Selain Chairil Anwar yang digadang-gadang sebagai pelopor puisi, ternyata pada Angkatan ’45, ada pula yang digelari sebagai pelopor prosa, lho. Apakah kalian tahu siapa yang disebut sebagai Bapak Pelopor Prosa Angkatan ’45? Beliau adalah salah seorang sastrawan terpandang yang lahir dari Padang, yang biasa disapa Idrus.
Abdullah Idrus atau Idrus dikenal sebagai sastrawan yang kritis dan individualistis. Lewat tulisannya, beliau menyajikan sastra dengan kesan yang berbeda, antara zaman revolusi dan Pujangga Baru. Gaya tulisannya pun dikenal dengan teori Iceberg di mana penulis yang menggunakan cara tersebut pastilah memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
Selain itu, karya-karyanya dinilai sederhana, realistis, dan naturalis disertai dengan sindiran yang tajam. Alasan-alasan tersebut yang menggugah H.B. Jassin menasbihkan Idrus sebagai Pelopor Prosa Indonesia Angkatan ’45. Pemikirannya yang tajam dan menohok pun telah melahirkan beberapa karya besar, bahkan beberapa di antaranya mengundang kontroversi.
Berikut karya-karya terbaik Idrus, Bapak Pelopor Prosa Angkatan ’45, yang perlu disimak.
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Bagi kalian para pecinta sastra lama, siapa yang tidak mengenal karya yang satu ini? Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma pertama kali terbit pada tahun 1948. Salah satu karya Idrus saat ini terkenal di dunia sastra. Kumpulan cerita pendek ini sangat unik, sebab ada corak yang berbeda pada cerita-ceritanya.
Dalam Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Idrus melukiskan sisi kehidupan di masa penjajahan Jepang. Penggambaran yang realistis bercampur romantis tertuang dalam setiap kisah yang dibawanya. Penulisan dengan bahasa Melayu-Indonesia menjadikan karya ini sebagai karya sastra lama yang patut dibaca.
Surabaya
Novel Surabaya termasuk dalam salah satu novel kontroversial dari sekan karya Idrus. Pasalnya, novel ini dinilai menghina perjuangan pahlawan pada pertempuran Surabaya. Pemikiran Idrus yang berniat kritis, malah menorehkan komentar negatif di hati pembaca.
Novel Surabaya, sesuai dengan judulnya, melukiskan perjuangan Indonesia dalam pertempuran Surabaya pada November 1945. Dalam novel ini, Idrus melukiskan para pejuang bak seorang koboi yang saling membunuh. Kemenangan tidak hanya dirayakan dengan sorakan, melainkan juga desing-desing senapan.
Aki
Salah dua karya Idrus yang mengundang kontroversi, sebuah novel berjudul Aki. Novel ini mengisahkan seorang pria pekerja keras bernama Aki yang divonis mengidap penyakit tuberkulosis akut. Penyakit parah yang dideritanya itu meyakinkan dirinya akan ajal yang semakin dekat. Meski begitu, ia tetap bekerja keras demi keluarganya.
Novel ini oleh Teeuw (1980) dinilai paling baik, sebab Idrus menuangkan lelucon ringan yang berkembang. Namun beberapa pendapat menyatakan, novel ini mengandung unsur sindiran terhadap tokoh Aki yang begitu menohok dan tajam. Lewat novel ini, Idrus dinilai seperti mempermainkan kematian, di mana hal tersebut sensitif bagi sebagian orang.
Hikayat Putri Penelope
Novel Hikayat Putri Penelope mengisahkan seorang putri mahkota kerajaan Australian yang dijodohkan dengan seorang pangeran. Bukan perkara romantis bak Romeo dan Juliet, namun novel yang pertama kali terbit pada tahun 1973 ini memiliki sarat akan konflik budaya dan politik negeri Australia.
Lewat novel ini, Idrus kembali mengutarakan pemikirannya mengenai kolonialisme, sosialisme, rasisme, dan feodalisme. Idrus menyindir para politikus, keluarga bangsawan yang feudal, hingga media massa melalui alur dan tokoh-tokoh dalam novel ini.
Karya-karya di atas masih secuil dari sekian buah pikir Idrus. Kendatipun begitu, karya-karya tersebut patut dibaca, terutama bagi kalian pecinta sastra Indonesia. Selamat membaca.