, yang tidak bisa dikontrol maupun dipaksa sesuai keinginan kita. Kita hanya bisa menerima dan mengambil pelajaran, yang bisa kita kendalikan ya diri kita sendiri, menanggapi sesuatu dari setiap kejadian.

Menjadi Produktif, Menjaga Mental Health

Dahulu aku sering dicemooh, dibully, dihina, direndahkan. Terkadang perundungan tersebut membuat depresi berkepanjangan, dan tak disadari aku ternyata menjadi sosok yang sebenarnya bukan aku. Aku lebih mencari kesenangan, menghindari kesedihan penderitaan. Akibatnya pergaulan negatif tidak bisa dihindarkan, dan aku menyadari diriku sudah sangat jauh, dari ketenangan dan harmoni diri. Yang merubahku semua ini adalah awal aku masuk ke pesantren, dengan segala deretan peristiwa yang akhirnya menjadi pelajaran bagi hidupku. Aku menyadari gelombang emosi yang datang dari segala peristiwa yang datang membuat manusia terkuras habis kesehatan mental.  

Seiring aku kerap kali membaca buku, belajar, menulis, tidak menyangka bahwa jalanku kini adalah menjadi seorang penulis. Aku bangga menjadi diriku, Tuhan telah menunjukan banyak makna dalam kehidupanku. Kini aku juga aktif menulis kolom, opini di media- media online. 

Suatu anugerah bisa terus berkarya melukis kehidupan yang seperti ini. Aku mengalami yang namanya “self esteem.”Self esteem” merupakan faktor penting dalam membentuk citra diri seseorang dan mempunyai pengaruh yang luas terhadap sikap dan perilaku seseorang. Dan“Self Esteem” yang tinggi mencerminkan keadaan pribadi yang positif, sehingga mengarah pada sikap yang baik ketika berhadapan dengan orang lain. Orang dengan harga diri yang tinggi dikatakan tangguh, artinya mereka mempunyai kemampuan  mengatasi tekanan dan bangkit kembali (Aziza Fitriah, 2019).

Dari banyaknya bacaan, aku bisa mengelola emosi, dengan membaca buku filsafat Yunani kuno, dan banyak memberikanku arti tentang merasakan kehidupan dan menjalaninya. Aku bisa bangkit dari segala masalah yang ada. Kehidupan adalah pelajaran dan pendidikan itu sendiri bagiku. Aku berterima kasih kepada guruku yang telah membimbingku Alm KH Kholid Thohiri. Beliaulah yang menjadikan aku santri ndalem, mengajariku hal- hal sederhana, tentang makna mencari diri sendiri dan takut kepada Tuhan. Karena Tuhanlah yang memiliki semua ini, terima kasih kepada semuanya yang mengajariku tumbuh seperti ini. Sekian. 

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

4 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here