Gaya Hidup
Sumber foto: Pexels.com

Gaya hidup yang dimiliki masyarakat zaman sekarang tentu berbeda dengan masyarakat zaman dahulu. Berbagai inovasi yang dilahirkan oleh otak cemerlang manusia membawa peradaban menuju kemajuan. Kemajuan inilah yang menjadi penyebab gaya hidup yang berubah seiring dengan kemajuan peradaban dunia.

Pagi itu dilangsungkan diskusi mengenai gaya hidup orang-orang zaman sekarang, terutama mereka yang memiliki gaya hidup tergolong fancy. Bersama Khadijah, narasumber kali ini tiada lain Ayu Nuzul.

Sumber foto: Instagram @intranspublishing

Ayu Nuzul merupakan salah satu anggota dari RPDH (Rumah Pengetahuan Daulat Hijau) Jombang. Rutinitas RPDH yaitu mengadakan diskusi di setiap minggunya. Akan tetapi, untuk sementara waktu RPDH masih vakum dan menghentikan kegiatan rutin. Hal ini dikarenakan para anggotanya yang tinggal di wilayah yang berbeda-beda.

Menanggapi kehidupan masa kini yang seba digital, berbagai produk yang ditawarkan bermunculan di platform digital. Kecanggihan teknologi dunia sudah membuat masyarakatnya terbiasa bahkan harus menggunakan media digital. Hal inilah yang membuat aktivitas di era sekarang berpusat pada bentuk digital, seperti pusat perdagangan.

Media sosial merupakan satu di antara sekian banyak platform digital yang dimiliki hampir seluruh manusia di penjuru dunia. Jarang sekali ditemukan individu yang tidak memiliki media sosial. Dari hal tersebut, tidak mengherankan jika media sosial menjadi terlihat seperti pasar.

Melihat gaya hidup manusia di era serba digital seperti sekarang, umat muslim tidak ketinggalan untuk mengikuti trend atau kecenderungan yang tidak jarang berubah-ubah. Salah satunya seperti berpakaian syar’I yang identik sebagai identitas Muslimah kaum wanita. Gaya hidup yang mengikuti trend ini mau tidak mau membuat banyak orang yang terseret pada pasar tersebut, sehingga menyebabkan perilaku konsumtif. Hal-hal yang sering terjadi atau terlihat di sekitar kita, seperti di media sosial, pada akhirnya membuat kita mau tidak mau akan terpengaruh gaya tersebut.

Seorang influencer juga marak diberi istilah sebagai ‘da’i kapitalis’. Mbak Nuzul menyebutkan, dalam surat Al-A’raf ayat 31, penggalan dari terjemahan ayat tersebut berbunyi “makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.

Dari ayat tersebut dapat kita lihat, bahwa segala sesuatu tidak boleh berlebih-lebihan. Terdapat sebuah istilah ‘makan untuk hidup’ atau ‘hidup untuk makan’. Dua istilah tersebut jelas memiliki makna yang berbeda. Jika hidup hanya untuk makan, kita pasti memiliki banyak keinginan. Jika makan untuk hidup, berarti secukupnya saja.

Sumber foto: Pexels.com

Lalu, sebenarnya kita ‘butuh’ atau ‘ingin’?

Orang yang tidak menempatkan prioritas lain yang lebih panjang dan penting, kebanyakan dari mereka memiliki cara berpikir bahwa apa yang ada di hari ini dihabiskan untuk hari ini. Hal ini terbentuk karena fast fashion, fast food, dan sebagainya yang membuat kita sebenarnya membeli karena rasa ingin, bukan karena kebutuhan. Contoh terdekatnya, ketika hari belanja online nasional.

Saat suatu barang yang ingin kita miliki berharga selangit, tentu barang tersebut tidak langsung dibeli. Namun ketika hari belanja online nasional tiba, barang tersebut diberi diskon yang membuat kita kembali ingin membelinya. Hal sekecil inilah yang membuat kita akhirnya melayangkan uang demi hal yang kita inginkan. Padahal, uang tersebut bisa saja digunakan untuk kebutuhan yang sebenarnya lebih penting untuk segera dipenuhi.

Kita akan memiliki tabungan yang cukup ketika sudah jatuh tanggal tua atau akhir bulan, seandainya barang yang diinginkan tidak jadi kita beli. Hal tersebut terlihat sepele, tetapi manfaatnya akan begitu terasa setelah benar-benar dirasakan. Sebab kemajuan dan kemudahan yang ada, menjadikannya trend gaya hidup.

Gaya hidup umat muslimah yang memakai baju syar’I dipengaruhi oleh trend berhijrah yang marak. Pemahaman agama yang didangkalkan seperti ini, menjadikan makna beragama itu sendiri memiliki penerapan yang tidak sesuai dengan esensinya.

Contoh lainnya seperti tour and travel umroh yang dijadikan sebagai alat bisnis. Orang-orang memamerkan kegiatan umroh yang mereka lakukan, sebuah tindakan menghilangkan esensi umroh itu sendiri, yakni beribadah.

Dari hal-hal di atas, terdapat sebuah buku yang membahas tentang seseorang yang religius atau memiliki iman yang tebal itu sebenarnya bagaimana? “Agama Kelas Menengah: Mendayung Kesalehan dan Gaya Hidup” merupakan judul buku tersebut yang diterbitkan salah satu lini dari Intrans Publishing, yaitu Madani yang menerbitkan buku terkait pendidikan, isu-isu literasi, dan sejenisnya.

Buku tersebut membahas dari sisi fenomena atau konstruksi yang sudah tersistem menjadi sedemikian rupa agar orang kelas menengah ke bawah menjadi konsumtif, dan bisa merasa seperti orang-orang kelas mengengah ke atas.

Gaya hidup konsumtif zaman sekarang seolah dianggap menunjukkan status sosial seseorang. Sebuah pengakuan bahwa seseorang sudah memiliki status sosial yang berbeda dari sebelumnya.

Sebelum diskusi berakhir Mbak Nuzul memberikan sebuah closing statement. Mahatma Gandhi pernah berkata, bahwa bumi ini akan cukup untuk tujuh generasi, tetapi tidak akan cukup untuk orang yang serakah. Sebagai individu, kita perlu merasa bersyukur karena masih bernapas sampai detik ini. Dengan memperbanyak rasa syukur, gaya hidup konsumtif akan dapat kita kurangi.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here