Perkembangan zaman pasti menghadirkan berbagai macam budaya baru, yang membuat kecintaan generasi muda kian luntur kan budaya lokal, salah satunya dalam berpakaian. Semestinya perkembangan tidak membuat kita mengesampingkan identitas yang sudah menjadi nilai luhur bangsa dan warisan budaya seperti seni batik Indonesia. Namun, pada kenyataanya generasi muda sekarang banyak yang terjebak oleh pengaruh kebudayan barat, sehingga budaya berpakaian batik bukan lagi menjadi sebuah trend.
Bangsa Indonesia memang negara yang homogen budaya, bahasa, suku, dan agamanya. Namun jika tidak dijaga, bisa jadi suatu saat julukan itu hanya tinggal nama. Kini, Tujuh puluh tujuh tahun Indonesia merdeka, kita perlu refleksi, bagaimana kita menjaga dan melestarikan budaya nusantara di tengah globalisasi yang penuh tantangan dan rintangan.Bagainan kita melestarikan batik?
Untuk diketahui, batik merupakan karya seni kuno yang adiluhung, ada sejak kerajaan Majapahit yang ketika itu hanya bisa dipakai oleh para penguasa kerajaan. Dalam perjalanan yang ada batik tidak bisa lepas dari peran Pulau Jawa, hal ini dibuktikan dengan adanya tulisan tentang Dwipantara atau Kerajaan Hindu Djawa Dwipa di Pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM (Sularso, 2009). Hal ini lah yang menjadikan Pulau Jawa yang sampai sekarang menjadi pusatnya berbagai jenis batik.
Seiring berkembagnya zaman nilai dan kegunaan batik pun berubah, dulu batik hanya digunakan untuk kebutuhan individual menjadi industrial. Beruntungnya, hal ini tidak menjadikan batik mengalami pergeseran makna nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Budaya batik sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia dan telah masuk ke dalam daftar warisan budaya dunia tak benda yang diakui oleh UNESCO sejak tahun 2009, dan setiap 2 Oktober ditetapkan sebagai hari batik nasional. Sebagai generasi muda sepatutnya kita nguri-uri karya besar ini dengan kesadaran dan komitmen kuat. Jangan sampai kita mengedepankan penggunaan pakaian brand luar negeri, yang dapat menurunkan nilai-nilai budaya.
Dengan menggunakan batik sebagai brand lokal Indonesia, secara tidak langsung hal ini dapat membantu masyarakat dalam mengangkat perekonomian. Tapi kenyataan sekarang generasi muda banyak menggunakan pakaian berbau budaya barat, yang membuat minat berpakaian batik menurun dan sudah sulit kita jumpai.
Umumnya kita dapat menjumpai generasi muda menggunakan batik hanya pada acara tertentu, seperti hajatan dan hari-hari besar. Kebiasan dan mindset ini lah yang harus kita rubah, semestinya penggunaan batik dapat dipakai dalam aktivitas kehidupan sehari-hari karena sebagai sarana identitas diri. Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya minat penggunaan batik di kalangan generasi muda adalah persepsi bahwa batik merupakan pakaian kuno dan sudah tidak zaman dipakai pada era globalisasi. Mereka lebih menonjolkan outfit diluar pakaian seni batik, untuk mengikuti trend dan lupa pada identitas dirinya sebagai generasi muda Indonesia.
Hal ini menyebabkan turunnya jiwa nasionalisme pada generasi muda, karena mereka lebih menyukai produk luar negeri daripada produk lokal. Sejatinya batik merupakan cerminan karakter, di setiap daerah pasti mempunyai motif tersendiri yang di dalamnya mengandung banyak pesan dan harapan. Salah satunya motif batik Jawa yang kental akan filosofi hidup, dengan ragam hias yang sudah mengakar dengan kebudayan Jawa dan setiap motifnya mempunyai berbagai fungsi seperti untuk pengantin, menggendong bayi, untuk alas, untuk dipakai khusus raja sampai dengan untuk penutup jenazah (Hardjonagoro, 1999).
Generasi muda tanah air penting menanamkan rasa cinta budaya batik sebagai bentuk nasionalisme. Secara langsung batik merupakan wadah persatuan dan kesatuan bangsa, karena dengan memakai batik luar daerah kita mengakui keragaman seni batik tersebut. Hal ini juga akan meningkatkan konsep kecerdasan dalam aspek Hablum Minannas, dengan terbangun hubungan ini kebudayan Indonesia lebih mudah untuk dikenal luas. Di sinilah pentingnya tanggung jawab generasi muda Indonesia, bagaimana caranya mengenalkan seni batik bisa menjadi outfit untuk kebutuhan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Salah satu yang perlu kita terapkan yaitu kebiasaan penggunaan busana batik di instansi lembaga pendidikan. Namun realita sekarang, kita jarang menjumpai mahasiswa yang suka outfit busana batik, karena dalam kenyataannya mahasiswa tersebut sering mendapat gojlokan semisal “Pakai batik mau ke kondangan ya?”. Secara tidak disadari, hal ini juga menjadi salah satu faktor minat berbusana batik menurun. Padahal mahasiswa memiliki peran yang vital sebagai pengontrol dalam kehidupan sosial di masyarakat. Di sini kita bisa melihat urgensi menanamkan mindset sejak dini pada generasi muda dalam berpakaian batik. Agar mereka paham akan nilai-nilai falsafah hidup yang terkandung dalam batik dan juga bisa sebagai sarana pembentukan karakter.
Untuk menjaga mahakarya dan warisan budaya batik Indonesia, kita, generasi muda sepatutnya belajar proses pembuatan batik, karena dari segi nilai spiritual akan membentuk individu yang memiliki kesabaran, jujur, dan tanggung jawab. Selain itu, generasi muda wajib menjaga dan melestarikan seni batik. Salah satu wadah untuk melestarikan kesenian batik, yaitu dengan mempelajari seluk beluk batik dan tentunya memakai batik. Tak lupa menjadi duta bati di mana pun berada, menjunjung seni batik sebagai tradisi budaya dan agama. Sehingga, dapat menunjukkan makna bahwa batik memiliki hubungan tentang harmoni budaya, spiritualitas, dan agama.