Bom Atom Nagasaki
Source : atomicphotographers.com

Peristiwa bom atom Nagasaki 75 tahun lalu mencetak momen dan sejarah penting bagi dunia. Serangan bom yang dilakukan oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia II itu berhasil membuat Jepang menarik mundur pasukannya dari tanah jajahannya. Momentum itu membuka pintu kemerdekaan bagi negara-negara yang berada di bawah Jepang. Namun di sisi lain, Jepang mengalami kehancuran besar.

Gedung-gedung hangus dilalap api, ribuan warga kehilangan nyawa. Banyak anak kehilangan orang tuanya, dan sebaliknya. Tak sedikit warga yang mengalami luka serius dan harus menanggung “perih” seumur hidup akibat efek radiasi bom atom atau disebut “hibakusha“.

Potret tiga bersaudara korban bom Nagasaki

Joeseph Roger O’ Donnell, seorang dokumenter, wartawan foto, dan fotografer Amerika, mengabadikan kerusakan dan penderitaan warga Jepang akibat pengeboman yang dilakukan di dua kota besar Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Di antara banyak foto yang ia miliki, terdapat satu foto yang menarik perhatian, yaitu foto yang dinamakan sebagai “The boy standing by the crematory”.

Di balik foto yang menjadi ikonik perang dunia II tersebut, terdapat sebuah kisah pilu yang mengiris hati bagi siapa saja mendengarnya. Dalam foto tersebut, tampak anak lelaki yang berdiri tegak sembari menggendong jenazah adiknya. Anak lelaki tersebut diceritakan sedang mengantre untuk mengkremasi adik kandungnya yang kala itu digendong dan diikat erat di punggungnya.

Ketika berbicara dengan pewawancara Jepang, Joe menceritakan mengenai foto tersebut. Ia mengungkapkan bahwa ia sering melihat anak lelaki yang bermain dengan adik yang digendong di punggung mereka, namun anak lelaki dalam foto tersebut berbeda. Dia berdiri selama lima atau sepuluh menit untuk mengantre mendapat giliran mengkremasi jasad adiknya.

Anak lelaki itu berdiri tegak tak bergerak saat melihat adiknya yang sudah tak bernyawa, diselimuti api di sekelilingnya. Dia menggigit bibir dengan keras hingga berdarah seakan menahan tangis. Setelah nyala api mulai menyusut, ia berbalik dan pergi dengan diam-diam.

Ada beberapa cerita pula yang beredar di Facebook bahwa ketika anak lelaki itu sedang mengantre, seorang tentara menyuruh membuang jasad adiknya itu agar tidak lelah menggendong. Namun dengan tegas, anak lelaki itu berkata, “Dia adikku, dia saudaraku. Dia tidak berat.” Tentara itu paham dan pecahlah tangisan pilu.

Dilansir dari kompas.com, cerita tersebut tidak benar adanya. Tidak ada bukti lainnya yang menerangkan ada tentara meminta anak lelaki itu membuang jasad sang adik . Namun terlepas dari benar atau tidaknya cerita tersebut, foto ““The boy standing by the crematory” tersebut menggambarkan betapa kejamnya peperangan.

Film Grave Of The Fireflies

Kehadiran foto tersebut menjadi viral, bahkan diadaptasi menjadi sebuah film animasi dengan judul “Grave of The Fireflies” yang diambil dari cerpen karya Akuyuki Nosaka. Film yang disutradarai dan ditulis oleh Isao Takahata tersebut dianimasikan oleh Studio Ghibli dan diproduksi pada tahun 1988 di Jepang.

Film tersebut menceritakan seorang pemuda dan adik perempuannya yang berusaha bertahan hidup di tengah sulitnya keadaan setelah peristiwa pengeboman yang dilakukan Amerika saat Perang Dunia II. Bagi kalian yang belum menonton, film ini sangat direkomendasi untuk ditonton sendiri maupun bersama keluarga.

Perang memang begitu kejam adanya, ya. Ia mampu mengubah kelinci menjadi serigala yang ganas. Berbagai penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan dilakukan semena-mena hanya untuk tujuan dan kesenangan semata. Tak ada belas kasih, yang ada hanyalah ketegaan. Perang adalah ketiadaan hati nurani. Sebab ego, manusia tidak lagi dimanusiakan, yang ada hanya kesengajaan menutup mata.

Maka dari itu, ada baiknya kita meredakan emosi sebelum darah mendidih lebih tinggi dan lebih baik menurunkan harga diri dari pada kehilangan jiwa lebih banyak lagi.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini