“Suami-suami yang terjerumus ke dalam kejahatan ini karena istrinya tidak baik. Di dalam banyak kasus, suami-suami yang terjerumus kasus korupsi karena istrinya tidak baik. Gajinya 20 juta belanjanya 50 juta,” kata Mahfud MD (17/12) dalam Halaqah Kebangsaan dan Pelantikan Pengurus Majelis Zikir Al-Wasilah Sumatera Barat (Sumbar), di Asrama Haji, Kota Padang.
Demikian Mahfud MD beranggapan. Dari mana sumber citra Istri membentuk karakter suami, dari mana sumber asumsi Mahfud MD ini. Bahkan ia menyimpulkan, bahwa Negara pun, yang membentuk pada akhirnya adalah karakter seorang Istri. Posisi Mahfud MD dalam hal ini seperti bisa kita lihat melalui kalimatnya yang hadir itu dalam forum Halaqah Kebangsaan Majelis Zikir Al-Wasilah. Pandangan itu seperti halnya pandangan popular yang muncul dalam percakapan sehari-hari, dalam hal ini tradisi Islam, tentang peran Istri sebagai sekolah pertama bagi seorang anak.
Ini sering terjadi di kota-kota besar. Ini sering terjadi di waktu-waktu menjelang Pemilihan Umum berlangsung. Menjelang tahun 2019 misalnya, citra Jokowi dengan komunitas Ibu-ibu bahkan menjadi salah satu sorotan utama. Pengaruhnya besar atau tidak, positif atau negatif, identitas itu sering digunakan sebagai sumber meningkatkan elektabilitas seorang calon pemimpin, baik di daerah maupun Nasional.
Padahal jauh sebelum itu, Mahfud pernah mengatakan andai kata korupsi habis tuntas, masing-masing warga negara Indonesia akan memperoleh uang senilai 20 juta secara bersih dan cuma-cuma. Dengan logika sederhana, sampai pada kesimpulan yang cepat, andai seluruh masyarakat Indonesia memperoleh 20 Juta secara cuma-cuma, setiap keluarga dan urusan domestiknya, tidak perlu keluar bekerja untuk memenuhi kebutuhan ruang domestik. Per satu keluarga, jika lengkap suami dan istri, akan memperoleh 40 Juta. Sayang itu tidak terjadi, karena di pengelolaan Kepemerintahan Negara, terlalu banyak koruptor yang memangkas pendapat negara.
Mengapa jika asumsi pertama, karena korupsi sebagai pekerjaan, dan koruptor sebagai pelaku adalah yang menyebabkan faktor ketimpangan ekonomi dalam ruang domestik, yang kemudian berpegengaruh pada perilaku keluarga khususnya anak? Mengapa seorang istri? Barangkali ini rekam jejak memori seorang Mahfud MD, setelah lama berada di dunia hukum mengatasi kasus seperti ini. Kasus terakhir yang relevan mungkin sebuah selentingan liar Ferdy Sambo dan istrinya.
Argumen Mahfud, pada akhirnya naik secara cepat. Media segera memangkasnya menjadi tajuk utama laman pemberitaan. Ada beberapa media lain, yang juga mengutip pendapat lawan politik Mahfud. Berita, tidak lebih seperti debat utas dalam beranda X. Sorot menyorot argumen, lebih sering keluar dari gagasan kedalaman. Apa yang bermasalah, tidak ada. Tidak ada yang bermasalah, selama masyarakat Indonesia sampai hari ini belum bisa mendapatkan 20 Juta secara cuma-cuma seperti yang Mahfud MD katakan. Semua orang butuh uang.
Apa yang perlu dibicarakan, jika pada akhirnya, menjelang Pilkada kita belum mampu membaca drama politik, tukar gagasan dan sebagainya dengan kemampuan analisis baik. Kemampuan yang hanya berisi seperti film-film The Sympson menggambarkan konspirasi. Jarak. Sesuatu yang dibutuhkan, sebelum hari menjelang pencoblosan adalah jarak, sehingga kita mampu melihat ruang, melihat gejala, dan mampu menakar pilihan secara baik.
Dengan berjarak dari hiruk pikuk politik, hiruk pikuk pemilihan yang didorong oleh media mainstream. Kita jadi mampu menakar sendiri, kapastias kita kecil, besar, luas, dan atau sempitnya pertimbangan kita untuk memilih, dan barangkali dengan rasa percaya penuh, kita memilih untuk tidak memilih. Sebagai bentuk rasa ekspresi kesia-siaan belaka. Seperti pada akhirnya, Socrates digantung dalam Demokrasi Athena, yang menjadi sentrum pemahaman Demokrasi Barat. Pemilih menentukan seperti apa pemimpinnya dalam Negara Demokrasi. Karena suara mayoritas penting, maka kapasitas suara mayoritas lebih penting dilihat.
Buku ini menjadi penting, karena dengan membacanya kita bisa mengambil jarak secara baik. Kita bisa melihat perkembangan Politik Indonesia kini secara baik dalam ragam perspektif. Salah satunya adalah cara membaca Argumen Mahfud MD.
Dalam buku ini, misalnya dijelaskan mengapa frame perempuan sangat berpengaruh ketika ingin melihat Perempuan sebagai inti ruang kerja domestik, yang dibalut dalam Macak, Masak, Manak. Konstruk ini masuk ke dalam lembaga Pendidikan, tapi jauh sebelum itu, dalam tradisi Jawa, konstruk perempuan sudah dibentuk dalam naskah lama, seperti Serat Centhini misalnya.