Pada abad ke-19 hingga sekarang, peradaban Barat telah mencapai puncaknya berkat pengaruh ilmu pengetahuan yang luar biasa. Sebaliknya, peradaban umat Islam mengalami penurunan drastis sejak berakhirnya era keemasan Islam pada era Bani Abbasiyah. Dinasti Islam tertinggal jauh dibandingkan dengan Eropa. Hal ini mungkin disebabkan karena kemajuan masa lampau umat Islam yang didukung oleh ilmu pengetahuan tidak ada lagi; kemajuan dalam ilmu pengetahuan seperti yang dimiliki oleh bangsa Eropa saat ini. Untuk meraih masa keemasan tersebut, kaum muslim tidak perlu melihat ke belakang, tetapi harus fokus melihat ke depan dengan menempuh dan menggali jalan pendidikan secara mendalam seperti yang telah dilakukan oleh dunia Barat.
Thaha Husein, seorang tokoh pembaharuan yang terkenal di dunia Islam pada masa modern, memiliki nama lengkap Thaha Husein Ali Salamah. Ia lahir di sebuah desa di Mesir pada 15 November 1889 dan meninggal pada tahun 1973. Ayahnya bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik gula, dan Thaha adalah anak ketujuh dari banyak saudara.
Sejak lahir, Thaha terkenal cerdas, menghafal ribuan bait alfiyah Ibnu Malik tentang ilmu nahwu dalam waktu singkat. Ia juga menjadi penghafal Al-Qur’an sebelum berusia 9 tahun. Thaha dikenal sebagai seorang pemikir, penulis, dan pemimpin sastra Arab yang terkenal. Ia memiliki peran unik dalam sastra modern dengan menulis, mempelajari, menerjemahkan, dan menerbitkannya. Selain itu, dia juga memiliki peran yang signifikan di bidang nasionalisme dan budaya dengan mendorong dan mengembangkannya.
Meskipun kehilangan penglihatannya pada usia tiga tahun akibat penyakit ophthalmia yang tidak bisa diobati, Thaha tetap semangat mengejar pendidikan. Pada tahun 1908, ia menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar di Mesir, di mana ia belajar ilmu agama dan bahasa. Namun, minatnya segera beralih ke studi sastra setelah dia mendengarkan pengajar yang terpercaya seperti Syekh al-Mahdi, Muhammad al-Khudari, dan Hefni Nasif, serta orientalis seperti Nalino dan Guwedi. Thaha cepat menguasai studi sastra dengan metode kritik ilmiah yang didapatkannya dari profesor Eropa. Pada tahun 1910, ia memulai karir jurnalistiknya dan menjadi seorang jurnalis aktif dalam berbagai surat kabar.
Kesempatan akademisnya membawa Thaha ke Prancis, di mana ia mempelajari ilmu sejarah di Montpellier selama sekitar satu tahun. Setelah kondisi keuangan universitas membaik, ia kembali ke Paris, di mana ia memperdalam pengetahuannya tentang sejarah dan sastra Yunani serta mempelajari bahasa Perancis dengan bantuan seorang gadis Prancis yang mengubah hidupnya.
Pada tahun 1917, Thaha menikah dengan Suzanne Bresseau, seorang wanita Prancis, dan memiliki dua anak. Ia memperoleh dua gelar doktor, yang pertama dalam bidang sastra dengan disertasi berjudul “Tajdid Dzikri Abi Al-`ala,” dan yang kedua dalam bidang filsafat dengan disertasi “Filsafat Sosial Ibnu Khaldun.” Gelar gelar tersebut membuka pintu bagi Taha Husain kesempatan lebih lanjut, termasuk menjadi profesor sastra Arab di Universitas Mesir pada tahun 1925 dan dekan fakultas sastra di universitas yang sama pada tahun 1930. Ia juga aktif dalam jurnalisme dan menjadi pemimpin redaksi surat kabar Al-Jumhuriyyah.
Pada tahun 1943, Thaha Husein menjadi rektor pertama Universitas Alexandria dan kemudian diangkat sebagai Menteri Pendidikan pada tahun 1950. Sebagai Menteri Pendidikan, ia menegaskan prinsipnya yang terkenal “Pendidikan itu (wajib), bagaikan air dan udara” dan memperkenalkan kurikulum yang meliputi bahasa asing dan materi yang mengembangkan semangat nasionalisme.
Sepanjang hidupnya, Thaha Husein menjadi tokoh penting dan berpengaruh bagi peradaban Mesir dan dunia Arab. Dia memiliki peran dalam pembaharuan sastra, termasuk meragukan keaslian puisi-puisi Arab kuno. Selain itu, ia memperjuangkan perkembangan teater Mesir dengan memperkenalkan drama-drama Prancis kepada pembaca setempat. Keberhasilannya dalam bidang pendidikan dan kebijakan-kebijakan lainnya membuatnya menjadi sosok yang sangat dihormati dan dihargai di negaranya.
Karya-karyanya dan pemikiran-pemikirannya menjadi sumber penelitian yang penting bagi para ilmuwan hingga saat ini, dan warisan intelektualnya terus mempengaruhi generasi mendatang dari segi pendidikan dan politiknya. Thaha Husein adalah salah satu tokoh berbakat yang telah meninggalkan jejak kuat dalam sejarah peradaban Islam dan dunia Arab.
Thaha Husein, seorang penulis dengan gaya sastra yang menarik, meninggalkan puluhan buku dan ribuan siswa yang dia didik. Meskipun alirannya memiliki penggemar dan penentang, karyanya memiliki nilai besar bagi dunia Arab. Beberapa bukunya telah diterjemahkan ke bahasa Eropa, dan para penerbit berlomba-lomba untuk memperolehnya. Sebelum kematiannya, Thaha berkeinginan agar warisannya diterbitkan oleh Dar al-kitab al-Lubnanie di Beirut dalam 19 jilid pada sekitar tahun 1973-1974. Di antaranya karya-karyanya yang memiliki relevansi dengan sastra adalah:
- Kategori Kritik Sastra (Al-adabu Wa An-naqdu), yang terdiri dari: (a)في الأدب الجاهلي; (b) فصول في الأدب والنقد من حديث الشعر والنثر; (c) مع المتنبّي; dan (d) ألوان.
- Kategori Ilmu Sastra (Ilmu Al-adab), yang terdiri dari: (a) نفوس للبيع; (b) لحظات; (c) جنّة الشّوك; (d) خصام ونقد; (e) من بعيد; (f) من أدبنا المعاصر; (g) حافظ وشوقي; (h) أديب; (i) أحاديث; dan (j) المعذّبون في الأرض.
- Kategori Cerpen dan Novel (Al-qishashu Wa Ar-riwayatu), yang terdiri dari: (a) الحب الضائع; (b) دعاء الكروان; (c) شجرة البؤس; (d) صرت باریس; (e) جنّة الحيوان; (f)القصر المسحور; (g) رحلة الربيع والصيف; (h) من لغو الصيف إلى جدّ الشتاء; (i) بين بين; dan (j) أحلام شهرزاد.
- Kategori Sastra Drama (Al-adab At-tamtsiliy), yang terdiri dari: (a) من الأدب التمثيلي اليوناني و (سوفوکلیس) – أندروماك; (b) القدر رواية فولتير بقلم طه حسين; (c) أوديب ثيسيوس; dan (d) قصص تمثيلية لجماعة من اشهر الكتاب الفرنسيين