Bahasa dan Berbahasa
Sumber foto: dream.co.id

Dalam kehidupan sehari-hari, mustahil rasanya kita tidak menggunakan bahasa. Tidak hanya soal kata-kata, bahasa tak pernah lepas dari setiap gerak dan langkah manusia. Kemampuan bahasa dan berbahasa seseorang mencermiankan kecakapan seseorang dalam berkomunikasi. Hal yang paling gamblang tentang bahasa adalah alat komunikasi sesama manusia, bahkan hewan, lebih-lebih makhluk metafisik sekalipun.

Amat banyak pengertian maupun istilah untuk menerangkan apa itu bahasa. Misalnya, Ronald Wardhaugh, penulis buku An Introduction to Sociolinguistics menyatakan bahwa, bahasa a system of arbitrary vocal symbols used for human communication. Maksudnya, watak bahasa menggabungkan antara bunyi dan makna.

Semakin gamblang saat kita membaca buku bunga rampai berjudul Ilmu dalam Perspektif yang disusun oleh Jujun S. Suriasumantri terbitan Gramedia (1978). Tepatnya pada bagian esai gubahan Slamet Imam Santoso ihwal Fungsi Bahasa, Matematika, dan Logika Untuk Ketahanan Indonesia dalam Abad 20 di Jalan Raya Bangsa-Bangsa, menyatakan bahwa bahasa adalah representasi pemikiran manusia.

Menurutnya, pemilikan bahasa konseptual ini membedakan manusia dari lain-lain isi alam semesta. Dalam rangka kehidupan manusia maka fungsi bahasa yang paling dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual ke dalam kehidupan. Kemudian penjelmaan tersebut menjadi landasan untuk suatu perbuatan. Perbuatan pasti menghasilkan sesuatu. Sesuatu itu yang akan tampak dan dinilai.

Sumber foto: ybb.or.id
Berbahasa

Kita diajak oleh Bapak Psikologi Indonesia –Slamet Imam Santoso– itu untuk lihai bertutur dalam berbahasa, sehingga kerangka pikir yang kita susun, dapat dipahami para khalayak. Pun mengajak kita agar para pemikir maupun intelektual tidak menggunakan bahasa setinggi angkasa, yang sulit dicerna dan diterima. Mengingat, pemikiran-pemikiran konseptual itu tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan intelektual dan pelajar, namun juga untuk masyarakat biasa.

Inilah utamanya tugas para terpelajar—misal, mahasiswa. Di panggung perkuliahan, bahasa menjadi program studi atau bahkan menjadi fakultas. Keduanya itu, dihadirkan di dalam perguruan tinggi buat mempelajari, mengkaji ihwal bahasa. Kita mengenal program studi maupun jurusan bahasa. Entah pendidikan maupun murni tentang bahasa dan sastra. Itu pun juga berbagai macam bahasa, dari Indonesia, Inggris, Arab, dan bahasa-bahasa internasional, juga bahasa isyarat yang diajarkan dalam psikologi.

Namun, sedikit banyak dari mahasiswa yang kuliah pada program studi bahasa dan sastra belum tentu mahir berbahasa. Padahal, mereka itu sudah bertahun-tahun bergulat dengan diri sendiri dengan buku-buku yang membahas perihal kebahasaan. Meskipun di lain pihak, mereka seperti itu ada sebab lain, misalnya organisasi, kerja part time, dan sebab lain yang membikin mereka belum kompeten dalam program studinya, bahkan sampai mereka lulus sekali pun. Apakah ini, merupakan soal sumber daya mahasiswanya, atau malah sistem dan kurikulum pendidikan di Indonesia?

Terlepas soal itu, “harusnya” para kaum intelektual atau pelajar di tingkat tertinggi sudah licin lidahnya dalam berucap bahasa asing, terutama bahasa Inggris yang menjadi bahasa internasional. Bukan apa-apa, melainkan teks-teks yang digeluti dalam proses pendidikan tidak hanya berbahasa Indonesia, melainkan berbahasa Inggris yang itu menjadi buku babon untuk dikaji dan dirujuk. Selain itu, tanggung jawab intelektual soal pendidik sangat dipertaruhkan reputasinya di masyarakat.

Terlebih, seorang yang duduk di kursi pemerintahan. Idealnya ia dipandang terhormat dan cerdas, yang mana salah satu indikator kecerdasan dari pejabat itu adalah kemampuan bahasa, yakni membaca dan berucap. Lebih-lebih seorang pejabat dewan pusat, ya… “seharusnya” di luar kepala mengenai penguasaan bahasa Inggris. Bukan tanpa alasan, karena mau tidak mau, para tuan dan nyonya itu wajib berpidato dengan bahasa Inggris dalam forum-forum internasional. Masak iya, sekaliber ketua dewan pusat masih belepotan berbahasa Inggris, apakah tidak malu?

Bahasa menjadi tanggung jawab atas pemikiran dan status kita di masyarakat. Bagaimana kita berbahasa menjadi penjelmaan seseorang pada khalayak. Maka, sudah menjadi kewajiban masyarakat—utamanya pelajar dan pejabat negara—pandai berbahasa nasional dan internasional.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here