Siapa yang belum mengenal Kuntowijoyo? Seorang budayawan, sastrawan, sekaligus sejarawan Indonesia yang terpandang. Pria yang biasa disapa Mas Kunto oleh Emha Ainun Nadjib ini telah melahirkan banyak karya, mulai dari puisi, novel, dan buku-buku yang teoritis.
Selain dikenal sebagai guru besar di Universitas Gadjah Mada, Kuntowijoyo juga dikenal sebagai sosok pemikir yang cerdas dengan kritik-kritiknya yang sangat pedas. Salah satu hasil pemikirannya yang paling dikenal, yaitu sastra profetik.
Sastra profetik dalam perspektif Kuntowijoyo bertolak pada ilmu-ilmu sosial profetik dan nilai-nilai ketauhidan. Menurutnya, kesadaran kemanusia dan kesadaran ketuhanan diperlukan dalam kandungan sastra.
Hal yang dibutuhkan bukan hanya ilmu-ilmu sosial yang berkaitan dengan realitas, melainkan juga ilmu sosial profetik yang mentransformasikan fenomena sosial berdasarkan etik dan transenden.
Pemikirannya ini memberi napas baru dalam kesusastraan Indonesia. Kontribusi besarnya dalam bidang sastra telah meraih penghargaan, di antaranya Hadiah Panitia Hari buku untuk novel Pasar (1972), Penghargaan FEA Write Award dari Kerajaan Thailand, Hadiah Sastra dari Majelis Sastra Asia Tenggara (masteral) untuk novel Mantra Penjinak Ular, dan masih banyak lagi.
Di antara karya sastranya yang terkenal, buku-buku ini dapat kalian baca.
- Dilarang Mencintai Bunga-Bunga
Dilarang Mencintai Bunga-Bunga merupakan kumpulan cerpen yang terbit pada tahun 1992. Ada sepuluh cerpen yang termuat dalam kumpulan cerpen ini. Kisah-kisah di dalamnya diangkat dengan permasalahan kehidupan yang sederhana, namun relevan.Salah satu bagian cerpen yang terbaik berjudul Dilarang Mencintai Bunga-Bunga. Cerpen tersebut mengangkat tema maskulinitas dimana lelaki harus bertindak sebagai lelaki pada umumnya, bukan seperti perempuan.
- Muslim Tanpa Masjid
Dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah, Kuntowijoyo menulis sebuah buku nonfiksi bertema Islamiyah. Buku pertama kali terbut pada tahun 2001. Dalam bukunya, Kuntowijoyo menorehkan keprihatinan disertai pemikiran kritis mengenai generasi muslim kota.Buku Muslim Tanpa Masjid menggambarkan keresahanya terhadap fenomena meningkatnya perhatian masyarakat muslim perkotaan terhadap agama. Namun pemahaman Islam yang didapat bukan melalui kitab atau pengkajian materi, melainkan dari kutipan postingan seseorang di media sosial. - Suluk Awang-Uwung
Selain novel dan buku non-fiksi, Kuntowijoyo juga gemar menulis puisi. Salah satu karyanya berjudul Suluk Awang-Uwung ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1975. Kumpulan sajak ini tidak lepas dari maestro Kuntowijoyo yang religius sufisme.Kumpulan sajak ini tentu tak jauh berbeda dengan karya-karyanya yang tetap bertopang pada ketauhidan. Gagasannya yang tertuang dalam estetika sastra ini mengajak manusia untuk lebih dekat degan Tuhan. - Pasar
Kuntowijoyo bukan mendirikan sebuah pasar, melainkan menulis sebuah novel berjudul Pasar. Novel ini pertama kali dibuat pada tahun 1972, kemudian dicetak pada tahun 1994. Dengan mengangkat tema sosial, novel pasar menggambarkan tentang pasar beserta konflik-konfliknya.Mengisahkan Pak Mantri yang memperjuangkan pasar yang dikelolanya. Usaha itu berawal tenang, hingga munculnya konflik ketika pedagang tidak mau lagi membayar karcis sebab keberadaan burung dara Pak Mantri yang membuat para pedagang merasa dirugikan.
Novel Pasar tidak hanya menggambarkan realitas sosial dalam pasar, melainkan kehidupan sosial masyarakat Jawa. Halaman demi halaman, kata demi kata digarap apik oleh penulis disertai makna dan nilai dalam cerita yang dapat menjadi cerminan pembaca.
- Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas
Satu buku non-fiksi kembali dibahas, kali ini buku karya Kuntowijoyo ini mengandung unsur politik dan budaya. Buku Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas pertama kali terbit pada tahun 2022.Budaya Indonesia tidak terlepas dengan adanya mitos-mitos yang dipercayai oleh masyarakat. Dalam bukunya, Kuntowijoyo menganggap bahwa mitos membawa pikiran masyarakat pada kubang kesialan.Berawal dari budaya berdampak pada politik. Mitos membelenggu pemikian masyarakat sehingga dalam menghadapi sebuah masalah. Kemunculan buku ini menawarkan sebuah gagasan bahwa masalah negeri harus dihadapi dengan realistis, bukan cara berpikir berdasarkan mitos.
Kontribusi besar Kuntowijoyo tak habis dimakan waktu, meski sepeninggalnya tujuh belas tahun yang lalu. Kelima buku di atas hanya sepucuk daun dari dahan pohon, yang berarti secuil karya dari karya-karya lainnya yang direkomendasikan untuk dibaca. Selamat membaca.