Intrans Publishing bersama LAB. HI-Universitas Brawijaya adakan Bedah Buku Ilmu Hubungan Internasional Seri 2 karya Yusli Effendi. Buku yang berjudul ‘Ilmu Hubungan Internasional Indonesia’ yang diterbitkan Intrans Publishing tersebut dibedah langsung oleh Muhammad Riza Hanafi, selaku dosen Ilmu Hubungan Internasional UB. Bedah buku dilaksanakan pada Senin, 20 Februari 2023.
Kegiatan yang berlangsung di ruang Nuswantara Lt. 7 Gedung B FISIP UB tersebut digelar pada pukul 13.00-15.00 WIB. Sebagai perwakilan Intrans Publishing, Wawan S. Fauzi menyampaikan dalam pembukaannya bahwa buku yang akan dibedah kali ini merupakan buku kedua yang diterbitkan oleh Intrans Publishing. “Yang pertama itu buku Metodologi Ilmu Hubungan Internasional terbit tahun 2014. Sebenarnya ini adalah seri buku ketiga. Buku yang kami terbitkan pada 2014 kemarin lebih banyak membincang soal metodologis.” Jelasnya.
Ia menyampaikan beberapa alasan tentang mengapa adanya keberlanjutan dari buku HI yang sebelumnya, sehingga muncul buku HI terbaru yang akan dibedah tersebut. “Buku Ilmu Hubungan Internasional Indonesia terbaru, yang terbit tahun 2022 lebih banyak memberikan sudut pandang, bahwasanya pengenalan HI tidak melulu dari kacamata Barat, tetapi juga perspektif negara kita sendiri.”
Wawan juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para penulis, karena telah mempercayakan naskahnya kepada Intrans Publishing. Harapan untuk dapat meramaikan khazanah literasi pun tak lupa diaminkan. “Kami berharap buku ini tak cuma laris di pasaran, tetapi juga dapat menjadi sumbangsih bagi literasi.”
Salah satu penulis, Yusli Effendi, menguatkan apa yang dituturkan pada pembukaan tadi, bahwa memang harus ada kesetaraan, ekuivalen, dan rekognisi mengenai peluang melihat HI dari ruang dan lini yang berbeda. Jadi tidak selalu melalui teori-teori yang didominasi oleh Barat maupun Amerika.
“Ini menjadi penting kemudian, karena apa yang ada di Barat sebetulnya tidaklah selalu sesuai kita gunakan.” Tegasnya. Yusli Effendi juga mengungkap melalui perkataan David Kang tentang ketidaksanggupan cara-cara Barat atau teori-teori HI mereka dalam membaca kemajemukan di Asia Tenggara. Oleh karena itu, ada fokus tersendiri dari buku yang ditulisnya mengenai melihat HI di Indonesia dari dalam Indonesia itu sendiri.
Anasir itu pula yang tak jauh berbeda disampaikan oleh Muhammad Riza Hanafi. Ia bercerita tentang kegiatan HI-UB 3 tahun lalu ketika mengundang salah satu professor dari Taiwan. Profesor tersebut menjelaskan tentang bagaimana HI dilihat melalui kacamata negaranya sendiri, bukan dari negara-negara asing lainnya. Ini jelas menggambarkan suatu potensi pandangan berbeda dari efek domino yang sudah lama dianut HI, yakni melihat HI dari perspektif Barat itu sendiri.
Adapun di luar dari itu, ia mengatakan ada dual hal yang melahirkan ketertarikannya pada buku ‘Ilmu Hubungan Internasional Indonesia’. Pertama karena judulnya. Dan yang kedua karena pembabakan di dalamnya. Riza Hanafi mengutarakan kalau dirinya lebih nyaman membaca buku tersebut dari belakang ke depan. Ia pun mengatakan kalau buku ini di balik secara sub-bab maka akan lebih tepat, “karena langsung pada permasalahan. Setelah permasalahan ada perspektif. Setelah itu praktik.” Menurutnya.
Dalam gelaran acara yang diinisiasi oleh Intrans Publishing dan HI-UB, ternyata tak hanya menyediakan ruang diskusi atau beda buku, tetapi juga beberapa gelaran dan benefit antara lain voucher belanja 35%, doorprize kaos, sampai dengan bazar buku.